Merdeka Belajar ala K.H Ahmad Dahlan
oleh : Shaim Basyari, S.Pd
Istilah “Merdeka Belajar” dideklarasikan secara resmi oleh Nadiem Makarim pada Desember 2019 silam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “merdeka” dapat diartikan dengan bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri. Merdeka juga dapat diartikan tidak terkena atau lepas dari tuntutan. Kemerdekaan merupakan hak asasi setiap manusia sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, “kemerdekaan adalah hak atas segala bangsa..”.
Kebebasan atau kemerdekaan bukan berarti kita dapat melakukan segala hal semaunya. Saat ini masih banyak masyarakat yang salah mengartikan istilah merdeka belajar. Kata merdeka diartikan kebebasan untuk melakukan apapun, bebas mau belajar atau tidak, bebas mau mengerjakan tugas atau tidak. Padahal esensi merdeka belajar sesungguhnya bukanlah demikian. Merdeka belajar dicetuskan sebagai langkah agar sekolah dapat menjadi tempat bagi peserta didik mendalami minat dan bakatnya masing-masing.
Merdeka Belajar sendiri sebenarnya bukan sesuatu yang baru di dunia Pendidikan kita. Bahkan konsep ini sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Kita dapat melihat filosofi merdeka belajar ini pada salah satu tokoh pendidikan nasional sekaligus pendiri Muhammadiyah, K.H Ahmad Dahlan.
Merdeka sebagai Guru
Pada tahun 1912, sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia adalah pendidikan pesantren dan pendidikan Barat. Metode pembelajaran yang dipergunakan di lembaga pendidikan pesantren kala itu masih menggunakan metode sorogan, yaitu Kiai (Guru) membacakan teks dalam kitab (buku), memberikan artinya dengan bahasa daerah masing-masing dan santri (peserta didik) dengan tekun mendengarkan apa yang dibaca Kiai tersebut.
Sebagai seorang guru, K.H Ahmad Dahlan melakukan pembaharuan metode pembelajaran. Hal ini tergambar pada percakapan antara K.H Ahmad Dahlan dengan peserta didiknya. “Pengajian sudah selesai pak Kiai?”. “ Saya menunggu kalian (Jazuli, Danil, Muhammad Sangidu)” jawab K.H. Ahmad Dahlan. Kemudian, ketiganya bertanya, “ Kira-kira kita mau ngaji apa pak Kiai?”. “Kalian maunya ngaji apa?” jawab K.H Ahmad Dahlan. “Biasanya kalau pengajian itu, pembahasannya dari gurunya pak Kiai”. Jawab Jazuli kepada K.H Ahmad Dahlan. “ Nanti yang pintar hanya guru ngajinya, muridnya hanya mengikuti gurunya. Pengajian disini, kalian yang menentukan. Mulai dari bertanya”. Dari cerita ini, kita dapat menyimpulkan bahwa K.H Ahmad Dahlan melakukan pembaharuan metode pengajaran berupa tanya-jawab yang jarang dilakukan pada masa itu.
Berdasarkan cerita itu pula, kita dapat memahami bahwa kemerdekaan guru dapat diartikan sebagai kemerdekaan guru dalam berpikir, tidak bergantung dan terpenjara pada satu pemikiran. Guru harus mampu berinovasi, merancang bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan menarik. Memikirkan solusi terbaik untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul, memikirkan metode dan pendekatan yang tepat dalam proses pembelajaran, memikirkan strategi pembelajaran yang baik, penilaian yang tepat serta memikirkan output peserta didiknya agar sesuai dengan yang diharapkan baik dari segi sikap, pengetahuan dan ketrampilan.
Merdeka sebagai Peserta Didik
Peserta didik yang merdeka adalah mereka yang belajar tanpa paksaan. Memahami bahwa belajar diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Pada masa itu, pandangan umat Islam tradisionalis terlalu menitikberaktkan pendidikan pada aspek spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Menurut K.H Ahmad Dahlan, sikap ini mengakibatkan kelumpuhan atau bahkan kemunduran di dunia Islam, sementara kelompok lain telah mengalami kemajuan dalam berbagai bidang, termasuk ekonomi.
Dalam konsep pendidikan K.H Ahmad Dahlan, target yang paling penting dalam tujuan pendidikan itu sendiri adalah kepribadian (sikap). Selain itu, K.H. Ahmad Dahlan juga berpandangan bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk kemajuan materiil (ekonomi). Oleh karena itu, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dimana siswa atau peserta didik tersebut berada.
Dalam konteks pendidikan zaman now, merdeka sebagai peserta didik ditandai juga dengan konten pembelajaran yang dipersingkat menjadi materi esensial dan lebih menekankan pada kebermaknaan pembelajaran. Peserta didik diajak untuk menemukan pemecahan masalah dari persoalan yang ada di sekelilingnya.
Merdeka sebagai Manusia
Puncak merdeka belajar itu sendiri adalah menjadi manusia yang merdeka. Manusia yang merdeka adalah manusia yang berkemajuan. Dalam konteks merdeka belajar, baik guru maupun peserta didik harus menjadi manusia yang berani. Berani berinovasi, berani mencoba tanpa takut salah. Keberanian berinovasi tentu harus didasari dengan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, manusia harus selalu belajar.
Muhammadiyah, sebagai organisasi besutan K.H Ahmad Dahlan juga telah mendeklarasikan konsep pendidikan Islam berkemajuan. Pendidikan Islam berkemajuan merupakan pendidikan Islam yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan agama. Pendidikan Islam berkemajuan juga memberikan kebebasan untuk setiap individu baik laki-laki maupun perempuan untuk berkembang dan memanfaatkan potensi diri serta menekankan pada keseimbangan pendidikan yang diperoleh peserta didik dengan lebih menitikberaktkan pada pembinaan moralitas untuk awal pembentukan kepribadian yang sempurna (insan kamil) dan menjadi individu yang rahmatan lil ‘alamin.