MAKASSAR, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Pusat yang juga Rektor IPB University Prof Dr Arif Satria memberikan Kuliah Umum di Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar. Acara ini dihelat di Gedung Iqra Lantai 17, Kampus Unismuh, Jl Sultan Alauddin Makassar, Kamis, 17 Februari 2022.
Kedatangan Prof Arief Satria di Unismuh, didampingi oleh Sekjen ICMI Dr Andi Yuliani Paris, beserta pengurus ICMI dan Masika ICMI Sulsel. Rektor Unismuh Prof Ambo Asse memberikan pengantar dengan memberikan ucapan selamat kepada Arief Satria dan Andi Yuliani Paris sebagai Ketua Umum dan Sekjen ICMI. Nakhoda Unismuh itu juga memberikan gambaran umum tentang Unismuh.
Acara kuliah umum ini dipandu Wakil Rektor II Unismuh Makassar Dr Andi Sukri Syamsuri. Peserta yang hadir terdiri dari para Wakil Rektor, Dekan, Ketua Badan/Lembaga tingkat Universitas dan Wakil Dekan dalam lingkup Unismuh Makassar.
Mengawali pemaparannya, Prof Arief Satria merasa datang ke rumah sendiri. Ia merupakan alumni SMA Muhammadiyah Pekajangan, dan menjadi Pengurus Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah pada era kepemimpinan Prof Din Syamsuddin.
“Saya turut terlibat memberikan masukan dalam penyusunan konsep Indonesia Berkemajuan, Bersama Pak Din Syamsuddin, Pak Haedar Nashir, dan tokoh-tokoh PP Muhammadiyah lainnya,” jelasnya.
Tiga Mega Disrupsi
Arif Satria memaparkan kuliah umum berjudul “Good University Governance Menuju Universitas Adaptif di Era New Normal”. Saat ini, katanya, dunia sedang mengalami tiga mega disrupsi, yakni perubahan iklim, revolusi industri 4.0 dan pandemi Covid-19.
“Perubahan iklim sudah kita rasakan dan sudah semua menyaksikan urgensi bagaimana adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, berdampak besar ke pertanian, kesehatan, sosial dan energi, dan lainnya,” ujarnya.
Sedangkan revolusi industri 4.0 ditandai dengan banyaknya teknologi baru yang berdampak ke dunia bisnis, prilaku individu, dunia pendidikan dan lain sebagainya. Saat ini, setiap individu harus bisa beradaptasi dan menguasi skill-skill baru.
Sedangkan pandemi Covid-19 mengubah kehidupan sosial, gaya hidup, kepedulian kesehatan meningkat, perlambatan ekonomi, dampak ke pendidikan hingga ekologi.
“Dampak pandemi ke ekologi nyata, aktivitas masyarakat menurun, aktivitas energi, industri menurun sehingga tingkat emisi CO2 menurun. Ini memberi dampak positif ke lingkungan hidup, beri efek positif terhadap beban konsumsi bahan bakar, tapi kebutuhan air meningkat, listrik meningkat. Artinya ada urgensi memperkuat sistem pangan dan kebutuhan mineral,” lanjutnya.
Ketiga Disrupsi tersebut, lanjut Prof Arief Satria, membawa implikasi terhadap kondisi new normal di dunia Pendidikan. Perubahan iklim membuat dunia Pendidikan mesti mengajarkan tentang Literasi Hijau (Green Literacy), Gaya Hidup Hijau (Green Lifestyle) dan Inovasi Hijau.
“Saya pernah diundang menyampaikan tentang pentingnya literasi hijau ini di hadapan para pendeta, agar mereka mampu menyampaikan disrupsi perubahan iklim ini kepada jemaatnya. Saya piker para mubalig, khususnya pengurus Muhammadiyah juga perlu menguasai informasi tersebut,” jelasnya.
Revoluasi industri, lanjutnya, membuat dunia Pendidikan mesti mengajarkan literasi digital (Digital Literacy), keterampilan masa depan (Future Skills), Pembelajaran Cerdas (Smart Learning) dan Inovasi Disruptif (Disruptive Innovation).
Sementara disrupsi pandemi COVID-19, membuat dunia pendidikan harus menanamkan literasi Kesehatan, fleksibiltas, Pendidikan induktif, merdeka belajar, dan solidaritas sosial.
“Indonesia ini salah satu negara yang masyarakatnya paling dermawan di dunia. Itu salah satu modal sosial kita menghadapi COVID-19,” ungkap Prof Arief Satria.