YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Isu kekerasan seksual merupakan fenomena gunung es dimana permasalahan yang terjadi sebenarnya lebih kompleks daripada permasalahan yang terlihat di permukaan. Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengungkapkan bahwa data laporan kekerasaan terhadap perempuan dalam setahun terakhir mengalami peningkatan cukup signifikan sebesar 17,97 persen. Hal ini lebih disebabkan oleh faktor pandemi yang melanda Tanah Air selama dua tahun.
Data pada tahun 2021, persentase perempuan korban kekerasan yang terlaporkan menurut jenis kekerasannya adalah sebagai berikut, kekerasan fisik 39 persen, psikis 30 persen, seksual 12 persen, penelantaran 10 persen, eksploitasi 1 persen, TPPO 2 persen, dan lain-lain 6 persen. “Isu kekerasan seksual merupakan isu yang kompleks, sehingga penanganannya membutuhkan keterlibatan dari semua pihak dalam kerangka berpikir yang sama, bahwa kekerasan seksual merupakan kejahatan luar biasa karena merenggut kemerdekaan seorang manusia,” ujarnya dalam Webinar yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Muhammadiyah dengan tema “Negara dan Peran Muhammadiyah dalam Upaya Perlindungan Terhadap Perempuan dan Anak,” pada Selasa (25/1).
Menurut Bintang Pusoayoga, pemerintah terus melakukan upaya penenegakan hukum di antara dengan membuat payung hukum yaitu mendorong pengesahan RUU TPKS, menyediakan layanan pengaduan, mendirikan lembaga-lembaga pemberdayaan di tingkat daerah, memberikan pendampingan kepada korban, serta memberikan bantuan sosial. Selain itu, pemerintah melalui Kementerian PPPA juga mendorong upaya strategis dalam hal pencegahan tidak kekerasan kepada perempuan dan anak.
Rektor UMY Gunawan Budiyanto mengungkapkan bahwa kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia lebih didorong karena adanya tirani kuasa. Orang yang kuat dapat melakukan kekerasan kepada yang lemah. Oleh karenanya Muhammadiyah tidak akan pernah mentolerir sedikit pun segala bentuk kekerasan, baik kepada perempuan atau anak-anak. Sebagaimana yang dilakukan oleh tokoh perempuan Muhammadiyah, Siti Munjiyah dalam membela harkat dan martabat perempuan. Melalui beliaulah, Muhammadiyah menempatkan perempuan pada posisi yang mulia dan strategis dalam tatanan sosial kemasyarakatan.
“Harus ada sinergi antara pemerintah dengan Muhammadiyah dalam menangani kasus kekerasan kepada anak dan perempuan ini. Dan Muhammadiyah akan tetap berkomitmen dalam memberantas kegiatan asusila,” ungkap Gunawan.
Atiyatul Ulya, Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Aisyiyah mengatakan, Muhammadiyah dan Aisyiyah sebagai organisasi sosial keagamaan dengan misi dakwah amar ma’ruf nahi munkar menolak dengan tegas berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual dan aktivitas seksual lain yang berdampak dan membahayakan martabat kemanusiaan dan generasi. Karena menurutnya segala bentuk kekerasan seksual dan tindak asusila bententangan dengan nilai agama, Pancasila, serta kebudayaan luhur bangsa. “Sehingga harus dicegah dan dilakukan tindakan tegas sesuai hukum dan sistem yang berlaku di negeri ini,” tegasnya. (diko)