Desentralisasi Pendidikan dan Hal-Hal yang Belum Selesai

Desentralisasi Pendidikan dan Hal-Hal yang Belum Selesai

Judul               : Education Decentralisation in Indonesia: Community Participation, Market, Politict dan Local Identity

Penulis             : HR Alpha Amirrachman

Penerbit           : Suara Muhammadiyah

Cetakan           : 1, Desember 2021

Tebal, ukuran  : xx + 232 hlm, 14 x 21 cm

ISBN               : 978-602-6268-97-6

 

Kebijakan  pendidikan di suatu negara  dipengaruhi oleh banyak hal, salah satu faktornya disebabkan oleh perubahan dinamika sosial-politik. Indonesia memasuki fase transisi dengan berakhirnya pemerintahan Orde Baru dan dimulainya era reformasi. Sejak 1998, dicetuskan dan dirancang berbagai agenda reformasi di semua bidang kehidupan, termasuk reformasi dalam dunia pendidikan. Agenda reformasi pendidikan ditandai dengan proses desentralisasi yang diimplementasikan pemerintah melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, yang kemudian diubah menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam pengelolaan pendidikan, mulai ditetapkan pembagian dan pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah propinsi dan kabupaten/kota. Pelaksanaan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat-daerah menjadi momentum dalam mereformasi penyelenggaraan pendidikan dari aspek kebijakan, kurikulum, birokrasi, pendanaan, sumber daya guru, hingga manajemen pendidikan. Kebijakan ini memberi angin segar bagi perubahan arah pendidikan Indonesia, sebab desentralisasi pendidikan di banyak negara telah menjadi awal mula dari proses reformasi pendidikan secara keseluruhan.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah memberi kewenangan bagi pelaksanaan otonomi pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah. Kebijakan terkait dengan mutu sekolah diserahkan kepada setiap proses pentahapan satuan pendidikan. Pemerintah menunjukkan komitmennya pada perubahan ini dengan menetapkan investasi pendidikan sebesar 20% dari total APBN. Setelah dukungan dalam bentuk kebijakan, langkah selanjutnya adalah terkait dengan pelaksanaan komitmen secara berkelanjutan di berbagai level dan usur yang terkait dengan proses pendidikan.

Dalam buku ini, Alpha Amirrachman menunjukkan pengalaman pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Provinsi Kalimantan Barat dan Provinsi Banten. Tentunya, dua provinsi ini tidak dapat mewakili keseluruhan dari pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia yang sudah berlangsung belasan tahun. Bangsa Indonesia yang sangat beragam dari Aceh hingga Papua memiliki filosofi dan praktik penyelenggaraan pendidikan yang beragam. Pendidikan di pusat kota Jakarta tidak dapat disamakan dengan pendidikan di ujung pelosok Indonesia, dari segi input hingga outputnya.

Identitas lokal perlu dipertahankan dalam kebijakan desentralisasi pendidikan. Peserta didik tidak boleh kehilangan kebudayaan luhur yang diwariskan dari nenek moyangnya. Kekhasan itu perlu dijadikan sebagai potensi dan dipertahankan di tengah situasi dunia yang semakin global dan masifnya kebudayaan luar masuk ke setiap lapisan masyarakat. Tanpa pembiasaan di lembaga pendidikan, identitas lokal bisa tergerus perlahan oleh kebudayaan global yang gencar dipasarkan melalui berbagai media.

Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah ini mengingatkan tentang pentingnya pengembangan tata kelola pendidikan dan pengembangan Sumber Daya Manusia penggerak pendidikan. Antara lain dengan mengubah orientasi menjadi lebih berbasis data sains hingga pemanfaatan sistem terpadu, transparan, profesional, dan akuntabel. Selain itu, perlu juga mengubah kesadaran dan orientasi pendidik dan peserta didik dari yang sifatnya lokal kepada kesadaran sebagai warga dunia atau masyarakat global abad ke-21.

Kebijakan desentralisasi pendidikan menemukan relevansinya di era serbadisruptif. Di saat berbagai perubahan terus terjadi, pelaku pendidikan harus bergerak dinamis dan adaptif dalam merespons perubahan secara cepat. Dunia birokrasi pendidikan yang berbelit-belit seperti di era sentralisasi perlu segera ditinggalkan, digantikan dengan ragam inovasi kebijakan yang lebih tepat guna. (Ribas)

Exit mobile version