Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendapat banyak pertanyaan dari warga Muhammadiyah dan masyarakat melalui media sosial tentang hukum berkurban dengan hewan yang terkena PMK. Untuk menjawab pertanyaan itu, Tim Fatwa Agama Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah melakukan beberapa kali sidang pembahasan dengan mengundang ahli kesehatan hewan (dokter hewan) dan praktisi di bidang peternakan/penjualan hewan kurban. Setelah dilakukan kajian, Tim Fatwa Agama Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan fatwa sebagai berikut.
A. Tuntunan Ibadah Kurban
Ibadah kurban merupakan perintah Allah yang awalnya disyariatkan pada Nabi Ibrahim a.s. dan beliau sendiri yang mula-mula melaksanakannya. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an berikut ini,
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ اْلأَبْتَرُ. [الكوثر، 108: 1-3 ]
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” [QS. al-Kautsar, 108: 1-3].
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ. وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ. قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاَءُ الْمُبِينُ. وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ. وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي اْلآخِرِينَ. [الصفات، 37: 103-108 ]
“Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.” Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.” [QS. ash-Shaffat, 37: 103-108].
Ibadah kurban selanjutnya disyariatkan melalui Nabi Muhammad saw bersamaan dengan syariat shalat Iduladha pada tahun pertama sesampai beliau hijrah ke Madinah. Hukum ibadah kurban adalah sunah muakkadah berdasarkan beberapa hadis berikut,
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعَرِهِ وَأَظْفَارِهِ [رواه مسلم ]
“Dari Ummu Salamah (diriwayatkan), bahwa Nabi saw bersabda: Apabila kalian telah melihat hilal bulan Zulhijah (telah masuk tanggal 1 Zulhijah), dan salah seorang dari kalian ingin berkurban, maka hendaknya ia menahan rambut dan kukunya” [HR Muslim].
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ثَلاَثٌ هُنَّ عَلَىَّ فَرَائِضُ وَهُنَّ لَكُمْ تَطَوُّعٌ الْوِتْرُ وَالنَّحْرُ وَصَلاَةُ الضُّحَى [رواه أحمد ]
“Dari Ibn ‘Abbās (diriwayatkan) ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Ada tiga hal yang wajib untukku dan sunah untukmu yakni salat witir, menyembelih kurban dan salat duha.” [HR Aḥmad].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا. [رواه أحمد وابن ماجه وصححه الحاكم ]
“Dari Abu Hurairah (diriwayatkan), bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang mempunyai kelapangan (untuk berkurban) tetapi tidak berkurban, maka janganlah sekali-kali ia mendekati tempat shalat (‘Id) kami.” [HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan dinyatakan sahih oleh al-Hakim].
***
Hewan yang digunakan untuk ibadah kurban ialah hewan yang termasuk bahimatul-an‘am (hewan ternak), yaitu unta, sapi, kerbau, kambing, domba dan kibas. Tidak ada nash yang menjelaskan mana yang lebih utama dijadikan hewan kurban di antara hewan-hewan tersebut. Hewan yang akan dijadikan hewan kurban adalah hewan yang sehat, enak dipandang mata, mempunyai anggota tubuh yang lengkap, tidak ada cacat seperti buta, rusak kulitnya, pincang dan sebagainya. Hewan kurban disyaratkan telah memenuhi kriteria musinnah, yaitu unta yang telah berumur lima tahun lebih, sapi atau kerbau yang telah berumur dua tahun lebih dan kambing atau domba yang telah berumur satu tahun lebih. Selama masih ada binatang kurban dengan kriteria ini, tidak boleh berkurban dengan anak kambing (jadza’ah). Berikut ini dalil-dalil yang ada tentang kriteria hewan kurban,
عَنْ أَنَسٍ قَالَ ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا. [رواه البخارى ومسلم ]
“Dari Anas (diriwayatkan) ia berkata: Nabi saw telah berkurban dengan dua ekor kibas (domba) yang enak dipandang mata lagi mempunyai tanduk, beliau menyembelih sendiri dengan membaca basmalah dan takbir, kemudian meletakkan kakinya di atas leher kedua kibas itu.” [HR. al-Bukhari dan Muslim].
