Menysukuri Islam Indonesia, Membangun Masyarakat Utama

Menysukuri Islam Indonesia, Membangun Masyarakat Utama

BANJARMASIN. Tabligh Akbar dalam rangka Tasyakuran Milad Muhammadiyah ke-113, Milad Masjid Al Jihad ke-53, dan Milad Radio Suara Al Jihad ke-10 di Banjarmasin menghadirkan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof KH Haedar Nashir, pada 23 Juli 2022. Turut hadir para ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah-Aisyiyah, Walikota Banjarmasin Ibnu Sina, Rektor Universitas Muhammadiyah Banjarmasin Ahmad Khairuddin, Masyarakat Ekonomi Syariah, Direktur Bank Kalsel, Pengurus Masjid Al Jihad dan Radio Suara Al Jihad, serta Direktur Utama Suara Muhammadiyah Deni Asyari.

Haedar Nashir mengapresiasi masjid ini sebagai masjid berkemajuan dengan kegiatan-kegiatannya yang bermanfaat untuk masyarakat luas. “Jadi kalau ada Islam berkemajuan, ada juga masjid berkemajuan. Contoh paling utama adalah masjid Al Jihad ini,” kata Haedar. Jamaahnya luar biasa ramai, kegiatan sosial kemasyarakatannya begitu rupa. “Masjid ini punya sejarah perjuangan yang luar biasa sampai dikasih nama Al Jihad.” Kita berharap di masjid ini terus ditanamkan nilai-nilai keimanan yang tinggi, akhlak terpuji, dan muamalah yang maslahah.

“Masjid bukan menjadi sebagai pusat ibadah mahdah semata, tetapi juga menjadi pusat untuk membangun peradaban maju umat Islam dan bangsa Indonesia,” katanya. Ketika Nabi pertama datang ke Madinah, yang pertama dibangun adalah masjid. Nabi membangun Madinah dan masyarakat utama dari masjid tersebut. Tidak hanya Madinah, dakwah pencerahan Islam ala Nabi ini kemudian memancar ke seluruh dunia. Termasuk ke Indonesia.

“Milad Muhammadiyah ke-113, juga milad Masjid Al Jihad ke-53, milad Radio Suara Al Jihad ke-10, letakkan semua ini dalam suatu bangunan panjang umat Islam dan bangsa Indonesia, untuk ke depan membangun Madinah Al-Munawwarah.” Milad ini perlu disyukuri karena bangsa Indonesia hari ini dikenal sebagai negara mayoritas muslim atau negara muslim terbesar di dunia. Dulu pada mulanya, kawasan Nusantara dihuni oleh mayoritas Hindu dan kepercayaan lokal.

“Ketika Islam datang dengan cara damai, lewat perdagangan, lewat dakwah, dan yang mengajarkan Islam itu dari berbagai macam figur dan kelompok, juga para saudagar, para muballigh, para da’i, baik yang langsung dari Timur Tengah maupun dari Gujarat, lalu terjadi proses asimilasi yang luar biasa, lewat dakwah bil hikmah, mauizah hasanah, wa jadilhum billati hiya ahsan, dan Islam menjadi dipeluk oleh mayoritas bangsa Indonesia. Bapak ibu bisa bayangkan, bagaimana bisa, dari sebuah kepemelukan agama lain yang mayoritas, lalu diubah menjadi muslim. Padahal hari ini, kita dakwah untuk satu orang saja tidak mudah. Bahkan bisa jadi dapat satu, lepas satu. Bisa jadi karena cara kita berdakwah membuat orang lari, bukan membuat orang datang.”

Mayoritas warga Indonesia adalah muslim dengan segala keragamannya. Dakwah itu merangkul semuanya. Jangan sampai karena suatu perbedaan paham atau perbedaan pilihan politik lalu dimusuhi. Jangan sampai orang menjadi anti Islam karena sebagian perilaku kita yang tidak mencerminkan nilai-nilai Islam. “Lalu lahirlah Islamophobia,” ulasnya.

Islam perlu dipahami dan dijalankan dengan sebaik-baiknya agar Islam memancarkan dirinya sebagai din al-rahmah, din al-halarah. “Agama yang membawa rahmat bagi semesta alam dan agama yang membangun peradaban maju,” kata Haedar. Selain itu, Islam juga menjadi agama yang mengukuhkan keyakinan kita. Islam merupakan juga agama yang memancarkan akhlak mulia.

Islam juga mengandung al-irysadat, petunjuk-petunjuk tentang kehidupan. Kita perlu memahami Islam secara mendalam. “Misalnya, bagaimana memahami Ibrahim hanya lewat mimpi diperintah untuk menyembelih Ismail?” tanya Haedar. Itu peristiwa yang mengandung simbol irsyadat, mata batin. “Semakin didalami Al-Qur’an itu dalam berbagai dimensi, itu semakin memperkaya ilmu, hikmah, dan pemaknaan hidup kita,” ujarnya.

Muhammadiyah itu gerakan moderan, yang berusaha membawa Islam sesuai dengan tuntutan zaman. Kiai Dahlan mengambil spirit Al-Maun dan Al-Ashr untuk diterjemahkan menjadi aksi nyata. Kiai Dahlan dari hasil membaca Al-Maun, lahirlah sekolah, panti asuhan, rumah sakit. Al-Ashr melahirkan spirit Islam yang modern, sekolah-sekolah Muhammadiyah membawa semangat pendidikan modern. Kiai Dahlan membuka kembali Islam yang selama ini tertutupi oleh perilaku umatnya sendiri.

Pendidikan menjadi salah satu bidang dakwah Muhammadiyah, bahkan hingga ke mancanegara. Islam menjunjung tinggi ilmu dan orang-orang berilmu. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang berilmu. Negara-negara yang hari ini maju, adalah negara-negara yang mau membenahi pendidikannya, masyarakatnya mencintai ilmu pengetahuan. “Wahyu pertama itu tentang iqra!” ulasnya. Dulu Islam menguasai dunia berkat penguasaan ilmu pengetahuan. “Muhammadiyah ke situ arahnya, tentu tahap demi tahap.”

“Islam itu maju kalau kita bersatu,” ujarnya. Perbedaan itu hal yang lumrah, tidak perlu dipaksakan semuanya sama. Masing-masing berbeda, saling bertenggang rasa, saling bertasamuh. Tidak perlu masuk ke wilayah orang lain. “Muhammadiyah harus menjadi pelopor persatuan bangsa,” kata Haedar. Sebentar lagi, Muhammadiyah menggelar muktamar, pada 2024 Indonesia akan menggelar Pemilu, kita harus menjadi kekuatan untuk menjaga protokol kesehatan, menjaga keutuhan bangsa, membawa kegembiraan, memelihara martabat dan muruah organisasi. (Ribas)

Exit mobile version