BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung (UM Bandung) sekaligus sejarawan Muhammadiyah Sopaat Rahmat Selamet MHum mengatakan bahwa HM Djamhari menjadi salah satu tokoh terkenal di kalangan warga Muhammadiyah khususnya di Jawa Barat.
Alasannya, kata Kang Sopaat (sapaan akrabnya), karena tokoh ini berkontribusi besar bagi berkembangnya Muhammadiyah di tanah Sunda.
“Tokoh ini juga terkenal sebagai seorang saudagar atau entrepreneur yang lahir di kota Garut pada abad ke-19,” tutur Kang Sopaat seperti dikutip dari program “Gerakan Subuh Mengaji” (GSM), Kamis 21 Juli 2022.
Inspirasi Gunung Cikuray
HM Djamhari menjadi satu-satunya pribumi di Garut yang memiliki percetakan selain orang Belanda dan orang Tionghoa. Nama percetakan milik HM Djamhari yakni Tjikoeraj Drukkerij atau Percetakan Tjikoeraj.
”Percetakan ini menerbitkan surat kabar perjuangan bagi Sarekat Islam. Selain itu, mencetak juga buku-buku bagi pelajaran sekolah atau Madrasah Muhammadiyah pada masa perkembangan Muhammadiyah di Garut,” ucap Kang Sopaat.
Dia menamakan percetakan tersebut dengan nama sebuah gunung karena latar belakang yang cukup unik. Ia dan keluarganya sering melihat Gunung Cikuray Garut saat pulang shalat subuh berjamaah di masjid.
Pagi hari sinar mentari menyinari lereng gunung, tampak kemilau warna keemasan, sambil menunjukkan keeksotisan alam, dia menyampaikan surah Ali Imran ayat 190-191 terkait penciptaan alam yang jadi bahan tafakur ulul albab.
Dari kebiasannya melihat Gunung Cikuray ini pula, seraya membaca surah Ali Imran, tutur Kang Sopaat, akhirnya menjadi inspirasi lukisan putra HM Djamhari, yakni Ahmad Sadali, yang menjadi salah satu pelukis terkenal Indonesia.
”Kalau diperhatikan dengan baik, pada karyanya itu, akan terlihat banyak pola dengan bentuk gunungan warna keemasan dan kaligrafi, yang saya tangkap itu inspirasi dari sang ayah yang seorang seniman juga,” jelasnya.
Sebagai seorang saudagar batik, HM Djamhari memiliki banyak relasi dengan tokoh-tokoh terkenal. Sebut saja KH Samanhudi, Cokroaminoto, Syech Bajuned, Syech Ahmad Soorkati, Tirto Adhi Soerjo, Parada Harahap, Hamka, bahkan hingga KH Ahmad Dahlan.
Madrasah modern pertama
Dari banyaknya relasi tersebut, HM Djamhari dikenal sebagai tokoh yang memiliki jiwa filantropi dan dermawan. Dia juga merupakan tokoh yang dekat dengan para intelektual, bangsawan, dan para ulama.
Bersama sahabatnya di kalangan Sarekat Islam, HM Djamhari mendirikan Holland Inlandsche School (HIS) Broederschap atau sekolah persaudaraan dengan muridnya ketika itu sekitar 300 hingga 500 orang.
Juga sebelumnya, tutur Kang Sopaat, HM Djamhari sudah merintis dan mengembangkan Sekolah Budi Priyayi bersama kalangan keluarga bupati Garut.
Bahkan beberapa tahun sebelum itu, yakni 1918, tokoh ini sudah merintis madrasah modern pertama di Priangan yang bernama Madrasah Al Hidayah. Kelak kemudian madrasah ini berganti nama menjadi Madrasah Muhammadiyah Lio.
”HM Djamhari menyediakan lahan tanah dan dana yang cukup luar biasa bagi kemajuan sekolah perkaderan tersebut,” ungkap dosen alumnus UIN Bandung ini.
Selain memfasilitasi tempat dan perbekalan, HM Djamhari juga menopang perkaderan dan pendidikan gerakan dakwah organisasi Islam tersebut.
”Jadi, kontribusi dan filantropi HM Djamhari itu sangat luar biasa sebagai saudagar sukses di zamannya yang memberikan kontribusi dahsyat dan patut menjadi teladan generasi kita saat ini,” tandas Kang Sopaat. (fk)