Ajang Temu Penulis Muda Muhammadiyah bertema “Kolaborasi Membangun Narasi” diselenggarakan oleh IBTimes.id dan Suara Muhammadiyah (5/10/2022). Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir turut hadir bersama puluhan penulis muda tersebut.
Haedar Nashir menceritakan pengalamannya menjadi wartawan dan bergelut dengan dunia tulis-menulis. Ia mengaku memulai dunia kepenulisan dengan menulis surat pembaca di media. Ketika menjadi wartawan pemula di Suara Muhammadiyah, tulisannya dikoreksi oleh para redaktur senior.
Perjuangan menulis di media membutuhkan perjuangan. “Tidak mudah menembus meja redaksi,” ujarnya. Dari situlah Haedar Nashir ditempa sebagai seorang pemikir dan penulis. Meskipun harus melalui perjuangan yang berat, Haedar mendapat banyak berkah dari menulis, terutama membentuk kebiasaan berpikir runtut, objektif, dan tertata. “Fungsi ilmu itu membangun struktur berpikir yang tertata.”
Dengan berlatih menjadi penulis, seseorang terhindar dari kesalahan berpikir. “Berpikir parsial itu logika berpikir yang picik,” katanya. Haedar mengaku resah dengan gejala pemikiran yang parsial, naif, dan serba absolut itu mulai menjangkiti masyarakat melalui media baru. “Martabat keilmuan kita diuji di situ.”
Muhammadiyah ke depan dari pusat hingga bawah harus punya cakrawala berpikir yang tertata. Hal itu menjadi urgen di tengah tantangan gejala kedangkalan. Belakangan, banyak realitas yang diprotret seperti dalam dunia simulakra. Para actor politik menampilkan islamisme, menampilkan layar panggung yang serba indah dan menipu, serta mendistorsi realitas yang sebenarnya.
Sebab itu, Haedar Nashir berharap para penulis muda Muhammadiyah hadir untuk menawarkan kontra narasi dan narasi alternatif yang mencerahkan dan mencerdaskan. Penulis dinilai mengemban visi profetik yang mulia. “Penulis itu sebagai khatib, sebagai dai, yang mencerdaskan masyarakat,” ungkapnya.
Para penulis muda Muhammadiyah diharapkan mampu menyajikan kebenaran dengan multiperspektif. Kehidupan Muhammadiyah ke depan cukup dinamis. “Generasi baru harus mencerdaskan umat kita untuk menjadi ulul albab.” Yaitu orang yang banyak membaca dari berbagai sisi, lalu mengambil yang terbaik. “Mumpung masih muda, perlu belajar dari banyak perspektif.”
Menurut Haedar, setiap organisasi memerlukan pikiran-pikiran para penulis untuk mereformulasi gagasan-gagasan. “Merumuskan konsep-konsep organisasi tidak gampang.” Hal ini karena harus mempertimbangkan banyak aspek, supaya tidak ada rambu-rambu yang dilanggar.
***
Terkait dengan Muktamar Muhammadiyah yang akan berlangsung pada 18-20 November 2022, Haedar Nashir mengajak para penulis muda untuk mengelaborasikan tema besar Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah. “Coba elaborasi tema memajukan Indonesia dan mencerahkan semesta dari berbagai tema, yang membangun kebesaran Muhammadiyah. Muhammadiyah sebenarnya besar, tapi tidak bisa menarasikan kebesarannya.”
Secara khusus, Haedar menyinggung tentang perlunya membingkai spiritualitas baru di era modern. Para penulis Muhammadiyah diharap mampu mengemas konsep spiritualitas berbasis agama yang melintas batas. Belakangan, ekspresi spiritualitas menjadi sangat beragam.
Tugas ini tidak hanya menjadi tugas para muballigh, tetapi juga tugas semua, termasuk para penulis. “Harus ada arus baru muballigh yang melintas, yang mencerahkan dan mencerahkan dengan pendekatan bayani, burhani, irfani.” Ia berharap WA group para muballigh Muhammadiyah tetap fokus dengan perannya dan tidak diisi dengan isu politik partisan.
“Penting membingkai dan memberi penguatan terhadap konsep dan narasi Muhammadiyah,” kata Haedar. Dalam muktamar ini, misalnya, Muhammadiyah dan Aisyiyah meluncurkan pokok pemikiran: Risalah Islam Berkemajuan dan Risalah Perempuan Berkemajuan. Kedua tema ini diharap menjadi perhatian warga Muhammadiyah. (Ribas)