Bohong Soal Kuliah Pada Orang Tua

Bohong

Foto Dok ilustrasi

Assalamu’alaikum wr wb.

Ibu yth., saya T (25 tahun) sulung dari 3 bersaudara. Sekarang ini saya sedang kalut karena kuliah yang tak kunjung selesai. Masalah ini bermula dari semester akhir. Saat itu saya merasa buntu mencari judul. Sementara teman-teman satu geng saya, satu persatu sudah mendapat dosen pembimbing.

Rasa lelah dan capek semakin menjadi ketika teman-teman bisa menyelesaikan skripsi dan wisuda. Satu tahun terlambat, saya semakin terlena. Tahun kedua orang tua mulai bertanya-tanya, saya selalu mudah berkelit karena mereka tidak pernah kuliah dan tidak paham. Ini tahun ketiga, ayah mulai marah. Saya kalut, selama ini saya bohong pergi ke kampus untuk kuliah, pada hal saya Cuma bengong di perpustakaan. Jujur, saya tidak paham mengapa begini. Pada hal sewaktu kuliah, saya paling aktif bikin makalah, presentasi bahkan sayalah yang sering membuatkan narasi teman-teman dalam bahasa inggris. Kini timbul rasa malu, lelah dan tidak mau lagi melanjutkan kuliah. Terbayang, bagaimana sedihnya orang tua yang bertahun-tahun menunggu anak sulungnya lulus dengan sabar, tapi terus saya bohongi.

Saya tidak pernah berniat menyakiti hati orang tua. Ingin sekali saya jujur pada mereka. Saya ingin berhenti kuliah. saya ingin kursus menjahit atau memasak dan usaha sendiri. Saya tidak ingin merepotkan dan membebani pikiran mereka. Tolong beri saran  bagaimana saya bisa berkata jujur kepada orang tua. Jazakumullah atas jawabannya.

Wassalamu’alaikum wr wb.

T, di kota S.

Wa’alaikumsalam wr wb.

T yang baik, sebenarnya diri kita ini adalah sekumpulan kebiasaan-kebiasaan yang mewujud menjadi pola yang mewarnai gaya yang kita kembangkan saat bereaksi  merespons dunia di luar diri kita. Semula adalah sebuah perilaku yang membuat kita merasa nyaman ketika melakukannya. Karenanya kita ulang lagi dan ulang lagi, sehingga kita bisa melakukannya secara otomatis. Kebiasaan ada yang positif dan ada yang negatif. Dikatakan positif, bila itu membuahkan perilaku yang bermanfaat dan tidak merugikan diri maupun lingkungannya. Contohnya, kebiasaan hidup bersih, kebiasaan belajar, kebiasaan bekerja secara tuntas.

Kebiasaan negatif, biasanya merupakan hasil dari kurang dimilikinya standar pribadi untuk hidup secara berkualitas. Hal ini berdampak semakin negatif ketika lingkungan memberi label yang berkonotasi negatif pada diri kita. Misal, tidak usah melibatkan dia, nanti tidak selesai. Dia kalau kerja tidak tuntas.

Berbohong adalah kebiasaan buruk yang biasanya bersumber pada kurangnya rasa tanggung jawab atas hasil dari perbuatan kita. Lawannya kejujuran, yaitu keleluasaan untuk selalu mengatakan yang sebenarnya. Bila jujur, saat ditanya kita akan santai saja menjawab. Sebab saat melakukan sesuatu kita terbiasa memikirkan sebelumnya, apa resiko buat kita. Bila itu menyangkut hal penting dalam hidup kita, seperti pendidikan, biasanya kita biasanya kita punya rambu-rambu sebagai tanda apakah kita sudah mengembangkan kebiasaan-kebiasaan positif untuk mencapai tujuan kita saat menempuh pendidikan itu. Cobalah T memulai kebiasaan baru yang lebih positif dalam hidup. Beerja tuntas, membuat jadwal yang rinci terkait pembuatan skripsi. Dan yang terpenting awali dengan disiplin.

Lalu kalahkan rasa malas, dengan membangun lagi sebuah kebiasaan baru, untuk mengakui keteledoran masa lalu yang dampaknya baru terasa di akhir masa kuliah. kalau benar cerita T bahwa semasa kuliah teman-teman Anda bergantung pada T, berarti Anda tidak bodoh. Yakinkn diri tentang ini, langkah selanjutnya apa tujuan hidup Anda? Apa cita-cita Anda? Buatlah rancangan hidup sambil membayangkan dalam benak Anda sedang diwisuda. Sering-seringlah membayangkan, Anda sedang berfoto bertiga, diapit ayah dan ibu dengan wajah bangga akan penacapaian Anda. Mereka tak pernah kuliah tapi mampu mengantarkan T menjadi sarjana.

Bila ayah marah, jangan jadikan sebagai situasi yang tidak nyaman, lihat dari sudut pandang positif, saya kira ayah bukan benci tapi kecewa. Ayah ingin anaknya berpendidikan tinggi. Lakukanlah ini, setelahnya saya yakin T akan merasa bersalah dan sangat ingin memohon maaf pada ayah dan ibu karena selama ini telah membohongi mereka. Lakukanlah. Do’a dan restu orang tua akan membuahkan banyak kemudahan pada T. Percayalah.

Kalau T mengakui fakta tentang kondisi perkuliahan Anda, berarti T sudah berani ambil tanggung jawab atas resiko dari perbuatan dan kebiasaan negatif di masa lalu. Insyaa Allah setelah orang tua memaafkan T, rasa khawatir akan lenyap. Sekali lagi jawab pertanyaan, “Apa yang ingin saya capai dalam hidup saya?”, “Bagaimana saya hendak membuat orang tua senang dan bangga?”, “Bagaimana saya membiasakan diri bekerja dan belajar secara optimal dan bersungguh-sungguh”. Fokus saja pada hal-hal baik dan berubahlah menjadi lebih baik demi masa depan T sendiri. Semoga Allah memberi kekuatan dan kemudahan pada T. Aamiin.

Sumber : Majalah SM Edisi 05 Tahun 2020

Kami membuka rubrik tanya jawab masalah keluarga. Pembaca bisa mengutarakan persoalan dengan mengajukan pertanyaan. Pengasuh rubrik ini, Emmy Wahyuni, Spsi. seorang pakar psikologi, dengan senang hati akan menjawabnya.

Exit mobile version