SIDOARJO, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah masa bakti 2022-2027, Prof Dr KH Haedar Nashir, MSi terbang ke Sidoarjo, Jawa Timur untuk melakukan kunjungan kerja. Adapun selama di Sidoarjo, Prof Haedar meresmikan Masjid An-Nur dan Gedung Dakwah Muhammadiyah. Kegiatan itu dilaksanakan pada Rabu (30/11) bersamaan dengan Pelantikan Rektor Dr Hidayatulloh, MSi bertempat di Auditorium KH Ahmad Dahlan Kampus 1 Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (UMSIDA).
Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ketua Majelis Ketua Majelis Diktilitbang dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, ketua BPH Umsida, ketua PWM jatim, serta kepala LL DIKTI Jawa Timur.
Dalam memberikan amanat, Prof Haedar memberikan tahniah atas dilantiknya rektor baru yang akan memimpin UMSIDA ke depan. Menurutnya, tantangan ke depan tidak mudah untuk ditaklukan, tetapi Prof Haedar sangat optimis dan yakin semua itu bisa dihadapi bersama lintas seluruh warga kampus.
“Kami percaya bahwa dokter Hidayatullah bersama seluruh jajaran dan civitas akademika didukung oleh BPH PDM wilayah akan mampu menjadikan kampus ini menjadi kampus unggul inovatif menjadi kampus berkemajuan,” ujarnya.
Dalam menghadapi tantangan ke depan, Prof Haedar mengatakan perlu melakukan kolaborasi secara keseluruhan, mulai dari internal Persyarikatan sampai ke eksternal Persyarikatan. UMSIDA ke depan akan dan terus melakukan aksi-aksi nyata yang tidak hanya sekadar proyeksi semata. Hal itu dapat dipandang dari pembangunan fisik fasilitas yang ada di UMSIDA ini.
Semua ini berkat visi kepemimpinan rektor sebelumnya yang kemudian diteruskan sebagai satu kontinuitas kesinambungan. Inilah karakteristik dari kemajuan gerakan Persyarikatan Muhammadiyah.
“Yang menjadi kekuatan Muhammadiyah di mana kepemimpinan itu betul-betul kepemimpinan pergerakan. Jadi ada kepemimpinan pergerakan yang berbasis pada agama dan itu kekuatan yang luar biasa yang mungkin dalam teori-teori kepemimpinan tidak semuanya bisa tercover,” terangnya.
Menurut Prof Haedar, kepemimpinan pergerakan dalam Muhammadiyah senantiasa berbasiskan pada penerapan nilai-nilai agama bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Sunnah Maqbulah. Itulah yang menjadikan ciri khas dari gerakan Islam modern yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 18 November 1912 silam. Terlebih kepemimpinan di Muhammadiyah dibangun atas karismatik nilai yang memiliki karakter religious movement (gerakan keagamaan).
“Jadi itu satu cara untuk membangun image. Saya yakin di Muhammadiyah tidak itu. Kita itu pola kepemimpinan adalah sebagai berkarakter religius Movement yang di dalamnya bukan hanya ada pergerakan tetapi ada value (qimah), ada nilai-nilai,” katanya.
Ke depan, teori kepemimpinan yang berkembang akan bersifat baru. Yakni kepemimpinan transformatif. Corak kepemimpinan ini hendak mendorong pada aspek perubahan di masa depan. Artinya sebagai seorang pemimpin, dirinya harus memberikan perubahan besar bagi kehidupan.
Adapun karakteristik dari kepemimpinan transformatif itu ada tiga macam, pertama, kemampuan pemimpin dalam memobilisasi potensi. Di Muhammadiyah sendiri, banyak memiliki potensi-potensi yang dapat dimanfaatkan, kuncinya pada mobilisasi (mengembangkan, mengonsolidasi). Kedua, memiliki agenda-agenda perubahan. Dan ketiga, memproyeksikan masa depan.
“Ini ciri-ciri kepemimpinan yang sekarang lebih banyak di anut. Tapi ada koreksi lagi dalam perkembangan kemudian bahwa kepemimpinan transformatif itu jika tidak kokoh, dia akan menjadi pragmatis. Karena valuenya nilainya hilang identitasnya hilang,” katanya.
Sehingga ada sebuah penawaran yang disebut dengan teori identitas organisasi. Yaitu sebuah organisasi harus memiliki tiga hal di dalam dirinya jika ingin tetap eksis keberadaannya. Di antara tiga hal yang dimaksud meliputi karakter sentral, karakter engineering, dan karakter distingtif.
Karakter sentral adalah nilai-nilai yang menjadi rujukan bersama, sebagaimana yang dijadikan rujukan oleh Muhammadiyah. Nilai ini memiliki watak abadi, sehingga para pemimpin yang saat ini dan ke depan akan menjabat dari pusat sampai ranting, dia harus terus hidup menjalankan kepemimpinannya dengan penuh tanggung jawab.
Kemudian, karakter distingtif. Muhammadiyah sejatinya sama dengan ormas yang lain. Tetapi terdapat letak perbedaannya adalah di Muhammadiyah sendiri memiliki karakter kuat yang dinamakan karakter Islam berkemajuan. Yang mana agama Islam sebagai agama yang membawa kemajuan hidup umat, kuat aqidahnya, dan maju pula mu’amalat dunyawiyah yang membawa perkembangan hidup dalam berbagai aspek.
Sampai saat ini, dengan karakter tersebut, Muhammadiyah hadir melayani umat dan bangsa dengan semangat kemandirian. Kendati ada bantuan dukungan dari pemerintah dari berbagai pihak tapi dukungan bantuan itu sebagai penguatan tapi modal utamanya Muhammadiyah itu adalah kemandirian.
“Maka modal besar Muhammadiyah ini harus kita kapitalisasi kita mobilisasi kita akselerasi kemajuannya dan tetap berbasis pada nilai-nilai Al Islam kemuhammadiyahan untuk kemajuan hidup umat bangsa dan kemanusiaan semesta yang rahmatan lil alamin maka menjadi kewajiban tugas dan amanah kita bersama,” jelasnya. (Cris)