Oleh : Akhmad Faozan
Hasil pengamatan beberapa hari di sebuah sekolah Muhammadiyah yang sangat unggul dan menasional yaitu SMK Mutu Gondanglegi kebetulan beberapa waktu yang lalu dapat berkesempatan bertemu dengan ustadz Pahri, S.Ag, MM sebagai Kepala Sekolahnya. Beliau membeberkan banyak hal terkait dengan pengembangan sebuah lembaga. Langkah pertama yang digarap beliau adalah memprioritaskan Sumber Daya Manusia. Komitmen dan dedikasi seorang guru ditentukan dengan MoU serta penandatanganan secara tulus dan serius pada perjanjian di awal sebelum para guru dan karyawan melaksanakan tugasnya.
Memang benar, akan menjadi persoalan serius manakala sebuah lembaga tidak memperhatikan pada persoalan Sumber Daya Manusia (manpower) ini. Problem SDM ini berlarut-larut menjadi gunung es yang suatu saat akan menjadi deadline klimaks kemundurannya dan kolapsnya sebuah lembaga (sekolah). “bahkan kalimat yang diungkapkan kepada penulis, karena ini adalah pekerjaan yang besar membutuhkan SDM dengan tenaga besar dan serius serta bersama-sama dalam mewujudkan mimpi dan visi. Bagi siapa saja yang tidak siap silakan mundur saja ”. Akhirnya memang benar ada yang mundur karena tidak sesuai dengan apa yang mereka bayangkan.
Berbekal beberapa guru yang masih bertahan dengan modal keikhlasan dalam membangun sekolah, dedikasi dan mental petarung (fighter) justru menjadi api penyemangat dalam menggerakkan sekolah, yang dahulunya daerahnya sangat jauh dari perhatian dan terbangun mindset sulit dijamah, tetapi sekarang menjadi salah satu ikon sekolah berprestasi di Jawa Timur. SMK Mutu Gondanglegi dikunjungi tidak hanya dari local Malang Jawa Timur tetapi sekolah berkelas nasional pun belajar di sana. Out put dan out come-nya tidak hanya mampu bersaing dalam dunia kerja di dalam negeri, namun sudah bersaing di luar negeri, dan lulusannya pun diakui. Itulah salah satu contoh seorang kepala sekolah yang sangat konsentrasi dalam memanaje dan mengurus SDM.
Demikian juga dengan sekolah Muhammadiyah yang lain di wilayah Jawa Timur seperti, SD Muhammadiyah 4 Pucang, SD Muhammadiyah 26 Surabaya, SD Muhammadiyah Kreatif Bangil, kemudian di Jawa Tengah ada SD Muhammadiyah Plus Salatiga, SD Muhammadiyah PK Surakarta dan sekolah Muhammadiyah lain yang lebih dahulu melangkah ternyata pemangku amanah struktural Pimpinan Muhammadiyah dan Majlis termasuk kepala sekolahnya sangat support sistem, konsen diawal-awal masa pengabdian dalam memperhatikan faktor SDM ini.
Sekolah-sekolah yang pernah penulis singgahi dalam rangka ngangsu kaweruh dan silaturrahim memperlihatkan betapa keras perjuangan dan sangat terjal jalan yang dilalui para Kepala Sekolah beserta tenaga-tenaga pendidiknya dan seluruh karyawannya. Garda terdepan sebuah institusi pendidikan adalah seorang guru. Seorang guru lah yang pertama mendapatkan apresiasi atau masukan atau berupa kalimat kritis dari seorang wali murid. Wali muridlah yang awal mula menjadi customer setia dalam menerima pelayanan prima dari sekolah, yaitu dari pelayanan seorang guru dengan mental baja nan kuat. Seorang guru yang bermental kuat dan bermental menjadi seorang pemenang yang pertama kali dengan melaksanakan operasionalisasi standart secara optimal serta prosedural.
Gerakan menuju satu titik tujuan para guru dan karyawan serta stakeholder sekolah yang menggerakkan adalah seorang kepala sekolah yang tangguh mempunyai visi jauh kedepan (visoner), mental baja (stronger) tidak lapuk disaat terkena air dan terik matahari yang panas, menjadi seorang yang pertama melakukan sebelum punggawa atau para guru melaksanakan (starter).
Ternyata SDM adalah kunci pengembangan sebuah lembaga atau institusi. SDM yang bergerak maju dan siap menjadi insan yang unggul siap dengan konsekuensi diantaranya dengan mau terus belajar atau ngangsu kaweruh.
SDM yang siap dengan karakter fight, dialah yang akan menjadi petarung sejati. Petarung sejati ia akan terus berikhitar dengan mujahadah dalam menjinakkan penghambat-penghambat dalam dirinya, berupa kemalasan, merasa sudah baik, sudag berprestasi, sudah nyaman, sudah bisa dan mudah menganggap “itu sudah biasa kami lakukan” atau bahkan “sudahlah tidak usah neko-neko…, wong begini saja sudah laku kok”. Petarung sejati selalu berpikir semuanya penting untuk diri dan sekolahnya ke depan dan untuk kemajuan sekolah. Maka kalimat yang tepat ketika seorang guru dan karyawan yang berkualitas ia mengatakan; “saya harus mampu melakukannya”, itulah petarung sejati. Jadi mereka tidak meremehkan persoalan kecil atau pekerjaan yang kecil tetapi yang kecil justru malah dapat menjadi penghambat serius menuju kesuksesan.
Kalau guru, karyawan dan seluruh stake holder sejak awal merasa sudah cukup dengan apa yang telah mereka lakukan, alamat penyakit stagnasi akan segera muncul. Kemandegan langkah akan menghinggap pada organisasi lembaganya, hanya itu-itu saja aktifitas kegiatan di sekolahnya. Tidak ada perubahan yang berarti pada lembaganya. Kalau sudah demikian akan ada anti klimaks, lambat laun akan menurun energi dalam perjuangan pada para tenaganya. Maka lembaga sekolah tersebut akan merasakan sakarat menuju pada gerbang kematian, atau merasa cukup hidup segan mati tak mau (laa yamuutu walaa yahya).
Apakah sekolah yang bapak ibu pimpin, atau bapak ibu menjadi bagian dari yang sudah memprioritaskan SDM sebagai basis pengembangan lembaga ? atau sebaliknya. Atau ketika bapak ibu menjadi seorang guru, bapak ibu menikmati mujahadah dalam mewujudkan diri yang lebih berkualitas lebih memberikan nilai-nilai utama dalam rangka mendampingi murid-murid bintang dan istimewa. Ingatlah bahwa Masa depan Indonesia tergantung dari Guru yang hari ini mengajar. Pekerjaan guru adalah amanah yang kelak akan menjadi saksi dihadapan Allah swt.
“Selamat hari Guru”
Penulis : Guru Muhammadiyah Kalinyamatan Jepara