Oleh Bahrus Surur-Iyunk
Hampir semua orang di kolong jagat raya ini tahu kehebatan Muhammad Ali di atas ring. Tapi, tidak semua orang tahu bagaimana kehebatan Ali di luar ring, terutama saat mempertahankan gelar keimanannya. Hari itu masuk bulan Pebruari 1964. Sejak Cassius Clay –sebelum akhirnya berganti nama Muhammad Ali—merebut medali emas di arena Olimpiade Roma 1960, ia sangat memimpikan menjadi juara dunia sejati. Gelar itu hanya bisa diraih dengan jalan mengalahkan juara tinju dunia paling disegani saat itu, Sony Le Stone (ada juga yang menuliskan Sonny Liston).
Meski tidak mudah menembus lingkaran promotor, namun akhirnya Ali berhasil bertemu juga dengan Liston. Menjelang pertandingan di hari yang dinantikan, pelatih Ali, Angelo Dundee, yang semula cerah melihat semua persiapan telah selesai, tiba-tiba gugup dan berlari ke kamar ganti Ali sambil bertanya, “Kau tahu siapa yang ada di luar?”
“Saya tahu. Dia adalah Malcom X. Saya sengaja mengundangnya,” jawab Ali datar.
Dundee berkata gusar, “Tahukah kamu jika pers akan mengucilkanmu dan riwayatmu akan segera habis jika mereka tahu bahwa kau berhubungan dengan kelompok kulit hitam muslim?” Ali tidak bereaksi. Dundee yang merasa dirinya dicuekin keluar dari kamar Ali.
Tidak lama kemudian, telpon berdering dari Bill McDonald, promotor pertandingan Ali-Liston. Dia baru tahu jika Ali memiliki hubungan dengan orang Islam kulit hitam, “Saat ini juga bawa Cassius Clay menghadapku!”
Ali merasa bahwa ini adalah persoalan serius. Rupanya, Ali mendapat ultimatum tegas, “Jika kamu tidak mengeluarkan pernyataan terbuka yang membantah hubunganmu dengan kelompok muslim hitam, maka pertandingan akan dibatalkan.”
Ali menatap tajam promotor gaek itu. Dengan tenang tanpa rasa takut Ali menjawab, “Saya tidak dapat melepas agama saya. Saya yakin dapat menjatuhkan Liston dan tidak ingin pertandingan ini gagal. Tetapi, jika Anda harus membatalkan pertandingan ini lantaran agama saya, biarlah pertandingan ini batal.”
Mendengar jawaban menantang ini McDonald tentu saja marah. Segera ia meraih telpon, “Beritakan segera kepada pers dan semua orang bahwa pertandingan batal.”
Tanpa menghiraukan kemarahan McDonald dan siapapun yang ada di depannya, Ali pun keluar ruangan dan segera memerintahkan semua krunya untuk berkemas-kemas pulang. Para sponsor mengingatkan Ali, “Jika kamu melewatkan pertandingan ini, maka engkau tidak akan ada kesempatan lagi bagimu. Dan karirmu akan habis.”
Ali paham betul pernyataan sponsor. Tetapi Ali tetap istiqamah, “Saya tidak akan meninggalkan agama saya, apapun sebabnya, termasuk lantaran pertandingan ini.”
Semua barang telah dimasukkan ke bus. Pertandingan batal. Bus akan bergerak membawa Ali dan rombongannya pulang. Tiba-tiba, Ali menyuruh salah seorang stafnya untuk mengecek kembali barang-barang di ruang ganti. Takut ada yang tertinggal. Saat itulah telepon di kamar Ali berdering dan stafnya segera mengangkat dan segera memanggil Ali ke bus. “Pertandingan akan dilaksanakan. Semua orang mendesak McDonald untuk tetap melangsungkan pertandingan. Tetapi, Anda tidak perlu melepas agama Anda,” ujar telpon itu.
Akhirnya, Ali meraih tiga kemenangan sekaligus. Menang mempertahankan gelar Iman; menang menaklukkan promotor; dan menang memukul KO Liston di ronde ketujuh. Setelah menumbangkan Liston, Ali menggelar konferensi pers. Pertama kali yang diumumkan adalah bahwa dirinya seorang muslim.
Dari kisah hidup Mohammad Ali ini ada empat hikmah yang bisa dimabil. Pertama, bahwa beriman dan menjadi seorang muslim adalah sebuah pilihan hidup. Manusia diberi kebebasan oleh Allah untuk beriman atau tidak beriman (kufur). Dalam QS. Al-Kahfi ayat 29, Allah berfirman,
وَقُلِ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكُمۡۖ فَمَن شَآءَ فَلۡيُؤۡمِن وَمَن شَآءَ فَلۡيَكۡفُرۡۚ
“Dan Katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir”.
