• Tentang SM
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Media Siber
  • Term & Condition
  • Privacy Policy
  • Hubungi Kami
Jumat, Desember 19, 2025
Suara Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • Login
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora
No Result
View All Result
suaramuhammadiyah
No Result
View All Result

Modernisme Islam dan Kelahiran Aisyiyah

Suara Muhammadiyah by Suara Muhammadiyah
23 Juli, 2022
in Analog
Reading Time: 2 mins read
A A
0
Modernisme Islam dan Kelahiran Aisyiyah
Share

Judul               : Posisi dan Jatidiri Aisyiyah: Perubahan dan Perkembangan 1917-1998

Penulis             : Ro’fah PhD

Baca Juga

Kolaborasi, ‘Aisyiyah Burikan Gelar Pengajian dan Pengukuhan NA

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah

Penerjemah      : Aditya Pratama

Penerbit           : Suara Muhammadiyah

Cetakan           : I, 2016

Tebal, ukuran  : xx + 140 hlm, 14 x 21 cm

ISBN               : 978-602-6268-01-3

 

Kajian akademik tentang gerakan perempuan di Indonesia dimulai sejak 1960 dengan terbitnya karya Cora Vreede-de Stuers, The Indonesian Woman: Struggles and Achievement. Penelitian selanjutnya melibatkan Sukanti Suryochondro (1984), Julia I Suryakusuma (1987), Nurlena Rifai (1993), Saskia Wieringa (1995), Juline Doom-McCormack (1998). Umumnya melihat kedudukan perempuan dalam masyarakat tradisional Indonesia dan pertumbuhannya di masa kolonial dan pascakolonial, serta ekspresi dan partisipasi politik perempuan. Berbagai penelitian tersebut belum memberi perhatian pada organisasi perempuan muslim, yang dianggap hanya menempel pada organisasi laki-laki yang menjadi induknya.

Di sisi lain, kajian tentang Muhammadiyah hanya mengurai sekilas tentang peranan sayap organisasi perempuannya. Dari fakta itu, buku Ro’fah ini mewakili kajian awal tentang Aisyiyah sebagai lembaga perempuan yang mandiri yang punya peran besar di Indonesia. Karya dalam ranah sejarah sosial ini berasal dari tesis di Universitas McGill, Kanada tahun 2000, berjudul “A Study of Aisyiyah: an Indonesian Woman Organization (1917-1998)”.

Ro’fah menunjukkan bahwa tren modernisme Islam dan pergerakan perempuan punya pertautan erat. Kedua tren itu juga berkorelasi dengan gagasan nasionalisme. Akar ini memberi pemahaman penting dalam melacak awal mula kelahiran Aisyiyah. Muhammadiyah sebagai organisasi modernis punya perhatian besar pada pemberdayaan perempuan, yang membedakannya dengan paham salafiyah. Pandangan tentang posisi dan peranan perempuan dalam Islam ini mempengaruhi perilaku organisasi dalam menempatkan kaum perempuan di ranah publik dan privat.

Gagasan pencerahan Eropa yang menguat pada akhir abad ke-19 juga mendorong pemerintah kolonial Belanda untuk mengubah kebijakannya, seperti kebijakan etis untuk menyelenggarakan pendidikan bagi pribumi. JH Abendanon hingga Snouck Hurgronje mendukung pendidikan etis dengan pendekatan elitis, yang menghasilkan elite Indonesia yang mahir dan kooperatif, serta mau bekerja sebagai pegawai sipil Belanda. Sejarah mencatat “kegagalan” kebijakan etis bagi Belanda. Kebijakan ini justru menjadi awal mula bangkitnya kesadaran baru kaum pribumi, termasuk di kalangan perempuan. Perempuan Indonesia yang tercerahkan kemudian mulai mendirikan sekolah secara mandiri. Dewi Sartika mendirikan Sekolah Keutamaan Istri (1904). Th van Deventer mendirikan Sekolah Kartini (1912).

Aisyiyah lahir pada 1917. Partisipasi Nyai Walidah dalam berbagai aktivitas Kiai Ahmad Dahlan ikut mendorong kesadaran tentang pentingnya peran perempuan dalam dakwah (QS At-Taubah: 71). Kiai Dahlan mendirikan beberapa kelompok pengajian khusus perempuan di Kauman, termasuk di antaranya adalah kelompok pengajian para buruh perempuan yang bekerja di industri batik Kauman. Kelompok itu dikenal dengan nama Sopo Tresno. Di bawah bimbingan Nyai Walidah, Kiai Dahlan, dan Kiai Mochtar, dipilih 9 anak perempuan dari sekolah putri Kiai Dahlan untuk mengelola Aisyiyah dengan diberi tanggung jawab dalam struktur organisasi. Pemilihan nama Aisyiyah (yang melekat pada Aisyah, istri Nabi) sebagai nama organisasi juga mencerminkan cita-cita melahirkan perempuan cerdas, mandiri, dan aktif di ranah sosial. (Muhammad Ridha Basri)

Tags: Aisyiyahmodernismemuhammadiyah
Suara Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah

Related Posts

Kolaborasi, ‘Aisyiyah Burikan Gelar Pengajian dan Pengukuhan NA
Berita

Kolaborasi, ‘Aisyiyah Burikan Gelar Pengajian dan Pengukuhan NA

29 September, 2024
Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah
Berita

Deni Asy’ari Tekankan Relevansinya Mengonsolidasikan Gerakan Ekonomi Berjamaah

28 September, 2024
Prof Dr Abdul Mu'ti
Berita

Muhammadiyah Kritik DPR Langgar Keputusan MK

22 Agustus, 2024
Next Post
Optimalkan SIMAM, Majelis Wakaf Dorong Wilayah Tidak Ada Lagi Data Kosong

Optimalkan SIMAM, Majelis Wakaf Dorong Wilayah Tidak Ada Lagi Data Kosong

Please login to join discussion
  • Kotak Pos
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Pedoman Media

© SM 2021

No Result
View All Result
  • Home
  • Berita
  • Khazanah
  • Hadlarah
  • Khutbah
  • Tanya Jawab Agama
  • Wawasan
  • Humaniora

© SM 2021

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In