Kesaksian Para Tokoh Tentang Buya Syafii Maarif

Kesaksian Para Tokoh Tentang Buya Syafii Maarif

Jumat pagi, 25 Mei 2022 pukul 10:15 WIB, Buya Prof Dr Ahmad Syafii Maarif meninggal dunia. Jenazah Buya yang disemayamkan di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta didoakan oleh ribuan warga, tokoh agama, hingga pejabat negara. Almarhum dimakamkan di Pemakaman Husnul Khatimah Dusun Donomulyo, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulonprogo, DIY, selepas asar. Presiden Joko Widodo didampingi keluarga, Ketua Umum PP Muhammadiyah, dan sejumlah tokoh lainnya melepas Buya Syafii ke peristirahatan terakhir. “Inilahi wainnailaihi Raji’un, atas nama pribadi, atas nama bangsa, atas nama negara, Saya menyampaikan ucapan duka cita mendalam atas wafaatnya beliau Buya Syafii Maarif,” ungkap Presiden Jokowi.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengadakan takziyah virtual untuk mengenang Buya Syafii Maarif pada 27 dan 28 Mei 2022. Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarno menyampaikan bahwa kiprah Buya Syafii yang melintas batas sungguh menjadi teladan. “Buya melihat manusia sebagai manusia, yang ini semua membuat Buya bisa diterima oleh semua golongan,” ujarnya. Sikap dan pemikiran beliau yang humanis berangkat dari keimanan yang kokoh. “Beliau tidak pernah melewatkan salat berjamaah jika tidak sedang berhalangan.” Buya Syafii biasa menerima tamu setelah selesia salat lima waktu, terutama setelah salat magrib sampai waktu isya.

Di luar itu, Agung Danarto menyebut bahwa Buya Syafii punya perhatian sangat besat terhadap perkaderan di Persyarikatan. “Sejak sekitar 10 tahun lalu, Buya Syafii menjadi ketua panitia pembangunan Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta,” katanya. Buya punya harapan besar kepada generasi dan kader muda bangsa.

Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla menyampaikan dukacita mendalam atas wafatnya Buya Syafii. Menurutnya, Buya adalah sosok guru bangsa. “Guru bangsa itu memberikan pendidikan, atau pengertian, atau nasehat-nasehat kepada bangsa ini. Almarhum sudah melakukannya dengan baik,” katanya. Buya Syafii sering menyampaikan pandangan kritis kepada bangsa ini, “agar bangsa ini berjalan sesuai dengan jalannya.” Tidak hanya mengkritik, Buya Syafii dinilai oleh Jusuf Kalla sebagai sosok yang seimbang untuk mengapresiasi. Misalnya, pernyataan Buya Syafii, “JK itu the real president” yang memberi semangat dan motivasi. Kalimat ini membuat JK tidak enak kepada presiden saat itu.

Jusuf Kalla juga melihat Buya sebagai sosok yang bergaul dengan semua. “Di antara pemuka agama di Indonesia, beliau lah yang paling banyak sahabat-sahabatnya, dari berbagai agama,” kata JK. Beliau tidak canggung untuk bergaul dengan semua kalangan secara apa adanya. Beliau bergaul tanpa kepentingan. “Beliau tidak banyak mencampuri urusan politik,” tukas Jusuf Kalla.

Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Prof Sumaryanto menyatakan bahwa UNY yang pernah menjadi rumah bagi Buya Syafii sangat berduka dan berbelasungkawa atas kepergian Buya Syafii. Beliau menjadi teladan bagi segenap civitas akademika UNY untuk senantiasa berbuat kemuliaan. “Almarhum sosok ayahanda yang cendekia, religius, sederhana. Dan itulah yang menginspirasi kami sebagai anak, cucu, dan junior,” katanya. “UNY hanya menjadi belantara kecil.” Buya Syafii berkiprah sangat besar bagi bangsa dan bahkan dunia. “Kita lanjutkan cita-cita beliau,” tukasnya.

