Tafsir untuk Pencerahan Peradaban

Tafsir untuk Pencerahan Peradaban

Judul               : Tafsir At-Tanwir (Jilid 1: Juz 1, Surah al-Fatihah ayat 1-7 dan Surah al-Baqarah ayat 1-141)

Penulis             : Tim Penyusun Tafsir At-Tanwir Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Penerbit           : Suara Muhammadiyah

Cetakan           : 1, Desember 2021

Tebal, ukuran  : xx + 334 hlm, 17 x 25 cm

ISBN               : 978-602-6218-00-1

 

Tafsir Al-Qur’an punya kedudukan penting bagi Muhammadiyah, yang dalam Anggaran Dasar pasal 4 ayat (1) menyatakan diri sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf nahi mungkar dan tajdid yang bersumber kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-Qur’an merupakan kitab petunjuk bagi manusia. Supaya Muslim dapat memedomani sumber ajaran Islam di setiap zaman dan tempat yang terus berubah, diperlukan penafsiran (berulang) atas teks yang turun pada abad ke-7 tersebut. Kata Fazlur Rahman, “Al-Qur’an, meski merupakan Firman Tuhan yang kekal, dulu menyasar suatu masyarakat dengan struktur sosial tertentu.”

Sebagai gerakan dakwah yang menjalankan misi pencerahan, Muhammadiyah memerlukan suatu tafsir Al-Qur’an sebagai pijakan atas nilai-nilai yang ingin ditanamkan kepada masyarakat. Menyadari keperluan itu, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah menyusun suatu tafsir yang dapat disebut sebagai karya magnum opus dari majelis ini. Tafsir yang disusun secara kolektif ini menjadi bacaan yang cukup penting, yang berbeda dengan karya tafsir yang ditulis oleh perorangan.

Tafsir ini, kata Ketua Majelis Tarjih Syamsul Anwar, memiliki beberapa karakteristik. Pertama, responsivitas, bahwa tafsir ini merespons situasi kongkret atas berbagai permasalahan yang sedang menimpa umat Islam. Tafsir ini tidak dimaksudkan sebagai kumpulan kliping yang hanya mengulang tafsir yang sudah ada, tetapi sebagai upaya dialog. Kedua, membangkitkan dinamika, bahwa gagasan dan pikiran dalam tafsir ini diupayakan menjadi sumber inspirasi yang menggugah, menjadi inspirasi bertindak dan membangun kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Ketiga, membangkitkan etos. Tafsir ini diupayakan mampu membangkitkan etos untuk mendorong masyarakat bergerak membangun kehidupan diri, keluarga, dan masyarakat menjadi suatu kehidupan yang unggul dan lebih baik. Terdapat empat etos yang disisipkan dalam keseluruhan kerja penafsiran tafsir ini: (1) etos ibadah, supaya tidak hanya sekadar mekanis-ritualis yang berujung kesalihan individu semata, tetapi juga mestinya melahirkan kesalihan sosial dalam tindakan nyata di masyarakat; (2) etos ekonomi, termasuk di dalamnya etos kerja, supaya umat terbiasa dengan pola pikir disiplin, produktif, semangat kerja, dan seterusnya; (3) etos sosial, supaya tumbuh sikap solidaritas, persaudaraan, toleransi, demokrasi, serta juga etos meritokrasi seperti partisipasi masyarakat, amanah, transparansi, akuntabilitas, keadilan, visioner, dan seterusnya; (4) etos keilmuan, bahwa semua perkara dimulai dengan ilmu, dan Islam memberi kedudukan tinggi bagi orang berilmu (hlm x).

Al-Qur’an merupakan wujud dari limpahan rahmat Allah untuk kebaikan hidup manusia. Al-Qur’an berkepentingan membina sikap moral yang benar bagi semua tindakan manusia. Tafsir ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an menuntun pandangan hidup dan jalan kehidupan manusia. Sesuai namanya, tafsir ini diharapkan menjadi cahaya pencerah bagi peradaban. Tafsir ini mengusung misi mulia untuk mewujudkan kehidupan negara dan dunia yang lebih baik dan lebih damai (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur). Umat Islam semestinya menjadikan petunjuk Al-Qur’an sebagai rahmat bagi semesta (QS. Al-Anbiya: 107), menampilkan diri sebagai ummatan wasatha dan syuhada ala al-nas (QS. Al-Baqarah: 143) yang membangun khairu ummah (QS. Ali Imran: 110). (Ribas)

Exit mobile version