Memanfaatkan Values Education dalam Kehidupan Keseharian

Merawat Asa Pendidkan

Foto Dok Ilustrasi

Oleh: Erna Agustin*

Pendidikan merupakan hal yang sudah terbiasa dilakukan sehari-hari, karena tanpa kita sadari pendidikan terbentuk mulai dari kita bangun sampai tidur kembali, khususnya pendidikan informal. Dalam pembukaan UUD 1945 sudah jelas tertuliskan bahwa salah satu tujuan negara tercinta Indonesia yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dengan demikian dapat di tarik benang merah, mengapa pendidikan menjadi sangat penting untuk dilakukan. Demokrasi pendidikan di era globalisasi seperti sekarang ini menjadi hal biasa untuk dilakukan. Banyak lembaga pendidikan memilih untuk mengembangkan kurikulum mereka namun tetap berpedoman pada kurikulum yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pada masa sekarang pendidikan karakter menjadi sangat diminati oleh para orang tua, ditambah lagi pemerintah sudah mewajibkan bagi pendidik untuk menyelipkan materi  Pelajar Pancasila di setiap pembelajaran. Maka dari itu beberapa sekolah mulai mencanangkan program tentang pendidikan karakter yang berpedoman pada Profil Pelajar Pancasila, bahkan ada juga sekolah yang sudah memulai menanamkan values education.

Pelaku pendidikan adalah semua orang mulai dari anak-anak, remaja, dewasa sampai lansia,  tanpa membedakan suku, ras, agama dan jenis kelamin. Etape dalam pendidikan terbagi menjadi beberapa yakni diawali dari usia dini dimana pada saat ini disebut golden age karena pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental anak mengalami perubahan yang sangat luar biasa. Pada masa ini pula terjadi pembentukan kepribadian, watak, dan karakter. Pembentukan kepribadian menjadi hal utama untuk itu mengapa pada saat ini perlu adanya pendidikan agama sejak dini.

Berbekal dari pendidikan yang diterima di masa anak-anak, maka selanjutnya mereka akan memasuki masa remaja. Etape selanjutnya adalah Pendidikan di masa remaja, dimana masa ini merupakan masa beranjak dari anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa ini disebut juga masa transisi dimana pola pikir dan mencari jati diri mulai terbentuk begitu pula pengalaman pubertas yang telah mereka dapatkan. Maka dari itu peran pendidikan agama di usia remaja sebagai pembimbing, pengendali, dan pengontrol segala tingkah laku sangat dibutuhkan. Sebab dengan berbekal pengetahuan agamalah remaja dapat mengendalikan dan mengarahkan jalan hidupnya menjadi terarah.

Pembentukan karakter merupakan bagian dari pendidikan nilai (values education), melalui lembaga pendidikan pula pemerintah telah membuat kurikulum Pendidikan karakter. Dengan demikian kalau kita berbicara tentang masa depan, lembaga pendidikan bertanggung jawab bukan hanya dalam mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam menemukan jati diri, karakter dan kepribadian yang baik.

Etape pendidikan untuk orang dewasa menjadi penyambung pasca etape pendidikan remaja. Menurut Mustofa Kamil seseorang dikatakan dewasa ketika memiliki kematangan fisik (biologis), psikologis, dan sosial. Seseorang yang matang secara biologis artinya orang tersebut mampu melakukan reproduksi, dewasa psikologis artinya memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil, dan dewasa secara sosiologis artinya mampu melakukan peran-peran sosial yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian orang dewasa sebenarnya lebih banyak memperoleh pendidikan secara informal melalui pengalaman.

Etape Pendidikan yang terakhir adalah yang diterima oleh para lansia. Lansia membutuhkan informasi, oleh sebab itu ada pendidikan lansia yakni pendidikan non formal sebagai upaya pemberian informasi, misal pelatihan tentang kesehatan, keagamaan, sosial, budaya dan lain sebagainya. Dengan pendidikan yang diperoleh masalah kepikunan, alzheimer dan penyakit lainnya akan dapat ter-prevent dengan baik dan mereka bisa menjadi lansia yang SMART (sehat, mandiri, aktif pRodukTif), begitu menurut ahli pengembangan kurikulum bidang kelanjutusiaan, Dr. Tri Suratmi, M.Pd. Maka dari itu menjadi sangat penting bagi lansia untuk selalu mengikuti aktivitas komunitas ataupun sekolah agar bisa tetap aktif dan produktif, serta untuk menghindari perasaan sendirian dan sedih dalam menghadapi masa-masa menjadi lansia.

Dalam setiap etape pendidikan tentunya pendidik menyisipkan dan membelajarkan values education disetiap kegiatan belajar mengajar. Di sekolah usia dini tentunya uswah hasanah dari pendidik diharapkan dapat menjadikan peserta didik usia dini menjadi termotivasi untuk mengikutinya. Begitu juga dengan bacaan doa-doa sehari-hari dan praktek ibadah yang biasa dijadikan bahan pembelajaran dalam menanamkan values education. Untuk jenjang anak-anak yang biasanya usia sekolah dasar, remaja (Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas), biasanya di sekolah tersebut mulai dari pagi hari hingga siang saat akan pulang, materi yang berkaitan dengan keagamaan yang kaitannya sangat erat dengan values education selalu didengungkan dan dilaksanakan, misalnya saja kegiatan doa bersama, membaca asmaul husna, sholat dhuha, sholat wajib berjamaah, dan kegiatan lainnya. Dengan berbagai kegiatan yang dilakukan secara kontinu dan berkelanjutan tersebut, diyakini bisa menjadikan karakter peserta didik menjadi lebih baik.

Maka dari itu pendidik khususnya guru agama memiliki peran yang paling dominan dalam menanamkan values education. Mulai dari mencontohkan, mewajibkan, membiasakan dari hal paling mudah seperti salim, senyum, sapa, salam, santun, mengucapkan terima kasih, meminta maaf, memaafkan, berdoa setelah dan sesudah melakukan kegiatan dan lain sebagainya, serta hal yang agak susah untuk dilakukan misal berpuasa sunnah, sholat tahajud, one day one juz, atau yang lainnya. Begitu juga dengan values education untuk dewasa dan lansia, karena  mereka sudah matang secara fisik, psikologi, dan sosial, maka akan menjadi lebih mudah menanamkan values education terhadap mereka, apabila di etape pendidikan sebelumnya penanaman values education berhasil dan sudah terbiasa menerapkan perilaku positif dalam kehidupan sehari-hari. Namun akan menjadi problem jika di etape pendidikan sebelumnya penanaman values education belum berhasil. Untuk itulah mengapa pendidikan untuk dewasa dan lansia tetap harus diikuti dengan baik dan berkelanjutan.

Dengan adanya pembiasaan perilaku dan kegiatan positif diharapkan  pada akhirnya mereka yang sudah mengikuti setiap etape pendidikan mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, walaupun tidak seratus persen tingkat keberhasilannya. Terbukti dengan masih banyaknya kasus-kasus tindak kejahatan dan kekerasan, Inilah yang menjadikan contoh nyata bahwasanya values education belum sepenuhnya berhasil. Namun paling tidak kita sebagai seorang pendidik sudah berusaha untuk menjadikan karakter anak bangsa menjadi lebih baik lagi. Inilah yang menjadi PR kita bersama, mengapa meski semua etape sudah terlampaui, namun tetap masih belum bisa menjadikan kita selayaknya manusia paripurna.

*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana UMM Program Studi Magister Agama Islam

Exit mobile version