Inspirasi Pemberdayaan dari Lazismu Bantul Kota

Inspirasi Pemberdayaan dari Lazismu Bantul Kota

Oleh: Muhammad Ridha Basri

Dalam Islam, terdapat ketentuan tentang ibadah maliyah. Syariat Islam menekankan pentingnya menunaikan zakat, infak, dan sadaqah, yang nilai gunanya untuk memberdayakan sesama. Ibadah yang terkait dengan harta itu bahkan menjadi salah satu pilar dari agama serta menjadi indikator dan penentu kualitas keimanan seorang hamba.

Lembaga Amil Zakat, Infak dan Sadaqah Muhammadiyah (Lazismu) Pimpinan Cabang Muhammadiyah Bantul Kota sangat menyadari pentingnya visi dan implementasi pengelolaan dana umat. Guna mendapat kepercayaan donatur, lembaga ini senantiasa berusaha amanah dan akuntabel. Pada 2021, Lazismu Bantul Kota berhasil mengimpun Rp 1.200.158.800, dan melakukan penyaluran Rp 1.140.463.100. Bagi sebuah Kantor Layanan yang baru berdiri pada 2017 dan sempat berjalan tertatih, keberhasilan ini menjadi sesuatu yang membanggakan.

“Kalau lembaga lain mengejar donasi banyak, kalau kita mengejar penyaluran paling banyak. Jadi, kita target menyalurkan sekian ratus juta, nah nanti target penyaluran itu sudah ada nominalnya, berarti kan secara otomatis kita, mau tidak mau, juga harus cari dana. Nah dananya itu kita mengajak sinergi. Kalau makin banyak kita bantu, maka akan banyak donasi yang masuk,” ungkap Sa’id, ketua Lazismu Bantul Kota.

Keberhasilan itu tidak hanya dinilai dari besaran angka, tetapi juga dari inisiasi dan capaian program. “Alhamdulillah 1,2 Milyar itu berkat kita bisa kolaborasi dengan Aisyiyah, Muhammadiyah, dan ortom lainnya,” kata mahasiswa semester enam di Universitas Aisyiyah Yogyakarta itu. Ia masih ingat ketika di awal-awal, lembaganya berjalan sendirian. Ia melihat ada ketidakberesan, dan memulai untuk mengajak sinergi.

Pada awal 2019, Lazismu beraudiensi ke pimpinan Aisyiyah, dan mendapat banyak cerita memilukan. “Ada guru TK ABA yang hanya dibayar 50 ribu. Banyak yang di kisaran 100-300 ribu. Adapun kepala sekolah, umumnya menerima bayaran 600 ribu,” ujarnya kepada wartawan Suara Muhammadiyah, 23 Juni 2022. Saat itu, Aisyiyah Bantul Kota hanya mampu menyalurkan 150 ribu ke setiap TK ABA.

Sa’id berhasil meyakinkan pimpinan Aisyiyah untuk menyalurkan dana melalui Lazismu, sembari Lazismu mencari tambahan dana. ”Kita juga menjebatani masyarakat untuk berdonasi,” ujarnya. Hasilnya, dari yang sebelumnya menyalurkan 150 ribu per sekolah, kini dapat menyalurkan 150 ribu ke setiap guru. Tambahan nominal yang tidak seberapa ini cukup membantu para guru TK yang menjadi ujung tombak dalam mencerdaskan masa depan bangsa. “Harapan kami, guru itu minimal gajinya sama se-Kecamatan Bantul.”

Keberhasilan kolaborasi dengan Aisyiyah dalam program peningkatan kesejahteraan guru ini kemudian melebar ke program pemberdayaan lansia. Berupa pembagian paket makan bagi warga lanjut usia yang hidup dalam kondisi rentan. Mulanya hanya 70 lansia dari data binaan Aisyiyah yang disantuni. “Per tahun 2022, terakhir itu sudah tembus 580 lansia se-kecamatan,” kata Sa’id.

