YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Dalam momentum jelang Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-48, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir secara resmi meletakkan batu pertama pembangunan dua unit gedung asrama Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta di Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul.
Acara yang digelar pada Kamis, (17/11) ini dihadiri sejumlah tamu undangan dari pimpinan pusat, wilayah, daerah, hingga pemerintah kecamatan setempat. Pelaksana Ketua Tim Pengembangan Mu’allimin, Khoiruddin Bashori, dalam sambutannya mengatakan bahwa Buya Ahmad Syafii Maarif memimpikan pembangunan ini akan selesai dan memberikan manfaat besar bagi persyarikatan dan bangsa.
Senada dengan Khoiruddin, Haedar Nashir pun menyatakan bahwa pengembangan dari pembangunan Mu’allimin ini merupakan amanat mulia dari Buya Syafii. Para tokoh Muhammadiyah, ungkapnya, telah membuka satu jalan, lalu terbuka banyak jalan. Mu’allimin adalah salah satu contoh konkret yang dimulai oleh Buya dan saat ini terus dikembangkan oleh para penerusnya, meskipun Buya telah tiada.
Buya Syafii sebelum meninggal pada 27 Mei 2022 lalu, menjadikan jabatan untuk kebermanfaatan, bermarwah, dan berintegritas. Gedung ini menjadi tonggak baru bagi Mu’allimin, termasuk juga Mu’allimaat, untuk terus berkemajuan dari berbagai aspeknya, terutama kualitas.
Ke depan, harap Haedar, Mu’allimaat juga harus memulai pengembangan agar semakin maju. Ini merupakan amanat yang sangat besar dan penting. Tanpa itu, persaingan di luar sana yang semakin ketat akan pula semakin tak terkejar.
Ketua Umum PP Muhammadiyah juga merasa bangga dengan Mu’allimin. Ia berseloroh bahwa istrinya yang alumni Mu’allimaat itu membuatnya meras menjadi bagian dari keluarga besar Mu’allimin dan Mu’allimaat. “Anggap saja saya ini juga lulusan Mu’allimin,” ungkapnya.
Kecintaan Buya Syafii pada Mu’allimin dan Muhammadiyah sungguh sangat besar. Buya di akhir hidupnya banyak berkiprah untuk Mu’allimin dengan tanpa kepentingan pribadi jangka pendek. Lulusan madrasah ini banyak berdiaspora ke berbagai tempat dan bersentuhan dangan beragam kebudayaan. Nilai-nilai penerimaan terhadap keberagaman itu pun telah ditanamkan oleh Buya di benak para siswa dan alumni madrasah ini.
Muhammadiyah mengajarkan kita untuk tidak hanya hidup dalam homogenitas, tapi dalam heterogenitas. Pertanyaan kritis selanjutnya adalah bagaimana visi ke depan dan kualitas pendidikan di Mu’allimin? Ini harus dijawab dengan karya nyata dan peningkatan madrasah secara kualitatif, tidak hanya kuatitatif.
Pesan Buya Syafii sebelum wafat, ungkap Haedar Nashir, supaya kualitas Mu’allimin dan Mu’allimaat harus ditingkatkan. Dengan begitu, harapan selanjutnya adalah madrasah ini akan menjadi pusat kemajuan. (Erik)