Anggota Kantor Staf Kepresidenan Siti Ruhaini Dzuhayatin menyebut, “berat rasanya di hati ini untuk melepas beliau.” Sebagai junior dan murid, Ruhaini menyerap banyak hal dari Buya. “Secara intensif, saya sebetulnya adalah murid beliau ketika mengikuti pelatihan dan pembibitan dosen.” Ruhaini melihat bahwa transformasi pemikiran beliau dari keinginan untuk mewujudkan negara Islam menjadi keinginan untuk meweujudkan negara muslim. Perubahan pemikiran Buya terjadi setelah beliau belajar secara mendalam. “Satu hal yang menjadi legacy: kekuatan beliau untuk menjadikan proses transformasi kebangsaan ini yang menurut beliau belum selesai.” Kehendak Buya ini adalah bagaimana menjadikan Indonesia sebagai suatu nation state yang kuat dengan bertolak pada etika nilai yang kokoh.

Sahabat Buya Syafii, Sudhamek AWS mengenang Buya Syafii sebagai sosok yang dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia. “Wafatnya beliau bukan hanya kehilangan besar bagi keluarga, tetapi kehilangan besar bagi bangsa Indonesia,” ujarnya. Meskipun berat, perjalanan Buya harus kita ikhlaskan agar lancar dalam perjalanan berikutnya. “Memberikan penghormatan kepada Buya Syafii rasanya tidak pernah ada habisnya.”

Sudhamek mengajak semua warga untuk meneruskan perjuangan Buya Syafii. “Buya akan lebih tersenyum jika kita bisa meneruskan cita-cita beliau.” Salah satu perhatian Buya adalah mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa untuk membumikan Pasal 33 UUD 1945 dan Sila Kelima Pancasila. “Beliau memesan supaya disusun suatu sistem ekonomi Pancasila,” katanya. Kalau cita-cita bangsa ini yang sudah dinyatakan sejak 70 tahun yang lalu dan diingatkan berulang kali oleh Buya Syafii ini terwujud, maka Buya akan lebih bahagia.

Sekretaris Majelis Ulama Indonesia, Amirsyah Tambunan mengatakan, “Kita masih membutuhkan beliau.” Kita semua perlu mengikuti jejak langkah beliau dari sisi intelektualitas dan kesediaan bergaul dengan semua kalangan. Beliau sangat akrab dengan anak-anak muda. “Sebagai ketua PP, jika kita ke Menteng (kantor PP Muhammadiyah), beliau makan di kantin belakang,” ujarnya.

Cendekiawan Muda, Sukidi baru saja menemani sahabat Sudhamek melayat ke makam. “Saya menyaksikan Pak Sudhamek sangat kusyuk mendoakan Buya. Ini memberikan inspirasi yang cukup berkesan di hati saya.” Buya adalah sosok yang humanis, sosok pejuang kemanusiaan. Buya seorang yang betul-betul humanistik yang mengupayakan kebajikan bagi orang lain. Hidupnya sudah selesai, dan hidupnya dipersembahkan bagi kemanusiaan.

Sisi kemanusiaan dan sisi hidupnya yang sudah selesai dengan dirinya itu yang membuat Buya cukup nyaman bersahabat dengan seorang Budhis, Katolik, Satpam, Presiden, dan semuanya. “Bagi Buya, semua sekat telah lebur. Yang Buya hayati hanya human dignity. Di mata Buya, semua kita dipandang mulia,” kata Sukidi. Hal itu yang membuat Buya dekat dengan takmir masjid dan di saat yang sama juga dekat dengan Presiden. “Kemanusiaan yang diperjuangkan Buya adalah kemanusiaan yang compassion to all.”

Bagi Buya, ungkap Sukidi, bermuhammdiyah ditarik ke tengah. Bermuhammadiyah artinya menjalankan sikap rasional, disiplin, berorientasi kemajuan dan mencintai bangsa. Bermuhammadiyah yang benar adalah bermuhammadiyah yang mengabdi kepada bangsa secara tulus, dan punya perhatian kepada kemajuan negeri ini. “Spirit Islam yang dijiwai oleh Buya Syafii adalah spirit Islam yang bukan hanya kecintaan kepada umat Islam, tetapi juga kecintaan pada tanah air dan kecintaan kepada seluruh umat manusia.” Dakwah yang Buya perjuangkan adalah dakwah yang memenuhi tiga hal: bahwa wajah Tuhan yang rahman dan rahim; kesadaran menjiwai Nabi sebagai Nabi yang penuh rahmah; Islam yang kita perjuangkan adalah Islam yang memberikan rahmat kepada semua.

