SEMARANG, Suara Muhammadiyah– Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Tafsir, yang juga merupakan dosen di UIN Walisongo Semarang meraih gelar doktor. Gelar tersebut diberikan pada sidang terbuka promosi doktor Studi Islam UIN Walisongo kemarin (04/02/22).
“Setelah para penguji melakukan diskusi intensif dan juga mempertimbangkan berbagai macam aspek maka dihasilkan beberapa keputusan. Salah satunya, ujian terbuka pada hari ini mendapatkan nilai 3,84. Melihat itu maka hari ini dinyatakan lulus promosi doktor dengan sangat memuaskan,” ucap Ketua Sidang Imam Taufiq.
Dalam disertasinya, Tafsir membahas tentang gerakan purifikasi Muhammadiyah, khusunya di Jawa Tengah dengan tiga lokasi sebagai tempat penelitiannya. Yaitu desa Plompong Sirampok Brebes, Jatinom Klaten, dan desa di Weleri Kendal.
Di tiga desa tersebut, Muhammadiyah tumbuh subur dengan melahirkan banyak amal usaha. Tumbuh kembangnya Muhammadiyah di akar rumput tersebut tidak terlepas dari semangat purifikasi atau pemurnian ajaran. Di Plompong karena semangat purifikasi kemudian saling mengunggulkan fikih masing-masing. Artinya kemudian karena purifikasi terjadilah konflik.
Berbeda lagi dengan di Jatinom Klaten. Karena semangat purifikasi justru mereka aktif dalam kegiatan budaya. “Istilah petani, yang dibasmi adalah tikusnya bukan ladangnya. Yang dibuang TBC (Takhayul Bid’ah Churafat) nya bukan tradisi atau budayanya,” jelas Tafsir.
Kemudian usul Tafsir, bahwa purifikasi penting dimaknai sebagai otentikasi atau proses mencari ajaran Islam yang otentik. Semangat ini tentu sejalan dengan cita-cita Muhammadiyah yaitu untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. “Yang sebenar-benarnya itu maksudnya yang otentik,” terang Tafsir.
Karenanya Tafsir sepakat dengan metode Fazlur Rahman bahwa semangat Islam adalah gagasan tentang moral. Moral dijadikan sebagai pertimbangan utama khususnya dalam melakukan gerakan purifikasi.
Secara keseluruhan, Tafsir menyimpulkan bahwa praktik purifikasi di Muhammadiyah masih dominan dan lebih banyak yang di sisi progresif. Artinya yang konservatif jumlahnya lebih kecil. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya amal usaha Muhammadiyah. “Dalam hal akidah Muhammadiyah mungkin bisa konservatif, tapi dalam muammalah Muhammadiyah sangat dinamis. Amal usaha muhammadiyah diperuntukkan bagi siapa saja, muslim, non muslim,” tegasnya.
Turut hadir pada sidang terbuka tersebut Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir, MSi yang juga menjadi salah satu penguji eksternal. (gsh).