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَرْبَعٌ لاَ تَجُوزُ فِي الضَّحَايَا الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ عَرَجُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِي لاَ تُنْقِي. [رواه أحمد والأربعة وصححه الترمذى وابن حبان والحاكم ].
Dari al-Bara’ bin ‘Azib (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw berdiri di antara kami dan bersabda: Empat macam kecacatan yang tidak boleh untuk berkurban adalah buta yang jelas kebutaannya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya dan kurus kering yang tidak banyak dagingnya. [HR. Ahmad dan empat ahli hadits, dan dinyatakan sahih oleh at-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan al-Hakim].
عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَذْبَحُوا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ. [رواه مسلم ].
Dari Jabir (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Jangan kamu sembelih (untuk berkurban) kecuali (yang telah) musinnah (cukup umur), melainkan jika kamu kesulitan memperolehnya, sembelihlah jadza’ah (anak kambing). [HR. Muslim].
B. Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada Hewan Kurban
PMK merupakan penyakit infeksius virus yang bersifat akut. PMK sangat menular pada hewan berkuku genap dan sangat rentan bagi hewan ternak yang dijadikan hewan kurban (sapi, kerbau dan kambing). Gejala yang timbul karena PMK di antaranya adalah: a) panas tinggi, 39-41 derajat celcius; b) lemah, lesu, nafsu makan menurun; c) timbul lepuh atau sariawan pada area rongga mulut, gusi dan lidah; d) timbul lepuh sekitar puting pada betina dan penurunan produksi susu; e) hypersalivasi, yaitu air liur berlebihan menggantung dan berbusa; f) luka pada kaki sampai menyembabkan pincang akut; g) pada kondisi akut, hewan tidak mampu berdiri dan berat badan menurun. Namun begitu, ditemukan pula beberapa kasus hewan mati mendadak dengan tanpa gejala umum di atas.
Penyebab penyakit ini adalah virus tipe A dari famili picornaviridae jenis apthovirus yang mudah menyebar lewat udara dan bisa bertahan sampai 30 hari. Cara penularan dari virus ini adalah: a) kontak langsung maupun tidak langsung dengan hewan penderita (droplet/leleran hidung/serpihan kulit); b) vektor hidup (terbawa manusia); c) bukan vektor hidup (terbawa mobil angkutan/peralatan/alas kendang dan lain-lain); d) tersebar melalui angin, bisa mencapai 60 km di darat dan 300 km di laut. Ketika virus telah masuk ke hewan, masa inkubasinya 2-14 hari dan pada umumnya di hari yang keempat gejala infeksi virus sudah sangat kelihatan. Hewan yang terkena PMK dapat diobati asal belum terlambat dan harus diisolasi agar tidak menular ke hewan lain. Hewan yang belum terkena PMK harus dijaga kesehatannya dengan menambah nutrisi atau vitamin agar tidak mudah terpapar virus PMK.
PMK tidak bersifat zonosis (tidak menular pada manusia), sehingga kalau ada sapi yang dijadikan hewan kurban dan ternyata sapi itu terkena PMK, daging dari sapi yang sakit tidak berpengaruh bagi kesehatan orang yang mengonsumsinya. Namun begitu, kerugian ekonomi akibat dari penyakit ini cukup tinggi, khususnya dialami oleh para peternak dan pedagang hewan.
PMK telah masuk di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini mengakibatkan problem pada pelaksanaan ibadah kurban, di antaranya: a) bolehkah hewan kurban yang sudah positif terkena PMK tetap dijadikan hewan kurban? b) jika hewan kurban mati karena PMK sebelum disembelih, apakah sahibulkurban harus menggantinya, menjadi tanggung jawab panitia kurban atau dapat dikembalikan pada penjual?
