CIANJUR, Suara Muhammadiyah-Para relawan Muhammadiyah masih terus menjalani misi kemanusiaan pascagempa Cianjur, Jawa Barat, yang berkekuatan M 5,6 SR pada 21 November 2022 lalu. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir bersama Siti Noordjannah Djohantini turut berkunjung ke Cianjur guna menyapa para pengungsi dan relawan (3/12/2022).
Haedar datang ditemani rombongan dari PP ‘Aisyiyah, MDMC PP Muhammadiyah, dan rektor dari empat perguruan tinggi Muhammadiyah, yaitu UM Bandung, UMJ, UMS, dan UM Tasikmalaya.
Kepada para relawan dan komponen Muhammadiyah Cianjur yang mengkoordinasi penanggulangan bencana, Haedar menyampaikan penghargaan dan terima kasih. Pengkhidmatan para relawan kepada para penyintas, kata dia adalah bentuk takwa dan taqarub kepada Allah Swt. “Jadi kami menyampaikan penghargaan tinggi atas segala ikhtiar termasuk dokter, relawan yang terus bergantian,” kata Haedar.
Haedar juga menyampaikan duka cita dan dukungan moral bagi warga terdampak bencana. “Semua kita menyampaikan duka cita mendalam. Di samping munajat muhasabah pada Allah, tapi kita ekspresikan dalam ihsan dan amal saleh,” ucapnya.
Tak lupa, Haedar memuji kesigapan para relawan. Respons Muhammadiyah yang sigap untuk bergerak pada malam hari pasca bencana, menurut Haedar adalah jati diri Persyarikatan dalam menangani musibah yang telah terbangun dari masa ke masa.
“Kami tahu persis kesigapan kita ini sudah teruji. Sudah sejak dari (musibah) Aceh, Jogja, NTB, Palu, Sumatera Barat, dan seterusnya sampai sekarang di Cianjur. Sehingga begitu sigap, teratur, disiplin, dan well organized,” ujarnya
Haedar juga mengajak para relawan dan warga Muhammadiyah di Cianjur untuk mengambil hikmah dari musibah yang telah terjadi dan menjadikannya wasilah untuk semakin dekat dengan masyarakat.
Tak kalah penting, dalam penanganan musibah ini para relawan dipesankan Haedar untuk menerjemahkan makna sejati dari semangat Surat Al-Ma’un yang bersifat inklusif dan tidak pilih kasih dalam memberikan pertolongan.
“Spirit Al-Ma’un, kemanusiaan kita itu hati-hati, bahwa kita selalu bersama siapapun, baik yang berbeda agama, suku, golongan, ras, pilihan politik. Justru kita harus menunjukkan kepada banyak pihak bahwa dengan Al-Ma’un, kita tidak justru memagari diri dengan sekat-sekat agama, ras, golongan, apalagi menabur kebencian, saling curiga, permusuhan dan lain sebagainya,” pesannya.
Ia juga menyampaikan pentingnya sikap empati dan simpati dalam situasi bencana. “Untuk masyarakat luas, kita gembirakan mereka, kita temani mereka, dan tidak kalah pentingnya, sikap empati dan simpati kita bersama mereka,” tukas Haedar. Kebersamaan menjadi kunci untuk bangkit kembali pascabencana. (Ribas/ppmuh)