Pembaruan di Minangkabau

Judul               : Panggilan Kemajuan (Sejarah Sosial Minangkabau 1900-1927)

Penulis             : Taufik Abdullah

Penerjemah      : M. Yuanda Zara

Penerbit           : Suara Muhammadiyah

Cetakan           : 1, September 2021

Tebal, ukuran  : xvi + 198 hlm, 15 x 23 cm

ISBN               : 978-602-6268-91-4

 

Perubahan sosial di suatu wilayah digerakkan oleh dinamika perjumpaan nilai-nilai tradisional dan nilai-nilai baru. Nilai tradisi yang diilhami oleh adat istiadat telah tertanam lama. Nilai-nilai baru datang dari luar, dapat berasal dari agama atau dari peradaban lain yang dianggap maju, hegemonik, dan superior. Perjumpaan antara nilai lama dan nilai baru dapat melahirkan konflik, penolakan, atau juga penyerapan, akulturasi, dan penyerbukan budaya.

Dalam sejarah Minangkabau modern, perkembangan sosial terjadi karena diilhami oleh perjumpaan nilai-nilai adat, agama, dan ide-ide Barat. Ketiga komponen ini menimbulkan ketegangan di Minangkabau sejak abad ke-18, memicu pecahnya Perang Padri (1821-1837). Residu dari konflik ini terbawa jauh ke depan. Di tengah ketegangan adat dan agama, gagasan modernisasi Barat masuk seiring kedatangan Belanda. Dinamika ini melibatkan aktivitas keagamaan, ekonomi, dan perebutan kuasa politik.

Buku karya Taufik Abdullah ini memotret dinamika gerakan reformasi keagamaan yang ingin melakukan reformasi kehidupan adat. Buku ini berasal dari tesis berjudul “Minangkabau 1900-1927: Preliminary Studies in Social Development” yang dipertahankan di Universitas Cornell Amerika Serikat tahun 1967. Karya ini termasuk salah satu rujukan penting dan menjadi karya awal dalam kajian tentang masyarakat Minangkabau.

Taufik Abdullah menawarkan argumentasi bahwa ketiga komponen itu bukan semata menjadi ajang konflik antara Kaum Tua dan Kaum Muda. Namun dinamika itu sebagai proses dari usaha terus-menerus dalam melestarikan nilai-nilai ideal yang telah ada dan sekaligus menyesuaikan dengan dunia modern yang berubah.

Gerakan reformasi damai ini dimulai oleh Tuanku Nan Tuo, seorang guru agama di pedalaman yang ingin mempertemukan nilai dari ajaran agama dan nilai adat dengan situasi kehidupan sosial dan tatanan moral yang dianggap sudah rusak dan menyimpang. Gerakan pembaruan (purifikasi) Islam ini berupaya menyesuaikan diri dengan dunia modern, menumpas taklid buta, dan menggantinya dengan ketaatan murni pada ajaran Islam yang bebas dari kungkungan mazhab. Tokoh lainnya adalah Datuk Sutan Maharaja.

Episode pembaruan di Minangkabau yang cukup populer dilakukan oleh gerakan Padri. Para penggeraknya mengklaim diri sebagai anak ideologis atau murid spiritual yang sah dari para ulama senior yang otoritatif. Namun dalam menyebarkan dakwah dan gagasan pembaruan, penggerak Padri ini menantang tatanan lama. Padri mendapatkan pendukung awalnya di nagari yang sistem masyarakatnya lebih demokratis, seperti Bodi Caniago. Sementara para penentangnya adalah dari nagari di ibukota Minangkabau, seperti dari Koto Piliang yang dikenal lebih otokratis.

Proses panjang pergulatan adat, tarekat, ide Barat, dan purifikasi ini, di kemudian hari melahirkan generasi Minang terpelajar yang mengambil posisi penting di awal kemerdekaan Indonesia, seperti Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Agus Salim, Mohammad Yamin, hingga Tan Malaka. Lahir juga sastrawan seperti Buya Hamka, Marah Rusli, Chairil Anwar, Abdul Muis, AA Navis, hingga Roestam Effendi.

Di kemudian hari, Minang mengalami episode kelam PRRI, yang mengubah peta sosial-budaya. Kata Azyumardi Azra, “Buku ini sangat penting bukan hanya untuk memahami Minangkabau di masa silam, tetapi juga untuk mengerti warga Minang dewasa ini, baik di ranah Sumatra Barat sendiri maupun di rantau.” (Muhammad Ridha Basri)

Exit mobile version