Seni Budaya dan Olahraga, Mau Ke Mana?

Seni Budaya dan Olahraga, Mau Ke Mana?

Judul               : Muhammadiyah, Seni, Budaya, dan Olahraga

Penulis             : Ahmad Syafii Maarif, Haedar Nashir, Kuntowijoyo, M. Syukrianto AR

Penerbit           : Suara Muhammadiyah

Cetakan           : 1, Juli 2022

Tebal, ukuran  : viii + 120 hlm, 11 x 15 cm

ISBN               : 978-623-5303-04-8

 

Muhammadiyah telah memiliki Lembaga Seni Budaya dan Olahraga. Belakangan, ada yang menyuarakan: Majelis Kebudayaan sebagai solusi. Ada yang beralasan, dengan status sebagai majelis, pimpinan bisa menambah anggota dan geraknya lebih luwes.

Terlepas dari itu, peran lembaga seni budaya dan olahraga di Muhammadiyah perlu dimaksimalkan, dengan merancang arah dan perannya. Menurut Kuntowijoyo, sebuah organisasi kesenian memerlukan teori, strategi, dan metode khusus supaya sesuai dengan kekhasan dan tempat tumbuhnya. Sehingga organisasi tidak kehilangan arah, punya tempat berpijak, dapat berjalan, dan mampu mengikat anggota. Pada dasarnya, seniman tidak terlalu membutuhkan wadah. Mereka mungkin lebih kreatif jika bekerja sendirian, sebab seni adalah ekspresi individual.

Kuntowijoyo menyarankan, “Organisasi kesenian harus meniru watak air. Organisasi itu harus sedemikian rupa, supaya anggotanya merasa bebas.” Keberadaan PSSI dengan klub-klub-nya dinilai dapat menjadi referensi pengorganisasian seni. Dalam sepakbola, semua pemain bernaung di klubnya masing-masing. Klub memiliki filosofi bermain, pelatih kepala, direktur teknik, manajer, dan seterusnya.  Ketika dibutuhkan, PSSI dapat memanggil pemain di klub untuk membawa nama timnas. PSSI bertanggung jawab menyelenggarakan liga untuk semua klub, termasuk liga junior untuk akademi.

Sebelum itu, kata Pak Kunto, perlu dijawab dulu, untuk apa berorganisasi? Misalnya, untuk mempertemukan berbagai pandangan kesenian yang beragam, untuk menyadarkan bahwa pekerjaan berkesenian mempunyai dampak pada orang lain. Ada seniman yang menyayangkan ketika organisasi menjadi pemberi stempel sesuatu seni bernilai islami atau tidak. Seniman lain keberatan jika para pelaku seni dibebani tugas menjalankan dakwah. Misi untuk berdakwah dinilai semakin menambah berat tugas berkesenian yang sejak awal memang tidak ringan.

Kuntowijoyo menekankan, “Kalau seni didefinisikan sebagai ‘alat’ dakwah, siapa yang mau didakwahi dengan sebuah ornamen di puncak menara? Berapa orang yang masuk Islam setelah membaca puisi?” (hlm 29). Menurutnya, semestinya seni Islam cukup dipahami sebagai cara memandang, menangkap, atau menyikapi realitas sesuai dengan nilai-nilai Islam yang universal. Seni adalah sesuatu yang universal, untuk semua orang. Seniman menerjemahkan nilai-nilai Islam secara estetik ke dalam bentuk simbolik. Dengan demikian, seni dapat menembus lebih jauh dan dapat diterima oleh banyak orang.

Haedar Nashir menyebut bahwa “dalam mewujudkan umat terbaik harus dimulai dari proses membangun kebudayaan yang berbasis nilai-nilai Islam yang berkemajuan.” Menurutnya, Muhammadiyah merespons berbagai kecenderungan masyarakat yang kadang saling berbenturan, semisal kecenderungan yang makin sekuler-liberal-konsumeristik dengan kecenderungan konservatif-revivalis-mesianis. Diperlukan strategi kebudayaan untuk menawarkan pesan Islam, termasuk melalui seni, budaya, dan olahraga.

Ahmad Syafii Maarif melihat bahwa seni dapat menjadi jawaban ketika masyarakat semakin bebal. “Kita semua mesti belajar untuk menghayati dan mendalami keindahan, dan di ujungnya siapa tahu politik yang ganas dan liar akan dapat dijinakkan oleh seni dan sastra yang memang menyimpan jibunan keindahan dan kelembutan.” Buya melihat bahwa the power of beauty atau keperkasaan keindahan dapat menyentuh jiwa dan karakter halus manusia yang membuahkan perilaku lurus, jujur, dan punya rasa malu (hlm 19).

Syukrianto AR merinci bahwa akar olahraga dan seni cukup kuat di Muhammadiyah, mulai dari jejak PS HW, Tapak Suci, hingga produksi film dan teater. Sebab itu, diperlukan upaya untuk merawat dan menguatkannya. Sebab itu, “dakwah lewat seni budaya dan olahraga harus merambah ke mana-mana dan digelar di mana-mana untuk mengulangi sukses dan menyempurnakan dakwah para ulama dahulu dan para wali,” (hlm 91). Muhammadiyah perlu menjalankan strategi jitu untuk meluaskan jangkauan seni budaya dan olahraga.

Muhammad Ridha Basri

Exit mobile version