Keharmonisan Keluarga Sebagai Kunci Perkembangan Emosi Anak

Oleh: Alifta Riza Utari*

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Sekalipun unit terkecil, pengaruhnya bagi pendidikan begitu besar. Pendidikan dasar diperoleh dari keluarga, sebelum mengenal dunia luar, anak akan mendapat pelajaran pertama dari keluarganya. Dalam dunia pendidikan, keluarga adalah bagian dari lembaga pendidikan informal. Selain itu, keluarga juga disebut dengan satuan pendidikan di luar sekolah.

Keluarga mempunyai peranan penting dalam mendidik setiap anak. Oleh karena itu, lingkungan keluarga harus menyiapakn lingkungan yang baik bagi anggotanya. Karena keberhasilan mencetak generasi sangat ditentukan oleh sejauh mana peran keluarga dalam menyiapakan faktor-faktor yang dapat mendorong terhadap keberhasilan pendidikan di dalam keluarga dan menyingkirkan factor-faktor yang dapat menggagalkan pendidikan di dalam keluarga.

Orang tua atau keluarga memberikan pengaruh lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh yang datang belakangan. Kaitannya dengan perkembangan emosi, keluarga adalah lembaga pertama kali yang mengajarkan kepada anak bagaimana mengekspesikan dan mengeksplorasikan emosi dengan memberi contoh, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik secara sadar maupun tanpa sadar.

Dalam hal ini, keharmonisan keluarga menjadi factor utama untuk tercapainya emosi positif individu. Menurut Gunarsa (2004), keharmonisan keluarga ialah jika seluruh anggota keluarga merasa bahagia dengan ditandai berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan puas atas seluruh keadaan dan keberadaan dirinya yang meliputi aspek fisik, mental, emosi, social.

Tercapainya keharmonisan keluarga akan berpengaruh pada pola asuh yang tepat. Pola asuh demokratis akan berdampak positif bagi anak, misalnya saja rasa percaya diri pada anak, mudah berteman, sopan, ramah, dan lain sebagainya. Sedangkan pola asuh yang keras dan otoriter dapat menyebabkan anak menjadi pribadi yang penakut, mudah tersinggung, stress, dan lain sebagainya.. Dengan demikian, jika individu berada dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan memiliki emosi yang positif, maka perkembangan emosi anak juga akan positif. Begitupun sebaliknya, jika anak dalam prosesnya menerima emosi yang negative, maka perkembangan emosi anak juga akan negatif.

*Mahasiswa Magister Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang

 

Exit mobile version