Cendekiawan Muslim, Amin Abdullah mengenap beberapa pertemuannya dengan Buya Syafii sejak awal kepulangannya dari studi doktor. Terakhir itu Buya WA, “Coba dipikirkan itu madrasah-madrasah.” Maksudnya adalah tentang peningkatan kualitas guru-guru madrasah. Alhamdulillah, melalui komunitas Leimena, program ini mulai dijalankan. Ini lembaga bukan Islam membantu orang Islam. “Buya adalah milik banyak orang.” Kata Amin mengutip Romo Magniz Suseno, “Buya itu beragama dengan baik tetapi respect kepada semua orang beragama lain.” Hal lain, Buya kukuh dengan akidahnya. “Meskipun berteman dengan semua umat beragama, tidak sedikitpun mendangkalkan akidahnya.” Amin menyaksikan, “Ketika saya takziyah ke masjid Kauman, itu ada orang dari beragam agama ikut takziyah.”

Cendekiawan Muslim, Abdul Munir Mulkhan memiliki banyak kenangan tentang Buya Syafii, terutama tentang sikap kesederhanaannya. “Tahun 90-an, kami bersama-sama, Buya, saya, Pak Watik Pratikya, Jaldan Badawi itu menuju ke tempat Buya bertugas sebagai guru di Wonogiri.” Artinya, Buya berangkat dari orang kecil, seorang guru honorer, yang tumbuh menjadi orang besar. Munir juga mengenang Buya ketika sesudah pemilu Presiden 2014, “kita berbicara tiga orang. Buya, Hendropriyono, dan saya. Saat itu, antara Buya Syafii dan Hendropriyono saling melempar jabatan ketua wantimpres.” Saat berbeda, Buya menolak jabatan komisaris utama beberapa BUMN karena merasa itu makan gaji buta, tidak sesuai gaji yang diterima dengan pekerjaan yang dilakukan.

Pengurus Pusat dari Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia Budi Santoso Tanuwibowo mengatakan bahwa Buya adalah sosok guru bangsa langka. “Beliau adalah tokoh yang jernih dalam berpikir, lantang dalam berbicara, namun sepi dalam pamrih. Pamrihnya untuk kita semua, untuk kebaikan bangsa Indonesia.” Kita perlu menghadirkan kembali tokoh-tokoh penerus beliau. “Spirit, semangat, dan wisdomnya semoga tetap tercurahkan.” Kata-kata beliau berangkat dari jiwa yang tulus.

Rektor Universitas Pendidikan Muhammadiyah Sorong, Rustamadji mengaku Buya punya peran bagi tanah Papua. “Suatu saat beliau mengantar istri ke RS PKU Muhammadiyah Gamping, saya ketemu beliau di lorong. Saya menyampaikan berita-berita prestasi Muhammadiyah di Papua. Kata Buya, nah berita-berita seperti ini yang membuat saya bahagia, sehat, dan panjang umur.” Buya mendukung penuh perguruan tinggi di Papua. Manfaat dari pengaruh Buya besar bagi tanah Papua secara langsung dan tidak langsung. Beberapa keputusan didapat berkat jasa Buya, terutama karena pengambil kebijakan merasa hormat kepada Buya.

Aktivis Muhammadiyah Aceh, Fauzi Abubakar mengingat tentang kepedulian Buya pada tanah Aceh yang sebelumnya dikenal sebagai wilayah konflik. Buya rajin bertanya tentang kondisi tanah yang sering dilanda perang. Kepedulian beliau terhadap kemanusiaan sungguh otentik. Puluhan tahun Aceh dilanda perang, dan Buya adalah salah satu sosok yang sangat peduli, yang menginginkan Aceh berhenti berperang dan memulai damai.

Ikhwan Ahada mewakili keluarga menyampaikan terima kasih atas doa dari semua sahabat, kolega, dan bangsa Indonesia. Keluarga menyampaikan terima kasih atas perhatian bangsa Indonesia kepada Buya Syafii, sejak sakit hingga pemakaman. (Ribas)

Exit mobile version