MALANG, Suara Muhammadiyah – Pada pertengahan tahun 2022, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 1.945 bencana alam di Indonesia. Sayangnya, dalam melakukan penanggulangan, masih ada relawan yang kebingungan menentukan keputusan dan juga memberikan dukungan psikososial. Hal tersebut diucapkan ole Rindya Fery Indrawan, S.Pi., M.P. dalam kegiatan Training of Facilitator (TOF) Psikososial. Adapun pelatihan ini merupakan kolaborasi Mahasiswa Relawan Siaga Bencana (Maharesigana) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan Muhammadiyah Disaster Manajemen Center (MDMC) Kabupaten Malang pada awal Oktober lalu.
Fery, sapaan akrabnya menjelaskan bahwa ada lebih dari 40 peserta dari berbagai daerah di seluruh Indonesia yang turtu serta. Mereka dilatih dengan berbagai materi dan kiat seperti pemahaman tenatng manajemen bencana, basic skill, teknik fasilitasi, psychological first Aid dan lainnya.
“Salah satu yang harus dikuasai oleh relawan yakni terakit psikososial. Mereka diharapkan mampu menjadi relawan yang sigap dan memberikan layanan yang prima,” jelasnya.
Fery yang juga menjabat sebagai Ketua Maharesigana UMM ini menambahkan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas relawan dukungan psikososial. Para relawan diharapkan bisa membuat program sesuai dengan identifikasi kondisi psikologis pada masayarakat terdampak bencana. Sehingga tidak lagi kebingungan memutuskan tindakan.
“Semoga dengan adanya TOF Psikososial ini dapat menjawab banyak pertanyaan para relawan dan meningkatkan skill serta pengetahuan para peserta,” tegasnya.
Di sisi lain, apresiasi diberikan oleh salah seorang peserta, Wiwik Sulistyaningsih dari Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA Jakarta. Ia menilai bahwa klaster psikososial menjadi hal yang peting, maka kegiatan seperti ini merupakan acara yang menarik. Apalagi ia ingin meningkatkan sikap kerelawanan serta ilmu psikososial.
“Saya kira Maharesigana cukup baik dalam memfasilitasi para relawan dalam menambah keterampilan. Relawan memang dituntut untuk bisa memahami keadaan dan menimbang segala kemungkinan agar bisa bertindak dengan tepat,” ungkapnya.
Selain Wiwik, adapula Aprilia Kristanti, peserta dari TAGANA Dinas Sosial Kabupaten Blitar . Menurutnya, relawan harus terus menambah pengetahuan dan skill psikososial agar tidak sembrono dalam mengahdapi keadaan bencana. Meski alat-alat adalah hal penting, namun pemahaman penggunanya jauh lebih penting.
“Pengalaman yang diperoleh di lapangan perlu diimbangi dengan proses pembelajaran, seperti mengikuti pelatihan. Tentu berbagai pengalaman di sini akan saya bagikan ke teman-teman TAGANA lainnya,” pungkas Aprilia. (diko)