YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pada dasarnya metodologi berbeda dengan metode. Pengkajian dan penulisan tentang perjalanan Muhammadiyah banyak menggunakan pendekatan sejarah. Semua peristiwa mengacu pada sejarah. Dalam penulisan atau kajian sejarah tersebut perlu meyebutkan pendekatan yang digunakan, maka harus jelas logika dan kerangka pemikirannya.
Dalam proses penulisan, narasi sejarah dapat diambil dari berbagai sumber yang kredibel. Seperti sumber primer, yaitu sumber yang diperoleh secara langsung dari pelaku sejarah. Selain itu juga bisa diperoleh dari surat kabar, majalah, surat, diary, alat, benda, pakaian atau bangunan. Sumber sumber sejarah ini pada umumnya tersimpan di arsip, koleksi pribadi dan museum.
“Semisal pendekatan dalam penulisan sejarah keagamaan yang berkembang dalam suatu daerah, maka perlu menggunakan pendekatan antropologi. Berkembang dalam kehidupan masyarakat berdasarkan perspektif yang ditentukan oleh penulis sejarah. Di dalam perumusan biasanya akan terjadi perbedaan,” ujar Dudung Abdurrahman, Guru Besar Sejarah Kebudayaan UIN Sunan Kalijaga dalam Workshop kepenulisan sejarah lokal Muhammadiyah dengan tema “Merebut Tafsir Sejarah Indonesia Melalui Penulisan Sejarah Lokal Muhammadiyah” (6/11).
Dudung menambahkan, adapula sumber sejarah yang diperoleh secara tidak langsung dari pelaku sejarah. Hal ini disebut sebagai sumber sekunder. Peneliti sejarah biasa menggunakan sumber sekunder untuk memperkaya rekonstruksi peristiwa sejarah.
Berdasarkan jenis sumber sejarah. Terbagi menjadi beberapa jenis diantaranya sumber tertulis, sumber yang diperoleh dari peninggalan tertulis, seperti dokumen, surat kabar, arsip, dan prasasti. Sumber lisan, sumber yang diperoleh langsung dari pelaku/saksi sejarah. Misalnya adalah melakukan wawancara dengan pelaku sejarah perjuangan Muhammadiyah melawan penjajah. Sumber benda, sumber ini diperoleh dari peninggalan kebendaan. Seperti gedung Muhammdiyah, sekolah, langgar yang ada di daerah atau wilayah untuk digunakan sebagai tempat ibadah, rapat dan lain sebagainya.
Secara lebih terperinci, sumber sejarah tertulis dapat dijumpai dari catatan notulensi rapat yang berkaitan dengan berdirinya amal usaha Muhammadiyah, berdirinya ortum atau reformasi kepengurusan di Muhammadiyah. Hal ini kemudian dapat ditindak lanjuti dengan wawancara kepada tokoh masyarakat setempat.
Nur Aini Setiawati, Dosen Sejarah Universitas Gajah Mada (UGM) menjelaskan penelusuran sumber dalam penelitian sejarah. Pertama, studi kepustakaan sebagai upaya pencairan sumber dokumen. “Ketika nanti kita menuslis sesuatu yang sudah ditulis orang lain, maka kita harus menuliskan footnote. Kadang hal-hal seperti ini dilupakan. Sehingga banyak orang menyebutnya sebagai plagiat. Jika sudah ada yang menulis maka kita harus jujur,” pesan Aini.
Selain itu, dalam mencari sumber sejarah yang ada, kita tidak boleh menggunakan sumber yang tidak jelas (rekaan). Sehingga kita harus mewawancarai narasumber yang relevan dan mengetahui seluruh selek-beluk peristiwa sejarah. (diko)