Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Mencari Pemimpin

Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Mencari Pemimpin

Oleh: Achmad Jainuri

Tanggal 23 sampai dengan 25 September 2022, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur kebagian giliran (terakhir) ketempatan Silaturrahim sebelum Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta, 18-19 Nopember 2022. Forum ini bermula dari pertemuan antara PWM Jawa Timur dengan PWM Jawa Tengah menjelang Muktamar Muhammadiyah ke-45, 2005 di Malang. Pertemuan demi pertemuan terus berlanjut menjelang Muktamar diselenggarakan. Jumlah PWM yang bergabung terus bertambah, sejak, menjelang Muktamar ke-46, 2010 di Yogyakarta, ke-47, 2015 di Makassar, dan terakhir yang akan berlangsung di Surakarta. Setidaknya sudah enam PWM ketempatan acara silaturrahim: Jateng, DIY, DKI, Banten, Jabar (sebelum Covid-19), dan Riau pada Agustus 2022 yang baru lalu. Mereka yang hadir di Riau ini ada tujuh belas PWM. Giliran terakhir di PWM Jawa Timur, pada 23-25 September 2022, hadir sebanyak 18 PWM dan sekitar 94 orang pimpinan.

Menjelang Muktamar ke- 45 di Malang sampai dengan ke-47 di Makassar, pembicaraan didominasi oleh figur kepemimpinan PP Muhammadiyah. Meskipun demikian, peroalan lain juga mewarnai pembicaraan sejak pertemuan di Semarang sampai dengan Surabaya. Pertama, bagaimana Forum Silaturrahim ini menjadi Forum permanen yang secara rutin harus tetap diselenggarakan, tidak hanya menjelang Muktamar diadakan. Fungsinya membantu PP Muhammadiyah dalam memfasilitasi Persyarikatan mengatasi persoalan yang terjadi di daerah. Ada wacana, jika PP Muhammadiyah hasil Muktamar ke-48 menambah jumlah Kepemimpinan yang tigabelas, diharapkan tambahan itu terkait dengan figur yang membidangi pembinaan Kawasan. Mereka yang ditunjuk untuk membina kawasan ini diharapkan yang memahami kawasan yang dimaksud.

Kedua, komposisi Pimpinan PP Muhammadiyah diharapkan tidak hanya merefleksikan bidang program Persyarikatan yang melembaga dalam Majlis, tetapi juga merepresentasikan Kawasan asal daerah pemilihan. Harapan ini tetap sulit dilaksanakan. Karena, tidak semua peserta Muktamar yang memiliki hak pilih mengenal semua figur yang dibutuhkan. Selain itu, tidak semua Kawasan memiliki tokoh seperti yang dicalonkan. Sehingga, seringkali terjadi bahwa yang dipilih untuk duduk di Kepemimpinan PP Muhammadiyah adalah mereka yang selama ini sudah aktif di Pimpinan Pusat.

Warga Persyarikatan mudah mengenal melalui “siapa yang datang engkaulah yang aku kenal.” Jalur ini menentukan pilihan utusan yang memiliki hak pilih, terutama dari daerah, terhadap figur kepemimpinan PP Muhammadiyah. Karena itu jalur tatap muka dengan warga Persyarikatan di daerah-daerah menjadi sangat penting bagi sebagian calon yang ingin terpilih dalam kepemimpinan. Namun, ini sesungguhnya merupakan efek samping yang positif. Karena kedatangan tokoh pimpinan ke daerah adalah dalam rangka pembinaan. Karena tatap muka menjadi faktor sangat penting, sebagian calon yang masuk nominator 39, memanfaatkan betul saat khutbah atau ceramah di masjid tempat acara Muktamar berlangsung.

Ketiga, sikap Muhammadiyah terhadap kebijakan “penguasa” menjadi issue hangat di kalangan wakil PWM yang hadir. Issue ini mengelompokkan peserta Silaturrahim menjadi “radikal” dan “moderat.” Kelompok pertama menginginkan Pemimpin Persyarikatan menanggapi kebijakan yang dinilai merugikan orang banyak dengan bahasa yang “tegas” dan lugas. Sedang kelompok kedua meyakinkan pada warga Persyarikatan bahwa hal ini tidak semudah seperti yang diharapkan. Muhammadiyah bukan partai politik dan bukan pula pengamat apalagi kritikus. Karena itu sikap “tegas” dan “lugas” seperti yang diharapkan oleh sebagian warga di atas sulit dilakukan. Meskipun, tidak jarang elit pimpinan Persyarikatan melakukan pendekatan kepada elit kekuasaan tentang banyak issue yang menjadi sorotan masyarakat luas. Namun, hal ini tidak dilakukan secara demonstratif dan dimuat oleh media secara luas. Menjadi Pemimpin di organisasi Muhammadiyah memang sulit. Hal ini karena bervariasinya tingkat pemahaman warga Persyarikatan yang memiliki latar belakang wawasan serta pengalaman yang berbeda.

Keempat, siapa yang akan terpilih di tigabelas Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2022-2027 menjadi agenda yang sangat menarik Silaturrahim Pimpinan Wilayah Muhammadiyah. Faksi yang sebelumnya meminta nama-nama ketigabelas orang yang akan dipilih harus sudah jelas disebutkan, ternyata luluh oleh kecenderungan kelompok yang tidak menghendaki hal itu dilakukan. Bahkan bocoran nama calon pimpinan yang berjumlah 94 orang yang sudah masuk ke Panitia Pe,ilihan (Panlih) tidak juga diketahui oleh para peserta Silaturrahim. Meskipun, dalam Silaturrahim ini ada sekitar empat orang anggota Panlih yang ikut hadir. Rapat akhirnya merekayasa penjaringan calon dengan menetapkan 43 orang, yang sementara, menjadi acuan untuk dipikirkan. 14 orang dari Pimpinan Pusat yang ada sekarang, ditambah masing-masing PWM mengusulkan nama. PWM Jatim mengusulkan satu nama, Sulut tidak ada usulan, Papua tidak menguslukan, Riau satu nama, Sumut satu nama, selebihnya DKI, Jateng, Yogya, Jabar, Banten, Lampung, Jambi, masing-masing, lebih dari satu nama, sehingga total menjadi 43 nama calon.

Harapan ideal seperti yang disebutkan dalam poin kedua, ternyata memang sulit ditemukan dalam tahap penjaringan ini. Oleh karena itu, semuanya masih bisa berubah. Dengan waktu yang masih tersisa ini, menjelang pelaksanaan Muktamar, pengayaan pengetahuan tentang para calon akan bisa disempurnakan. Sehingga, tujuan terpilihnya Pimpinan Pusat Muhamadiyah periode 2022-2027 bisa tercapai sesuai dengan tuntutan perkembangan.

 

Exit mobile version