SURAKARTA, Suara Muhammadiyah – “Saya sangat bersyukur buku saya dapat terbit di Suara Muhammadiyah. Sebelumnya saya tidak yakin bahwa buku ini bisa terbit sebelum Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta. Namun hal ini dapat diwujudkan oleh Suara Muhammadiyah dengan terselenggaranya bedah buku ini,” ujar Sudarnoto Abdul Hakim dalam launching bukunya berjudul “Indonesia Raya” di Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta (20/11). Apresiasi ini disampaikan Wakil Ketua MUI bidang kerjasama luar negeri dan internasional tersebut kepada Suara Muhammadiyah.
Dalam paparannya, Sudarnoto mengungkapkan bahwa ditulisnya buku ini berangkat dari keresahan dan harapannya kepada Indonesia sebagai negara yang sangat kaya namun saat ini diselimuti berbagai persoalan. Mulai dari masalah kesenjangan, perpecahan, radikalisme, terorisme dan lain sebagainya.
“Judul buku ini seperti tertuang dalam lagu kebangsaan negara kita. Yang artinya bahwa buku ini mengandung optimisme untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat secara genuin Indonesia Raya,” tegasnya.
Pertanyaannya apakah negara kita sudah berdaulat. Berdaulat secara genuin. Berdaulat sebagaimana yang terefleksikan dalam dokumen PBB yang menjunjung tinggi asas kemanusiaan dan asas keadilan.
“Bangsa kita ini sedang menghadapi persoalan yang sangat luar biasa, khususnya isu-isu tentang hak asasi manusia yang hingga saat ini banyak yang belum terselesaikan,” ungkapnya
Entah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat negara atau masyarakat tertentu. Berupa kekerasan yang ditujukan kepada tokoh agama. Karena bagaimana pun kekerasan merupakan pelanggaran berat di negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
Sudarnoto menjelaskan, di era kepemimpinan Muhammadiyah di bawah Haedar Nashir periode pertamanya, ada sebuah kasus yang sangat viral terkait dengan pelanggaran HAM berat aparat negara. Dimana negara sudah bersikap sangat berlebihan terhadap terorisme dan radikalisme.
Oleh karena itu dengan hadirnya buku ini Sudarnoto ingin memberikan penguatan terhadap pikiran, seperti yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah dengan menempatkan nilai-nilai agama sebagai sesuatu yang penting dan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sudarnoto menyadari bahwa dalam konteks politik di Indonesia masih banyak pekerjaan rumah yang perlu segera diselesaikan agar Indonesia dapat menjadi Indonesia yang dicita-citakan para pendiri bangsa. Seiring dengan pragmatisme politik yang masih menjadi budaya bagi para politisi negeri ini.
Sikap pragmatisme dalam politik ini berpotensi besar memberikan ruang kepentingan yang sangat tinggi pada diri pribadi masing-masing orang. Karena akses kepada kekuasaan yang sangat terbuka.
Selain itu Sudarnoto menggarisbawahi, persoalan kita adalah adanya upaya menjauhkan nilai-nilai keislaman di seluruh aspek kehidupan, mulai dari politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Sehingga islamophobia menjadi sebuah industri untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Di akhir paparannya Sudarnoto memberikan kunci dari buku yang telah ia tulis tersebut. Bahwa bangsa Indonesia perlu untuk memperkuat Positioning Pancasila. Menjadikan Pancasila menjadi sumber dari segala sumber hukum. Sehingga Pancasila menjadi komitmen kebangsaan bagi seluruh warga dan masyarakat Indonesia.
“Dalam hal ini Muhammadiyah memiliki ruang yang sangat luas untuk memberikan pencerahan kepada bangsa. Nyatanya semesta kita saat ini belum cerah. Sehingga perlu pencerahan dari Muhammadiyah,” tutupnya. (diko)