Oleh: Deri Adlis, SHI
Istilah Keluarga Sakinah merupakan penjabaran firmana Allah yang terdapat dalam surah Ar-Rum (30): 21 yang menyatakan bahwa tujuan berumah tangga atau berkeluarga adalah untuk mewujudkan ketentraman atau ketenangan dengan dasar mawaddah wa rahmah (saling mencintai dan penuh kasih saying).
Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (Ar-Rum: 21)
Kata taskunu dalam ayat di atas itualah diturunkan kata sakinah yang berarti tenang atau tenteram. Selanjutnya sakinah dimaknai sebagai kedamaian, ketentaraman, keharmonisan dan kebahagiaan. Terwujudnya sifat kesakinahan merupakan hasil dari berkembangnya sifat mawadda wa rahmah dalam keluarga. Mawaddah dimaknai sebagai rasa saling mencintai dan menyayangi dengan penuh rasa tanggung jawab antara suami- isteri. Rahmah bermakna rasa saling simpati yaitu adanya saling pengertian, penghormatan dan tanggung jawab antara satu dengan yang lainnya.
Keluarga sakinah dapat didefenisikan sebagai bangunan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, dan tecatat di Kantor Urusan Agama (KUA), yang dilandasi rasa saling menyayangi dan menghargai dengan penuh rasa tanggung jawab dalam menghadirkan suasan kedamaian, ketentraman, dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat yang diridhai Allah.
Dalam buku Tanfidz Keputusan Musyawarah Nasioanl Tarjih XXVIII Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dijelaskan dalam membangun Keluarga Sakinah perlu dilandaskan pada lima asas. Pertama asas karamah insaniyya yaitu menempatkan manusia (laki-laki dan perempuan) sebagai makhluk Allah yang memiliki kemuliaan dan kedudukan utama. Asas ini didasari pada firman Allah yang terdapat dalam surah al- Isra ayat 70 : Sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam dan Kami angkut mereka di darat dan di laut. Kami anugerahkan pula kepada mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.
Manusia mulia karena ia memiliki kelebihan- kelebihan, diantaranya ia memiliki keberagaman, moral indra, akal, hati nurani yang dapat membedakan perbuatan baik, mulia, utama, dan patut serta perbuatan yang buruk hina dina dan tidak utama dan tidak patut.
Dalam keluarga sakinah, setiap anggota keluarga saling memuliakan, menghargai dan saling mendukung dalam mewujudkan keberhasilan serta kebahagian lahir dan bathin. Dalam pergaulan manusia juga dikembangkan sikap penghargaan terhadap sesama manusia sebagai pribadi yang memiliki keutamaan, potensi baik, unggul dan memperlakukannya secara adil dan ihsan sehingga terwujud harmoni dalam kehidupan masyarakat. Asas karamah insaniya dapat menghindari diri dari tindak kekerasan dan ketidak adilan.
Kedua asas hubungan kesetaraan yaitu pola hubungan antara manusai yang didasarkan pada sikap penilaian bahwa semua manusia mempunyai nilai yang sama. Perbedaan status seseoran tidak menimbulakn perbedaan niliai kemanusiaannya di hadapan orang lai. Hanya tingkat ketaqwaan yang membedakan nilai kemanusiaan seseorang dihadapan Allah.
Pola hubungan kesetaraan antar anggota keluarga yang didasarkan pada kesetaraan nilai kemanusiaan, akan mendorong munculnya sikap tafahum,tasamuh dan penghargaan terhadap orang lainwalau status dan usianya berbeda. Pola ini akan menghindarkan sikap subordinatif, eksploitatif dan tindak kekerasan kepda orang lain. Pola hubungan kesetaraan akan mendorong munculnya sikap dialogis dalam hubungan antarkeluarga, saling menghargai dan mengisi informasi, sehingga menyuburkan rasa kasih saying antar mereka. Hubungan yang bersifat dialogis memunculkan suasana kondusif bagi perkembangan potensi-potensi kemanusiaan, serta mengendalikan sifat-sifat egoistic seseorang.
Ketiga, asas keadilan. Asas ini didasari pada firman Allah dalam al-Quran yang terdapan pada surah an-Nahl ayat 90 : Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat.
Implementasi asal keadilan sebagaimana disebutkan pada ayat diatas, dalam keluarga dimulai dari adil terhadap diri, kemudian diikuti adil terhadap pasangan, anak-anak, orang tua serta kerabat. Adil terhadap diri sendiri dalam arti mampu memenuhi kebutuhan dan hak-hak diri, baik kebutuhan badan, jiwa, spiritual maupun social secara berimbang dan baik. Bersikap adil terhadap keluarga mampu memenuhi hak-hak keluarga secara baik dan seimbang. Demikian juga apabila terjadi penyimpangan prilaku anggota keluarga, ia mampu menegakkan kebenaran dengan adil dan baik.
Terhadap hal dalam al-Qur’an Allah telah mengingatkan : Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan. (An-Nisa:135)
Keempat, asas mawaddah wa rahmah (kasih sayang). Kedua kata ini merupakan perekat keluarga sakinah. Namun keduanya memiliki subtansi dan makna yang berbeda. Mawaddah dimaknai sebagai kasih sayang yang lahir dari interaksi fisik. Kata ini juga diartikan sebagai cinta potensia, yaitu rasa cinta yang ada pada diri seseorang terhadap orang-orang yang disayangi. Sedangkan rahmah diartikan sebagai kasih sayang yang lahir dari interaksi batin. Kata ini juga dapat diartikan sebagai cinta yang terwujud dalam usaha-usaha untuk berbuat kebaikan bagi orang-orang yang disayangi.
Mawaddah wa rahmah dalam keluarga adalah keadaan jiwa pada masing-masing individu angota keluarga yang memiliki perasaan letak secara suka rela pada orang lain, kemudia diikuti oleh dorongan dan usaha untuk menjaga dan melindunginya. Bagi kehidupan keluarga, mawaddah wa rahma merupakan perekat antar anggota keluarga yang menimbulkan rasa saling pengertian, penghormatan, tanggung jawab aanta yang satu dengan yang lainnya. Mawaddah wa rahmah menjadi sumber sauna ketentraman, kedamaian, keharmonisan, kekompakan, kehangatan, keadilan, kejujuran dan keterbukaan dalam rumah tangga untuk terwujudnya kebaikan hidup di dunia dan akhirat yang diridhoi Allah.
Sebagaimana dalam surah ar-Rum ayat 21: Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.
Kelima, asas pemenuhan kebutuhan hidup sejahtera akhirat. Asas ini berlandaskan pada al-Qur’an ayat 201: Dan diantara mereka ada yang berdoa, Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari adzab neraka.
Secara fitrah manusia lahir membawa beberapa potensi kemanusiaan yang akan berkembang selama hidupnya. Selain itu manusia juga memiliki beberapa kebutuhan yang perlu dipenuhi keluarga untuk mengempangkan potensinya. Kebutuhan itu meliputi kebutuhan ketauhidan, kebutuhan ‘ubudyyah, potensi kehalifahan, kebutuhan jasadiyah, dan kebutuhan berfikir.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan dorongan secara natural pada manusia untuk mencapai kelestarian dan kesejahteraan hidup dunia dan akhirat.
*Deri Adlis SHI, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kecamatan Siantan