Oleh: Caesar Marga Putri (Dosen Prodi Akuntansi UMY dan Ketua Majlis Pemberdayaan Wanita PCIM Spanyol)
Sebagai pengagum bunga Tulip, kesempatan liburan Setmana Santa kali ini saya manfaatkan dengan mengunjungi Jardins de Mossèn Cinto atau taman Mossèn Cinto. Pada umumnya taman-taman yang ada di Spanyol selalu dibuka untuk umum. Ada hal yang menarik di musim semi tahun ini, Jardins de Mossèn Cinto ditanami beraneka warna bunga Tulip. Jarak taman ini dengan rumah saya hanya 6 kilo meter yang ditempuh dengan Metro (subway) dilanjutkan dengan menaiki Fenicular de Monjuic. Fenicular adalah kereta kabel yang menghubungkan titik-titik jalur kereta untuk menggapai daerah yang memiliki kemiringan relatif curam/mendaki.
Bagi saya Tulip berbeda dengan bunga-bunga yang lainya, baik warna maupun bentuknya. Kelopak bunganya kaku dan ditopang dengan tangkai yang tegak menjadikan Tulip tidak mudah rontok sehingga awet sebagai hiasan. Saya mengagumi Tulip sejak saya berada di bangku kuliah. Saat itu saya belum pernah melihat secara langsung, hanya melihat di kalender-kalender dinding yang biasa ibu saya dapatkan dari para koleganya. Dari gambar kalender itu membuat saya semakin jatuh hati, hingga saya sering menggambar di ketas yang saya tempel di dinding kamar.
Bukan rahasia lagi bahwa Tulip selalu diidentikkan dengan negara Belanda atau Holland karena bunga ini dijadikan identitas negara kincir angin tersebut. Di Belanda, Tulip menjadi sebuah komoditi ekspor yang memberikan pemasukkan devisa sangat tinggi dan menjadi salah satu penopang perekonomian negara tersebut. Tak heran jika di belanda ada sebuah tempat namanya Keukenhof yang setiap musim semi menyajikan festival Tulip dan menjadi magnet bagi wisatawan. Keidentikan Tulip dan Belanda tersebut yang dulu selalu mendorong saya mendatangi pameran pendidikan Belanda yang diadakan di Yogyakarta dimana simbol bunga Tulip selalu tersemat di flyer-flyer universitas atau besaiswa yang ditawarkan.
Alhamdulillah, saya diijinkan menyentuh Tulip pertama kalinya ketika saya mengikuti sebuah conference di New Zealand, walaupun waktu itu hanya menemukan sepetak tanah yang ditanami pohon Tulip berwarna hitam di sebuah taman di dekat danau Queenstown, hati saya seolah berkata “my dream comes true”. Memang saat ini Tulip sudah menyebar ke beberapa negara empat musim karena tulip akan tumbuh dan mekar di musim semi dengan suhu berkisar 16-18 °C. Jika sudah memasuki musim panas maka bunga Tulip akan meranggas dan menyisakan bulb (umbi) saja. Semacam hibernasi selama musim panas, bulb ini nantinya akan bertunas kembali saat musim semi tahun berikutnya tiba kembali. Mashaa Allah, sungguh ciptaan Allah penuh kesempurnaan.
Namun tahukah sobat bahwa Tulip ternyata berasal dari Asia Tengah lho!
Tulip awalnya hanyalah sebuah tumbuhan liar yang tumbuh di pegunungan Pamir dan Hindu Kush di Kazakhtan dan pertama kali dibudidayakan oleh kerajaan Turki Utsmani atau Ottoman di tahun 1000 Masehi. Nama Tulip berasal dari Bahasa Turki “Turban”, hal ini dikarenakan bentuk Tulip ketika masih kuncup mirip dengan Turban penutup kepala pria Turki kala itu. Perintah menanam Tulip di kebun kerajaan dilakukan oleh Sultan Mehmed I yang memerintah dari tahun 1413 sampai 1421 Masehi.
Kedudukan Tulip di kerjaan Ottoman semakain tinggi sejak Ottoman dipimpin oleh Sulaiman I atau lebih terkenal dengan Suleiman the Magnificent. Dibawah Sulaiman I, Tulip mulai ditanam secara profesional dan menjadikan bunga ini menjadi lebih terkenal dibanding bunga Mawar yang kala itu menjadi bunga paling di sukai oleh kerajaan dan masyarakat Turki. Tak jarang Sulaiman I menggunakan kata Tulip dalam setiap puisi yang ditulisnya. Bentuk bunga tulip juga diidentikan dengan tulisan Allah (ﷲ), dalam Bahasa Arab dan menjadikan bunga ini menjadi salah satu bunga yang paling sering dipakai dalam seni islam dan hiasan dinding masjid. Sejak saat itu Tulip menajdi simbol nasional kerajaan Ottoman.
Lalu kapankah Tulip bisa sampai Belanda atau Holland?
Tulip dibawa ke Belanda oleh seorang duta besar raja Ferdinand I untuk Sultan Sulaiman I yang bernama Oghier Ghislain de Busbecq pada abad ke-16 atau tahun 1594. De Busbecq sangat takjub dengan Tulip yang tumbuh di halaman kerajaan Istanbul, kemudia dia menyerahkan beberapa bulbs (umbi) ke Carolus Clusius. Carolus Clusius adalah seorang botanist yang mengajar di Universitas Leiden dan juga diberi mandat untuk mengmabil alih kebun raya tertua di Eropa yang berada di Leiden, Hortus Botanicus of Leiden untuk memastikan penyebaran Tulip di negara kincir angin tersebut.
Masa kejayaan Tulip di Turki semakin meningkat di bawah kepemimpinan Sultan Ahmed III (1703-1730). Pada masa Sultan Ahmed III tersebut aturan terkait perdagangan Tulip ditegakkan secara tegas demi melindungi eksistensi Tulip di Turki. Kecintaanya terhadap Tulip diwujudkan dengan membuat dewan khusus yang ditunjuk untuk membudidayakan Tulip dan memberikan nama-nama pada jenis Tulip yang berbeda. Pada saat ini pula dilakukan pengklasifikasian Tulip dan penilaian kualitasnya oleh dewan tersebut yang juga bertugas sebagai ahli perangkai bunga istana. Pada saat itu, bunga Tulip menajdi komoditas yang mahal.
Nah, sebelum Tulip sukses dibudidayakan dan menjadi icon Holland, ternyata Tulip lebih dulu menjadi simbol nasional kerajaan Ottoman dan dibudidayakan secara professional saat itu. Bagi kita yang ingin menikmati pesona Tulip di negeri asalnya, berkunjung ke Turki adalah sebuah pilihan yang tepat karena setiap tahunya ada festival Tulip yang diselenggarakan di berbagai tempat misalnya Emirgan Park, Camlica Park, Taksim Square dan Gulhane Parak.
Inshaa Allah suatu saat Tulip juga bisa kembali menjadi komoditas yang paling menjanjikan bagi Turki ya. Amin.