Program konsumtif ini sempat ingin dihentikan, tetapi melihat kondisi para lansia yang sangat menunggu-nunggu hari diantarkannya paket, program ini tetap dilanjutkan. Pernah suatu hari, program ini dihentikan karena bertepatan dengan hari raya idul adha. Ternyata para lansia yang rumahnya berdekatan, telah berkumpul untuk menunggu. ‘Mbak kok aku belum diantarkan? Belum makan dari pagi,’ kata salah satu lansia ke relawan Lazismu.

***

Ketika ledakan Covid-19 pada Juli 2021, Lazismu Bantul Kota membuka donasi langsung untuk melayani kebutuhan makan pasien yang menjalani isolasi mandiri. “Waktu itu kita tidak menyangka kalau yang daftar buat dapat nasi bisa sampai 300 sampai 600. Kita dulu membayangkan 50-100, tapi ketika data masuk, itu jumlahnya segitu. Dan akhirnya waktu itu, kita bisa jalan setiap hari, meskipun kalang kabut. Yang donasikan pas Covid-19 itu meledak, kita berpikir, yang donasi juga akan susah (karena situasi krisis), tapi alhamdulillah Allah menggerakan banyak donatur,” kata Sa’id.

Setelah situasi krisis pagebluk mereda, Lazismu Bantul Kota tidak lantas berhenti beramal, justru peluang amal baru terbentang di depan mata. Bermula dari data yang diberikan oleh sekolah-sekolah Muhammadiyah, ternyata anak-anak yang harus menjadi yatim atau yatim-piatu setelah pandemi merebak. Mereka di usia sangat muda harus kehilangan orang tua yang selama ini menopang segala kebutuhan dan pendidikan mereka.

Lazismu, kata Sa’id, lantas mengupayakan beasiswa bagi anak-anak yatim korban Covid-19 dan non-Covid-19.  Para yatim-piatu dari keluarga dhuafa didata, “Kita berikan beasiswa, tapi tidak cuma-cuma. Kita dampingi dua minggu sekali, kita benahi wudhu dan salatnya.” Mereka didampingi oleh pengasuh yang diupayakan oleh Lazismu. Anak-anak penerima beasiswa itu tidak diberikan uang cash sekaligus, tapi dibuatkan rekening tabungan di BMT. Mereka mengambil uang itu sesuai dengan kebutuhan, sembari tetap memiliki tabungan.

Keberadaan pengasuh ini memudahkan upaya pendampingan anak secara berkelanjutan. “Harapan kami, jangka pendek itu anak-anak yang korban Covid-19 maupun non-Covid-19 salatnya dapat terjaga. Planning terdekat kita itu, anak-anak mau ke masjid dulu.” Dalam jangka panjang, mereka tumbuh menjadi kader-kader umat dan persyarikatan yang berkualitas.

“Jadi ketika sudah ada kemauan untuk ke masjid, (harapannya) kader-kader Muhammadiyah itu etikanya baik. Mimpi kita, akan ada kader-kader yang kita sekolahkan ke Kairo, Timur Tengah, itu jangka panjang kami.” Sa’id juga berharap, “anak-anak yatim dan dhuafa yang kita didik dari kecil itu, besarnya nanti kembali ke Muhammadiyah.” Jika program seperti ini dilakukan, ia tidak sependapat dengan keluhan tentang organisasi yang kekurangan kader.

***

Keberhasilan Lazismu PCM Bantul Kota menghimpun dan menyalurkan 1,2 Milyar itu juga didorong oleh adanya program visioner. “Kita tahun 2021, sinergi juga dengan kelurahan. Kelurahan bedah rumah, kita punya dana segini, kelurahan mau bantu berapa, nanti kita bangun rumah. Dan, Alhamdulillah jadi. Kelurahan dapat nama, Lazismu dapat nama, dan Muhammadiyah dapat nama.” Selain bedah rumah, Lazismu juga menjalankan program renovasi toilet, lantai, dan jendela.

