Melalui Dakwah Muhammadiyah Dapat Hadirkan Solusi Strategis untuk Selesaikan Masalah Bangsa
SLEMAN, Suara Muhammadiyah – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Republik Indonesia, Prof Dr H Muhadjir Effendy, MAP bertolak menuju Yogyakarta dalam rangka melakukan kunjungan kerja, Senin (14/11). Agenda selama di Yogyakarta antara lain meresmikan Museum Muhammadiyah di Kampus IV Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta dan Gedung Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Kebudayaan Tabligh Institute milik Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
Agenda pertamanya meresmikan Museum Muhammadiyah. Setelah itu, langsung menuju ke tempat berikutnya, yakni Gedung Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Kebudayaan Tabligh Institute. Acara peresmian ini turut dihadiri oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr KH Haedar Nashir, MSi di dampingi Prof Dr H Dadang Kahmad, MSi, Prof Dr H Syamsul Anwar, MA, Dr H Agung Danarto, MAg, dr H Agus Taufiqurrahman, SpS., MKes, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Dr KH Tafsir, MAg, dan jajaran Pimpinan Daerah Muhammadiyah.
Selain itu, tampak juga Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof Dr Ir Gunawan Budiyanto, MP., IPM, Rektor Universitas Aisyiyah Yogyakarta, Warsiti, SKp., MKep., SpMat, Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta sekaligus Ketua Panitia Penerima Muktamar ke 48, Prof Dr Sofyan Anif, MSi, Rektor Universitas Muhammadiyah Magelang, Dr Lilik Andriyani, SE., MSi, dan seluruh tamu undangan lainnya.
Dalam sambutannya, Prof Muhadjir mengutip redaksi surat at-Taubah [9]: 11-12. Ini menjadi akar rumput dari kepeloporan Kiai Haji Ahmad Dahlan dalam merintis menjalankan dakwahnya di rahim Muhammadiyah. Dirinya juga menyebut bahwa Persyarikatan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam telah mampu melahirkan para masyayikh.
Yakni kelompok yang cendekia dalam menyemai dan mensyiarkan ilmu agama Islam kepada umat untuk membangun peradaban lebih maju di masa depan. Namun begitu, mantan Mendikbud RI itu mengatakan bahwa kelompok ini kerap diabaikan oleh sebagian kalangan internal Muhammadiyah, karena selalu pakem bertumpu pada landasan Amar Makruf Nahi Mungkar semata yang tidak di maknai secara saksama.
“Jadi kita selalu banyak lebih banyak mengadopsi Amar Makruf Nahi Mungkar saja, tapi dari aspek masyayikh ini agak terbaikan (orang-orang yang bertobat, beribadah, memuji dan mengangungkan (Allah), mengembara (demi mensyiarkan ilmu dan agama Islam),” ujarnya.
Prof Muhadjir menyatakan bahwa peran dakwah Muhammadiyah sangat luar biasa. Ini dilihat dari para tokoh-tokoh Muhammadiyah saling bersinergi mengaplikasikan surat di atas. Sehingga Ketika mengeluarkan harta bendanya sudah tidak ada beban yang mengungkung kehidupan.
“Jiwa dan raganya dipergunakan untuk memperhatikan gerakan dakwah Muhammadiyah kita teruskan karena merasa telah dibeli oleh Allah. Dan nanti imbalannya Insyaallah surga. Saya kira Muhammadiyah telah banyak memproduksi kaum-kaum yang telah berjuang mempertaruhkan Indonesia ini dengan kalau tidak membunuh ya akan di bunuh,” katanya.
Golongan yang berjuang itu masuk ke dalam kategorisasi orang-orang yang bertobat, beribadah, memuji dan mengangungkan (Allah), mengembara (demi mensyiarkan ilmu dan agama Islam), melakukan gerakan rukuk-sujud, menyuruh berbuat makruf dan mencegah dari yang mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Di sini, Prof Muhadjir menilai kesufian Muhammadiyah di nilai masih kurang.
“Kalau ada Muhammadiyah yang suka lebih mengedepankan kepada aspek Amar Makruf Nahi Mungkar bagus juga sangat baik, yang penting jangan semuanya. Sama juga dengan al-amaruuna bil makruf itu juga penting tapi memang kalau hanya semuanya juga tidak bagus harus seimbang. Termasuk semestinya ada kelompok-kelompok sufi yang sudah berusaha untuk mencapai tingkat khusus. Saya kira banyak sekali contoh-contoh tokoh Muhammadiyah yang sudah mencapai jenjang tersebut,” ujarnya.
Lebih lanjut, Prof Muhadjir mengatakan penting sekali dalam merespons secara konkret perkembangan peradaban umat manusia yang makin kompleks. Saat ini, berada di era teknologi informasi berkembang cukup melesat pesat.
Kehadirannya telah menyeret semua orang, termauk yang dilakukan oleh kader-kader tabligh dengan mengisinya lewat pelbagai konten-konten positif di media sosial dan berselancar mengarungi dunia internet.
Tidak menutup kemungkinan, juga terseret dalam gelombang pasang untuk memproduksi konten-konten negatif. Dalam laporan Microsoft misalnya, mengatakan bahwa tingkat keberadaban digital pengguna media sosial dan internet masyarakat Indonesia menempati urutan terburuk.
Tidak lain tidak bukan hembusan angin hoaks, caci maki, permusuhan, dan sebagainya menyelimuti ruang media sosial dan internet. Semua orang menikmati angin buruk itu setiap hari. Di sini, Prof Muhadjir menekankan bahwa keberadaan Majelis Tabligh harus menjadi garda terdepan untuk bertanggung jawab dan memberikan solusi terbaik.
“Saya kira kita masih harus bekerja keras untuk mengejar ketertinggalan itu dan mendorong untuk mengisi konten-konten positif ketika aura negatif itu luar biasa justru juga susah dihilangkan. Ada satu yang kita sepakati mari kita membangun atmosfer media sosial dan dunia virtual kita yang menebarkan aura positif,” katanya.
Sebab, Rasulullah Muhammad Saw diutus oleh Allah untuk menyempurnakan kesalihan akhlak manusia. Sehingga kader-kader Muhammadiyah harus bisa mempelopori kiprahnya, yakni harus saling beradab dan berakhlak dalam bermedia sosial, lebih-lebih ketika hendak mengkritik orang lain.
“Ini saya kira perlu kita lakukan. Dan tentu saja bukan dari kita sendiri, tapi bagaimana kita menciptkan atmosfer yang begitu luas,” terangnya.
Untuk mengatasi hal itu, saat ini, dikatakannya bahwa Kemenko PMK tengah memprakarsai untuk mendorong dalam upaya memproduksi konten-konten positif dalam bermedia sosial. Prof Muhadjir berharap agar Majelis Tabligh Institute dapat mempelopori hal tersebut. Nantinya bisa dikembangkan dengan program-program penunjang baru.
“Kalau Muhammadiyah bisa mempelopori, saya yakin Indonesia bisa segera mengakhiri masa-masa yang sangat tidak nyaman dengan media sosial. Saya kira kita sepakat dalam batas yang sudah sulit dikelorasi, entah siapa yang mulai kita juga tidak tahu dan kita harus sudah mengakhiri terutama Muhammadiyah. Muhammadiyah baru betul-betul berhasil secara konkret menyelesaikan masalah peradaban bangsa ini kalau bisa memberikan solusi strategis dalam penanganan masalah hoaks dan sampah yang ada di dunia virtual,” tegasnya. (Cris)