Tahniah dan Harapan Muhammadiyah dalam Milad MUI

YOGYAKARTA. Majelis Ulama Indonesia atau MUI merayakan milad ke-47 pada 26 Juli 2022. Perayaan milad lembaga yang berisi para ulama, cendekiawan, dan zu’ama ini mengusung tema “Merekat Kesatuan dan Kekuatan Umat dalam Kebhinekaan” yang diharapkan dapat terus menjadi pemandu umat Islam Indonesia yang multikultural.

Prof Dr KH Haedar Nashir, atas nama pribadi dan atas nama Ketua Umum Pimpinan  Pusat Muhammadiyah, menyampaikan tahniah, harapan, dan doa bagi MUI. “Saya atas nama Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan selamat Milad Majelis Ulama Indonesia yang ke-47,” ujarnya.

“Kami harapkan Majelis Ulama Indonesia menjadi kanal, menjadi rumah bersama yang mampu merekat seluruh kekuatan yang ada di dalamnya dengan semangat kebersamaan milik semua. Sehingga Majelis Ulama Indonesia menggambarkan kesatuan milik umat Islam dan bangsa Indonesia yang selalu hadir untuk semua,” tuturnya.

PP Muhammadiyah berharap MUI dapat menjadi pemandu kehidupan beragama yang wasatiyah, yang sesuai dengan semangat Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 143. Yaitu umat Islam yang berkarakter tengahan (umatan wasathan) dan menjadi pelaku peradaban maju (syuhada’ ‘alannas).

Haedar Nashir berharap MUI menjadi wadah yang menanamkan jiwa keberagamaan yang kosmopolitan dan membawa kemaslahatan. “Keberagamaan yang menanamkan perdamaian, persatuan, toleransi, sekaligus juga kebaikan dan kemajuan untuk umat dan bangsa,” ujarnya.

“Majelis Ulama Indonesia yang berisi seluruh kaum cerdik pandai, ulama yang berilmu dan hikmah menjadi suri teladan, menjadi uswah hasanah dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara, sehingga umat dan warga masyarakat memiliki role model dan rujukan untuk hidup dalam kebaikan dan keutamaan untuk meraih keselamatan hidup di dunia dan akhirat,” pungkasnya.

MUI lahir dari hasil musyawarah para ulama, cendekiawan, dan zu’ama yang mewakili 26 provinsi di Indonesia saat itu; 10 ulama dari ormas (mewakili unsur NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI, dan Al Ittihadiyyah); 4 ulama dari Dinas Rohani Islam (mewakili unsur Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut, dan POLRI); serta 13 tokoh cendekiawan Muslim Indonesia. Musyawarah tersebut menghasilkan kesepakatan untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama, zu’ama, dan cendekiawan, yang tertuang dalam Piagam Berdirinya MUI.

Dalam perjalanannya, MUI berperan untuk: “memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam Indonesia dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala; memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta; menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional; meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.” (ribas)

Exit mobile version