Pentingnya Hidup Sederhana

gembira

Foto Dok Ilustrasi

Agama menuntut kita agar membiasakan kesederhanaan dan keseimbangan dalam berbagai urusan kehidupan, sehingga kesederhanaan menjadi perangai dan tabiat kita. “Dan orang-orang yang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelajaran itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. al-Furqan: 67).

Oleh: Fathan Faris Saputro

Kesederhanaan merupakan anjuran di dalam agama Islam. Sedangkan berlebih-lebihan merupakan akhlak yang tercela dan dilarang di dalam agama. Rasulullah saw. Melarang umatnya berlebih-lebihan dalam hal makanan dan minuman. Melarang kita bermahal-mahalan dalam hal maskawin sebagaimana beliau melarang kita berlebihan dalam berharap yang dapat membuat orang-orang hanya berpangkkutangan (bermalas-malasan). Melarang kita berlebihan dalam takut yang  dapat membuat orang-orang musyrik atau munafik.

Puasa mengajarkan kepada pelakunya tentang kesederhanaan. Hal tersebut terlihat dari kesederhanaan dalam hal makanan dan minuman. Kesederhanaan di dalam ibadah puasa terlihat ketika makan. Selama berpuasa umat Islam hanya dua kali makan: makan sahur dan saat berbuka. Ini mengajarkan pola hidup hemat dan tidak berlebih-lebihan.

Umat muslim dianjurkan untuk tidak makan berlebihan ketika waktu berbuka maupun ketika makan sahur. Karena dengan perut yang penuh, maka akan mengakibatkan malas dalam beribadah. Tidak menyantap semua hidangan makanan yang terdapat di meja makan ketika waktu berbuka telah tiba dan tidak pula memperbanyak makan ketika sahur.

Realita Kesederhanaan Rasulullah SAW

Rasulullah Saw merupakan pribadi mulia yang telah membuktikan bahwa Islam yang ia bawa adalah rahmat bagi alam semesta alam. Semua itu, tergambar sempurna dalam kesempurnaan dan keindahan akhlak, ketangguhan dan kehebatannya dalam sejarah dunia. Hal itu juga yang menjadi inspirasi bagi setiap individu dunia untuk mengagumi, menjadikan panutan dan idola dalam hidupnya.

Salah satu akhlak Rasulullah yang sangat menonjol adalah hidup sederhana. Beliau sangat menjaga dirinya dari hidup yang bermewah-mewahan dan berlebih-lebihan. Salah satu contoh dalam cerita yang dituturkan oleh salah satu sahabat dekat beliau, Zaid bin Tsabit, bahwasanya Rasulullah memiliki tempat minum yang sangat keras dan dipatri dengan besi. Tempat tinggal beliau juga merupakan rumah yang sangat kecil dengan hamparan tikar dan nyaris tanpa prabot di dalamnya.

Kesederhanaan Rasulullah juga tergambar, manakala pada saat itu, salah satu sahabat Rasulullah, Umar bin Khatab, sahabat yang terkenal akan ketangguhan dan keteguhan hatinya dibuat menangis ketika ia mengetahui bahwasanya Rasulullah tidur dengan beralaskan tikar yang menimbulkan bekas pada tubuh beliau dan hanya berbantalkan pelepah kurma. Sebagaimana juga disampaikan oleh satu putrinya, Aisyah r.a. bahwasanya Rasulullah hanya memiliki dua pakaian, perutnya selalu dalam keadaan lapar bahkan diganjal dengan batu.

Budaya Kesenangan dan Kenikmatan Materi Sebagai Tujuan Utama Masa Kini

Sebagaimana kita ketahui, dewasa ini manusia sangat antusias dengan hal-hal yang baru. Hal itu disebabkan oleh daya pikatnnya yang luar biasa, sehingga ada kecenderungan untuk memilih kehidupan yang enak, mewah dan serba berkecukupan tanpa kerja keras. Seolah pola hidup gaul, hits dan kekinian merupakan prediket tersebut. Sikap dan sifat inilah yang dikenal dengan istilah budaya kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama (hedonisme). Faktor hidup hedonisme ini dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya pengaruh kerabat atau teman, tontonan, faktor bacaan dan lain sebagainya.

“Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya,” (QS. Al-Isra: 27)

Walaupun tak selamanya hedonime ini bermakna negatif akan tetapi karena pemahamannya yang lebih berorientasi mengedapankan kebahagiaan dan mengutamakan kesenangan sementara, maka hal tersebut menyebabkan adanya hal negatif belaka. Contohnya, seorang lebih menghamburkan uangnya untuk memperoleh kesenangan sesaat, seseorang membeli baju tidak berlandaskan kebutuhan dan fungsinya akan tetapi untuk kesenangan saja.

Gaya hidup seperti itu dapat mengakibatkan seseorang mencintai dirinya terlalu berlebihan, sehingga ia akan hidup individual dan tidak peduli sekelilingnya dan menimbulkan sikap materialis.

Maka tak heran di negara Indonesia yang mayoritas Islam sangat banyak menerapkan paham hedonisme dalam hidup mereka. Mereka berkedok bahwa hedonisme merupakan hal yang harus dilakukan karena tuntutan dan perubahan zaman. Penipuan, pencurian, korupsi, kolusi, nepotisme, anarkisme, materialisme, individualisme merupakan bagian kecil dari gaya hidup hedonis.

Maka kemudian, agar terhindar dari gaya hidup hedonis, maka perlulah mengantisipasinya dengan cara meneladani dan mengaplikasikan akhak Rasulullah yang sederhana dan zuhud, memilih barang sesuai kebutuhan agar tidak terjebak dalam konsumerisme, dan adanya kedewasaan berpikir untuk membentengi diri dari pola hidup hedonisme, serta sadar akan dampak buruk yang timbulkan dari hedonisme.

Berdasar kehidupan Rasulullah yang diselimuti oleh kesederhanaan hidup, maka sudah seharusnya menjadi bahan refleksi agar kita bisa meneladani salah satu sifat mulianya itu. Hal itu sangat penting kita jadikan teladan dan kita tanamkan dalam hati agar tidak terjebak dalam hidup hedonis yang menganggap bahwa kesengan dunia merupakan akhir dari tujuan hidup dan agar kita tak merendahkan harkat dan martabat Islam dan muslim yang mulia, baik di sisi Allah maupun dalam opini publik luas.

Kesederhanaan hidup ini diteladankan Rasulullah SAW sebagaimana tergambar dalam hadis riwayat Malik bin Dinar RA, ia berkata, “Rasulullah SAW Tidak pernah merasakan kenyang karena makan roti atau kenyang karena makan daging, kecuali jika sedang menjamu tamu maka beliau makan sampai kenyang,” (HR. Tirmidzi).

*Penulis adalah Ketua Bidang Komunikasi dan Teknologi Informasi Kwartir Daerah Hizbul Wathan Lamongan

Exit mobile version