YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Muktamar yang diselenggarakan18-20 November 2022 di Surakarta, Jawa Tengah tinggal menghitung hari. Seluruh warga persyarikatan saling menghadirkan aneka persembahan kegiatan yang dikemas sedemikian rupa, apik dan menarik. Dan itulah sebagaimana yang dilakukan oleh Muhammadiyah di wilayah Yogyakarta dengan menyelenggarakan kegiatan Muhammadiyah Jogja Expo (MJE) 2022.
Tujuan dari kegiatan MJE ini sebagai bentuk komitmen Muhammadiyah kepada masyarakat. Bersamaan dengan itu, juga sebagai manifestasi bentuk kepeduliaan terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Beragam agenda mulai digelar antara lain tabligh akbar, pameran produk-produk muslim, sampai bazar kuliner halal.
Kegiatan tersebut dibuka secara langsung oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Dr KH Haedar Nashir, MSi di Ruang Amphitarium lantai 10 Kampus Utama Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Kamis (6/10). Turut hadir dalam pembukaan ini di antaranya Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY, Drs H Gita Danu Pranata, SE., MM, Rektor UAD Dr Muchlas Arkanuddin, MT, Rektor Universitas ‘Aisyiyah Warsiti, SKp, Mkep., SpMat, serta segenap pimpinan cabang, ranting, ortom di wilayah DIY.
Mengawali sambutan dan amanahnya, Prof Haedar memberikan ucapan tahniah dan apresiasi atas diselenggarakannya kegiatan MJE. Kegiatan tersebut sebagai mata rantai rangkaian dari peran aktivis, pimpinan, dan seluruh anggota Muhammadiyah di DIY yang andil dalam mensyiarkan Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah ke-48.
“Saya atas nama PP Muhammadiyah menyampaikan tahniah atas MJE ini sebagai satu syiar yang penting. Sekaligus juga memobilisasi silaturahmi kita seluruh keluarga besar beserta seluruh komponennya dari persyarikatan Muhammadiyah se- DIY,” katanya.
Menurutnya, DIY sebagai pusat penting dari proses Muktamar mengingat dekat dengan Surakarta. Dan menjadikan DIY selaku tuan rumah bagi para penggembira yang di prediksi akan bertumpah ruah di kota kelahiran KH Ahmad Dahlan ini.
“Yogyakarta ikut serta menjadi bagian penting syiar Muktamar itu. Dan saya yakin usai Muktamar, kayaknya hampir semua peserta atau penggembira banyak yang akan datang ke Yogyakarta,” tuturnya.
Bagi Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu, Muhammadiyah di Yogyakarta ini sangat spesial dan istimewa. Sebab, memiliki tiga karakter khusus yang melekat di dalam jiwa, pikiran, dan tindakannya.
Pertama, Muhammadiyah di DIY sebagai pusat kelahiran Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah. Hal ini bisa tampak pada kelahiran PKU Muhammadiyah, TK Aba Kauman, Majalah Muhammadiyah (Suara Muhammadiyah), Majalah ‘Aisyiyah (Suara ‘Aisyiyah) pertama kali lahir di Yogyakarta. Semua ini bukan hanya saja wujud fisik, tetapi api dari perjalanan awal Muhammadiyah di DIY.
“Jejak sejarah yang bisa kita daftar lagi akan menjadi distingtif dari Muhammadiyah DIY dibanding yang lain. Di mana mempunyai akar sejarah dan jejak sejarah (atsar) akan menjadi wajah etalase sejarah Muhammadiyah. Ini menjadi jejak penting dari perjalanan Muhammadiyah,” ujarnya.
Kedua, Muhammadiyah di DIY sebagai ibukota dari Muhammadiyah. Keberadan PP Muhammadiyah yang terletak di sini menjadi uswah hasanah dan barometer untuk wilayah-wilayah lain. “Di sisi ini tentu kita perlu memperkaya khazanah pemahaman Al Islam dan Kemuhammadiyahan. Sebagaimana jejak awal Kiai Haji Ahmad Dahlan dan generasi awal Muhammadiyah meletakan fondasinya. Dan diteruskan oleh Muhammadiyah berikutnya yang cerminannya itu ada di pemikiran-pemikiran resmi Muhammadiyah,” tukasnya.
Menurutnya, di era Kiai Haji Ahmad Dahlan tidak terlalu menonjol khazanah yang ditinggalkan, tetapi lebih ke arah pembaruannya. Yakni merintis pembaruan pendidikan Islam modern, mengaplikasikan Surat Al-Ma’un menjadi rumah sakit dan pelayanan sosial, mendirikan ‘Aisyiyah sebagai gerakan perempuan pertama di dunia kala itu, dan memperbarui pemikiran keislaman yang tetap al-ruju’ ila Al-Qur’an wa al-Sunnah (kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah) yang tetap mengembangkan ijtihad.
Ketiga, Menghadirkan Islam sebagai Dinul ‘amal. Yakni agama yang hidup dalam realitas dan di wujudkan dalam pranata-pranata modern. Di sini, ayat 1-7 dari Surat Al-Ma’un dihadirkan sebagai gerakan sosial-kemanusiaan semesta. Kiprah Kiai Haji Ahmad Dahlan yang mengaplikasikan surat ini dengan mendirikan rumah sakit, panti asuhan, dan lembaga-lembaga sosial pemberdayaan ekonomi.
Bagi Prof Haedar, surat ini sangat familiar dihafal oleh umat Islam. Tetapi hanya sebatas menjadi hafalan, tetapi tidak diwujudkan dalam tindakan nyata dalam bingkai Islam sebagai dinul ‘amal. Di sini, Muhammadiyah telah memberikan satu tindakan nyata. Yakni pascaCovid-19 meluluhlantakkan sendi-sendi kehidupan, dengan mendirikan dan meresmikan gedung-gedung baru bercorak dakwah, kantor, sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, klinik, dan fasilitas sarana prasarana yang lainnya.
“Itu etos kemajuan yang luar biasa hidup di Muhammadiyah di berbagai tempat. Kalau mungkin di gambar, nyaris tiada hari tanpa peresmian. Ketika kita meresmikan, justru pada saat yang sama juga peletakan batu pertama. Itu hampir berurutan di banyak tempat,” terangnya.
Menurutnya, semua itu menjadi perjuangan dari tahap demi setahap sehingga jadi tumbuh besar seperti sekarang. Sehingga, harapannya dengan adanya kegiatan MJE ini, Muhammadiyah makin baik, unggul, dan berkemajuan. (Cris)