C. Hukum-hukum Terkait Ibadah Kurban di Masa Wabah PMK
Berdasarkan dalil bayani dari nash di atas dan dalil burhani dari keterangan para ahli mengenai PMK, maka Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyepakati beberapa ketentuan sebagai berikut,
- Pada dasarnya, hewan ternak yang dijadikan hewan kurban harus memenuhi kriteria sehat sebagaimana disebutkan pada dalil hadis di atas. Jadi, hewan yang sedang sakit tidak sah untuk dijadikan hewan kurban. Persoalannya, sakit yang bagaimanakah yang menyebabkan hewan tidak layak dijadikan hewan kurban? Pada hadis di atas disebut kriteria al-marīḍatu al-bayyinu maraḍuha (sakit yang jelas sakitnya). Maksud dari “sakit yang jelas” adalah sakit yang berat, sakit yang sudah hampir tidak mungkin sembuh atau sakit yang hampir pasti menyebabkan kematian. Sakit berat bagi hewan ini ditandai di antaranya dengan menyebabkan kuku melepuh dan terkelupas dan kaki menjadi pincang akut, tidak mau makan hingga berat badan berkurang, berbaring terus tidak bisa bangun. Hewan yang sakitnya ringan, atau dapat disebut sebagai al-marīḍatu al-khafīfu maraḍuha pada hakikatnya tidak masuk dalam kategori ini. Dengan demikian, hewan kurban yang terkena PMK dan belum menunjukkan gejala-gejala berat seperti di atas tetap sah dijadikan hewan kurban. Untuk mengetahui kondisi kesehatan hewan terkait PMK hendaknya dikonsultasikan kepada dokter hewan di tempat masing-masing (Puskeswan atau lainnya).
- Sahibulkurban atau panitia pelaksana kurban harus cermat dalam memilih dan membeli hewan kurban. Hewan kurban yang sedang sakit tidak boleh dibeli. Hewan kurban yang berasal dari daerah yang penularan PMK-nya cukup tinggi tidak boleh dibeli, karena berpotensi besar tertular atau menularkan virus PMK. Setiap pembelian hewan kurban harus disertai dengan surat keterangan kesehatan hewan dari dokter hewan yang bertugas di tiap Puskeswan. Pada masa pemeliharaan, harus dijaga betul penerapan protokol kesehatan di sekitar hewan kurban untuk mengurangi potensi penularan. Hewan juga harus diberi makan dan nutrisi/vitamin tambahan agar tidak mudah terpapar virus PMK. Hal ini sejalan dengan kaidah fikih سَدُّ الذَّرِيْعَةِ(menutup jalan kerusakan) dan sebagai bentuk kehati-hatian. Namun, apabila di suatu daerah ada kesulitan atau bahkan tidak dapat ditemukan hewan yang sehat, atau setelah dibeli dan menjelang waktu penyembelihan hewan kurban jatuh sakit, maka dibolehkan menjadikannya hewan kurban. Hal ini sesuai dengan kaidah المَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ (kesulitan mendatangkan kemudahan) dan kaidah الضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْضُوْرَاتِ (keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang) dengan tetap memperhatikan ketentuan pada butir 1 di atas.
- Apabila hewan kurban mati karena PMK sebelum dilakukan penyembelihan, maka sahibulkurban tidak diharuskan mengganti hewan kurbannya, karena sudah mendapat nilai pahala niat berkurban, meskipun ada “kerugian” secara materiil, yaitu tidak diperoleh daging kurban yang akan dibagi-bagikan sebagaimana mestinya. Adapun hewan kurban yang terkena PMK dalam keadaan bergejala berat dan besar kemungkinan akan mati, kemudian disembelih paksa agar masih dapat dimanfaatkan dagingnya, maka penyembelihan tersebut bukan termasuk penyembelihan hewan kurban, melainkan penyembelihan hewan biasa. Namun, ketika tidak mungkin dilakukan pengadaan hewan kurban pengganti, maka sejatinya sahibulkurban telah mendapat nilai pahala niat berkurban. Mengenai siapa yang harus bertanggungjawab, hal ini perlu disepakati sebelumnya dengan pedagang atau peternak dan dimusyawarahkan bersama panitia pelaksana kurban untuk memperoleh jalan keluar yang paling maslahat.
- Daging hewan kurban yang terkena PMK masih dapat dikonsumsi oleh manusia. Sebagai bentuk kehati-hatian, pada bagian-bagian yang terkena gejala PMK seperti mulut, lidah, kaki dan jeroan dapat disterilkan dengan cara direbus terlebih dahulu dalam air mendidih selama lebih dari 30 menit atau dibuang (tidak dikonsumsi) bila merasa jijik atau khawatir.
Demikian, semoga bermanfaat dan mencerahkan.
Wallahu a’lam bish-shawab.