Tantangan Internasionalisasi Muhammadiyah

muslim Amerika Serikat

Muhammad Ali PCIM Amerika Serikat

CALIFORNIA, Suara Muhammadiyah – Sejak berdirinya, Muhammadiyah telah berusaha membangun basis kewargaan, Muslim Urban yang Civic, terpelajar, mandiri dan berkemajuan dengan jaminan kesehatan, pendidikan modern, kemandirian ekonomi dan politik yang elegan dan adiluhung. Selain itu, Muhammadiyah juga turut membangun supremasi sipil, membangun moderasi beragama, berbudaya, berekonomi dan berpolitik. Gerakan inilah yang nantinya melahirkan “Bangsa” pada 28 Oktober 1928.

“Sebetulnya ada satu proklamasi yang cukup penting yang perlu diingat dan diperingati oleh bangsa Indonesia selain proklamasi kemerdekaan, yaitu proklamasi kelahiran kebangsaan tanggal 28 oktober 1928,” ungkap Prof Dr Hj Siti Ruhaini Dzuhayatin MA pada Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Jum’at (17/06).

“Bangsa Indonesia inilah yang selanjutnya melahirkan negara yang dimaksudnya sebagai entitas untuk memberikan pengayoman dan merawat bangsa yang di dalamnya ada warga negara,” lanjutnya.

Dalam pengajian bertajuk “Kalender Islam Global dan Internasionalisasi Muhammadiyah” yang dilaksanakan secara daring itu, Siti Ruhaini juga menyampaikan bahwa ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan transformasi Islam berkemajuan menuju Khoiiru Ummatin (umat terbaik). Pertama adalah aksentuasi Islam rahmatan lil alamin dengan menuju pada peruabah lebih baik; berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khoirat dalam QS Al-Baqarah: 148); menuju peradaban utama umat terbaik (Kuntum khoiru ummatin dalam QS Ali Imran : 110), melalui gerakan menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran (ta’muruna bil ma’ruf wa tanhauna ‘anil munkar) yang berbasis pada pemberdayaan umat (Al-maun).

Kedua adalah dengan melakukan transformasi nilai-nilai Islam yang tetap relevan, responsive, prospektif dengan perubahan sosial, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuju “khoiru ummatin”.

Ketiga dengan pembaruan—tajdid—yang berbasis empiris dan rasional. Menurutnya, agama perlu mengadaptasi ilmu pengetahuan baru yang lebih membawa pada “khoiru ummatin” dengan berbasis pada pendidikan modern, kesehatan yang berbasis ilmu pengetahuan serta pengentasan kemiskinan yang sistematis.

Lebih jauh, Staf Khusus Presiden RI tahun 2018-2019 itu juga menyampaikan beberapa tantangan internasionalisasi Muhammadiyah. beberapa tantangan tersebut adalah memastikan tauhid sosial, pencerahan, mobilisasi amal saleh, serta networking dengan berbagai pihak dalam hal kebajikan.

Hal yang tidak kalah penting menurut Ruhaini adalah memastikan konsistensi non-politis Muhammadiyah di Indonesia. Selanjutnya, Muhammadiyah juga perlu memperkokoh komitmen kebangsaan, kemanusiaan, demokrasi dan kompatibilitas nilai-nilai universal.

Perlunya memperkuat internasionalisasi, baik dalam hal gerakan maupun liputan media berskala internasional pada isu kemanusiaan di negara-negara konflik seperti Palestina, Afganistan, Myanmar, Philipina, hingga Thailand.

Ahli utama kantor staf presiden RI itu juga menyarankan untuk memperbanyak tokoh-tokoh Muhammadiyah di kancah Internasional. Baik di PBB, OKI, maupun ASEAN.

“Perlu konsistensi tokoh-tokoh Muhammadiyah agar tidak terlibat serta disasosiasi dengan aktivitas polarisasi, keterbelahan sosial dan ekstrimisme. Termasuk peningkatan reputasi di bidang pendidikan,” terangnya.

Sementara Associate Profesor, Religious Studies Departement & Chair, Middle East and Islamic Studies Program, University of California, Prof Muhammad Ali PhD menyampaikan bahwa tantangan yang dihadapi Muhammadiyah saat ini adalah bagaiman mengenalkan Muhammadiyah kepada masyarakat global.

“Bagaimana orang-orang yang non-Indonesia, Muslim yang non-Indonesia, atau yang tidak memiliki hubungan dengan Indonesia yang berbahasa inggris, yang berbahasa arab, yang berbahasa turki, yang berbahasa china, yang berbahasa lain sebagainya. Itu juga tertarik dan menjadi anggota, members dari organisasi seperti Muhammadiyah,” tuturnya. (dandi)

Exit mobile version