Lazismu Bantul Kota juga menjalankan program pembinaan desa di Gunungkidul yang mengalami kekeringan. “Alhamdulillah ada satu desa sudah dikatakan berhasil karena sejak tahun 2017 ketika kita melakukan kurban di sana, belum ada kurban sapi.” Tahun ini, sudah ada masyarakat yang mampu qurban beberapa sapi.

Di desa lainya, “kita rutin setiap tahun droping air, karena tidak ada sumber mata air. Tapi, alhamdulillah 2021 kemarin berkat banyak dukungan masyarakat sekian puluhan juta, bisa untuk mengebor sumur.” Keberhasilan ini disambut haru, sebab upaya mengebor sumur telah dilakukan berulang kali, misalnya dari NGO Jepang dan akademisi UGM, tetapi belum berhasil. Ketika Lazismu mencoba mengebor, sempat ada keraguan. Lazismu melihat ada peluang adanya mata air di bawah sebuah pohon besar yang selalu rimbun, meskipun di musim kemarau. Alhamdulillah, ternyata benar, di sana ada sumber mata air.

***

Lazismu Bantul Kota menjalankan dua program, yang sifatnya konsumtif dan produktif. Sa’id melihat bahwa program konsumtif ini terlihat meriah, tetapi tidak menyelesaikan masalah kemiskinan dan kesenjangan. Ada lembaga yang senang berbagi hal-hal konsumtif semata, seperti pembagian sembako. Sa’id melihat itu hal baik, tetapi tidak boleh berhenti di situ. Lazismu Bantul Kota juga tetap menjalankan program konsumtif ini dalam bentuk pembagian nasi bagi lansia-dhuafa yang memang sudah tidak bisa produktif.

“Untuk program produktif, kita fokus di anak yatim dan keluarga dhuafa. Anak yatim dan keluarga dhuafa itu datanya bisa sama, karena bisa jadi anak yatim itu masuk di datanya keluarga dhuafa. Yang anak yatim, produktifnya, kita sekolahkan. Orang tuanya, kita berdayakan di program ekonomi. Jadi anaknya juga dapat program produktif di pendidikan, orang tuanya di program ekonomi,” ulas Sa’id.

Program pemberdayaan ekonomi yang dijalankan Lazismu Bantul Kota antara lain berupa pendampingan pedagang asongan. Mulanya pendampingan jualan cilok. Lalu programnya dievaluasi dan muncul lagi pemberdayaan dawet. “Kita pertama kali menjalankan untuk dua orang, kita dulu tidak menyangka bisa sukses. Pertama kali jualan itu dapat 2,4 juta bersih per bulan. Jadi kita dampingi, sebulan pertama hampir setiap minggu itu kita cek, ada kendala atau tidak, ada kurang pelanggan atau tidak.” Mereka yang sudah memiliki penghasilan ini dibuatkan buku tabungan di BMT.

Pendampingan itu bahkan sudah dimulai sejak  sebelum diberikan gerobak untuk jualan. “Tahap pertama di pemberdayaan itu, kita kuncinya, orang mau sukses, dia mau berdaya dulu. Kita hanya membantu orang yang mau dibantu. Kita dampingi dari awal. Kita suruh latihan dulu, kita modali 100 ribu untuk 3 kali latihan (membuat dawet).” Kesadaran dan keinginan untuk berdaya ini penting, dan mendorong orang untuk mau belajar.

“Pemberdayaan itu tidak hanya tentang modal. Kan ada yang datang butuh modal sekian juta, kita gali dulu, masalahnya di pemasaran atau alat,” tukasnya. Jadi, semua program tidak ujug-ujug hanya masalah modal. Ada banyak yang diberikan modal, tetapi mentalitas untuk berdaya tidak ada, akhirnya modalnya sia-sia. Alat yang diberikan bahkan dijual kembali. Kata Qur’an, Allah tidak mengubah nasib suatu kaum, sampai kaum itu (punya keinginan) merubah nasibnya sendiri.

Exit mobile version