Allah tidak pernah dan tidak akan pernah membutuhkan ketaatan dan ketundukan manusia. Manusia lah yang sesungguhnya membutuhkan ketaatannya untuk dirinya sendiri. Ditaati atau didurhakai, diimani atau diingkari, manusia mau bersyukur atau kufur, tidak akan menambah dan mengurangi ke-Maha-Mulia-an dan ke-Maha-Sempurna-an Allah.
Dengan pilihan keberimanan itulah manusia akan menemui konsekuensi dari pilihannya. Tentu akan ada ujian keimanan yang mesti dihadapi, sebagaimana yang harus dialami oleh sang petinju Ali. Luar biasanya, Ali memilih beriman dan menjadi seorang muslim.
Kedua, orang yang telah menyatakan diri sebagai orang yang beriman mau tidak mau harus mempersepsikan dirinya sebagai seorang yang beriman atau muslim. Jika sudah menganggap dirinya seorang muslim, maka sudah semestinya ia menjalani hidup dan kehidupannya sebagaimana layaknya seorang muslim. Kalau ia menganggap dirinya seorang muslimah, maka ia harus berhijab. Seorang muslim itu menjalankan shalat lima waktu tanpa putus, berpuasa di bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat dan seterusnya.
Maka, para pengikut Nabi Isa as, khawariyyun, berani menyatakan diri sebagai seorang muslim di tengah keingkaran Bani Israil Dan itu pula yang dinyatakan Ali saat berhadapan dengan Bill McDonald, sang promotor. Dalam QS Ali Imran ayat 52,
۞فَلَمَّآ أَحَسَّ عِيسَىٰ مِنۡهُمُ ٱلۡكُفۡرَ قَالَ مَنۡ أَنصَارِيٓ إِلَى ٱللَّهِۖ قَالَ ٱلۡحَوَارِيُّونَ نَحۡنُ أَنصَارُ ٱللَّهِ ءَامَنَّا بِٱللَّهِ وَٱشۡهَدۡ بِأَنَّا مُسۡلِمُونَ
“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa Sesungguhnya Kami adalah orang-orang muslim (yang berserah diri).”
Ketiga, bahwa menjadi seorang muslim itu harus utuh-menyeluruh dalam menjalankan keislamannya. Tidak tanggungan. Kata Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 208,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱدۡخُلُواْ فِي ٱلسِّلۡمِ كَآفَّةٗ وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Islam adalah agama yang tidak membedakan antara persoalan dunia dan akhirat. Semua menjadi satu keutuhan (keseluruhan) yang tak terrpisahkan. Islam tidak pernah memisahkan urusan politik, ekonomi, budaya dan lainnya dari nilai-nilai ajarannya. Bahwa berislam dan keberimanan itu adalah seluruh hidup dan kehidupan seorang muslim.
Keempat, bahwa beriman dan menjadi seorang muslim memerlukan konsistensi atau istiqamah. Muhammad Ali konsisten menjadi muslim, meski tantangan karier sangat berat. Orang yang beriman itu tetap berada di jalan-Nya, meski ujian melingkupinya. Karena beratnya mempertahankan keimanan dan terus dalam konsistensi itulah Allah memberikan janji yang luar biasa besar kepada mereka yang istiqamah. Sebagaimana dalam QS. Fushilat ayat 30-31.
إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ تَتَنَزَّلُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُواْ وَلَا تَحۡزَنُواْ وَأَبۡشِرُواْ بِٱلۡجَنَّةِ ٱلَّتِي كُنتُمۡ تُوعَدُونَ نَحۡنُ أَوۡلِيَآؤُكُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِۖ وَلَكُمۡ فِيهَا مَا تَشۡتَهِيٓ أَنفُسُكُمۡ وَلَكُمۡ فِيهَا مَا تَشۡتَهِيٓ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan oleh Allah kepadamu”.31. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.”
Semoga kita bisa menjadi mukmin yang berani mengambil keputusan atas pilihan kita sendiri; berani menyatakan diri “karena aku muslim, maka aku ada”; dan senantiasa konsisten (istiqamah) mewujudkan Islam dalam hidup dan kehidupan. Amin. Wallahu a’lamu.
Penulis adalah dosen STIT Pondok Modern Muhammadiyah Paciran Lamongan