Persamaan Kriteria Bola Piala Dunia dengan Persfektif Hilal Muhammadiyah
Oleh : Haidir Fitra Siagian
Sisi lain dalam mengikuti pertandingan sepak bola dalam piala dunia 2022 ini adalah kita dapat mengambil pelajaran berharga yang memiliki hubungan erat dengan kehidupan sosial, kemasyarakatan bahkan dalam bidang keagamaan. Satu pelajaran yang sangat berharga adalah dari pertandingan kesebelasan Jepang dengan tim nasional Spanyol pada laga terakhir Grup E di Khalifa International Stadium, Qatar, Jumat (2/12/2022) dini hari WIB. Terdapat kontroversi menegangkan, sehingga menimbulkan perdebatan publik.
Meskipun saya mendukung Jepang saat melawan Spanyol, tetapi pada saat menyaksikan cuplikan gol Ao Tanaka menit ke-51, pada awalnya ikut menganggap gol itu tidak sah. Sebagai tambahan informasi, penulis adalah mendukung Jepang sebagai solidaritas Benua Asia dan memberi dukungan moral kepada tim nasional yang bukan unggulan utama. Anggapan tidak sah dikarenakan dalam beberapa kali tayangan ulang, dengan jelas terlihat bahwa bola sudah keluar garis lapangan. Mengingat bola sudah melewati garis, jadi seharusnya wasit memberikan tendangan gawang kepada Spanyol, bukan mengesahkan gol Jepang.
Pantaslah kejadian ini menimbulkan perdebatan. Walaubagaimanapun pada akhirnya gol ini menjadikan kemenangan kepada Jepang dan berhak atas tiket melaju ke babak berikutnya. Pertanyannya adalah mengapa bola sudah terlihat keluar, tetapi golnya dianggap sah? Memang benar bahwa jika dilihat tayangan ulang dari beberapa sisi, dengan jelas tampak bola sudah keluar. Akan tetapi menurut laporan tim official VAR yang disampaikan kepada wasit, sesungguhnya bola belum keluar secara keseluruhan. Dari laporan official dimaksud, masih terdapat sepersekian milimeter bagian atas bola yang sejajar secara vertikal dengan garis lapangan.
Keputusan wasit Victor Gomez asal Afrika Selatan ini, didasarkan kepada peraturan International Football Association Board (IFAB). Aturan yang tertuang dalam ‘Law 9 The Ball In and Out Of Play’ ini, menjelaskan bahwa bola dianggap keluar jika seluruh badan bola. “Seluruh” dalam artian tidak ada yang tertinggal sedikitpun, meskipun dalam ukuran yang amat sangat kecil, baik di tanah atau di udara. Pada kejadian gol Samurai Biru ini, jika sudut pandangnya dari bagian bawah, bola kelihatan sudah keluar dari garis lapangan. Namun jika sudut pandangnya dari atas, sebagian kecil sisi bola bagian atas masih sejajar dengan garis lapangan.
Dengan kata lain bahwa, tim official VAR (video assistant referee) meyakini berdasarkan pemanfaatan teknologi garis gawang dan kalkulasi yang cermat, terlihat bahwa masih terdapat bagian atas bola yang masih berada di atas garis lapangan. Walau dalam ukuran yang sangat kecil, satu koma delapan milimeter. Memang untuk melihat ukuran yang amat sangat kecil tersebut, tidak mungkin dilihat dengan pandangan mata manusia saja. Di sinilah pentingnya menggunakan teknologi dan ilmu pengetahuan untuk membantu menjaga keakuratan dan memberi kepastian hukum pertandingan dengan baik.
Kejadian ini pula mengingatkan kita betapa pentingnya memperhatikan perspektif dan kriteria. Dalam dunia akademik, ada istilah yang disebut sebagai perspektif komunikasi. Sederhananya, perspektif adalah sudut pandang atau cara menggambarkan suatu objek berdasarkan arah pandangan. Sebuah objek boleh jadi menghasilkan berbagai definisi yang berbeda apabila dilihat dari berbagai sudut pandang. Bahkan menurut pakar komunikasi, Thomas Khun, sudut pandang sangat mempengaruhi cara manusia menafsirkan sesuatu.
Bagaimana kaitannya bola dalam Piala Dunia Qatar 2022 dengan Hilal Muhammadiyah?
Di negara kita, Indonesia, selama ini jika terjadi perbedaan penentuan awal bulan suci Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, Persyarikatan Muhammadiyah sering mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Ada kalanya sistem hisab yang dilakukan oleh Muhammadiyah dianggap tidak menghargai persatuan umat Islam. Selalu membuat kriteria serta metode penentuan hilal yang berbeda dengan pihak lain. Bahkan ada pula kalangan yang memandang Muhammadiyah sebagai organisasi yang tidak patuh kepada ulil amri. Pun sistem yang digunakan Muhammadiyah dikatakan sudah usang atau ketinggalan zaman.
Secara ringkas dapat dijelaskan dalam menentukan awal bulan kamariah, Muhammadiyah menggunakan cara perhitungan atau hisab. Ini didasarkan pada perhitungan peredaran Bulan dan Bumi rata-rata dalam mengelilingi Matahari. Menurut perspektif Muhammadiyah, perhitungan yang dilakukan tersebut harus sebenar-benarnya dan setepat-tepatnya berdasarkan kondisi Bulan dan Matahari pada saat itu.
Perhitungan yang benar dan tepat sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sesuai waktu dengan ketentuan dan ditetapkan dalam beribadah. Itulah sebabnya, bagi Muhammadiyah, jika perhitungan yang dilakukan hasilnya menunjukkan posisi bulan sudah berada di atas ufuk di Indonesia, seberapa pun tingginya, maka esoknya sudah masuk bulan baru sebagai awal melaksanakan ibadah puasa, Idul Fitri dan persiapan hari raya Idul Adha.
Hubungannya dengan pertandingan piala dunia adalah bahwa merujuk pada sahnya gol Jepang ke gawang Spanyol, dapat dipandang mengkonfirmasi tentang kriteria dan perspektif. Dalam piala dunia, bola dianggap keluar jika seluruh bola sudah melewati garis lapangan. Apabila masih terdapat bagian bola yang berada di atas garis lapangan, seberapapun ukurannya, bahkan kurang dari dua milimeter, berarti bola masih hidup. Perspektif hilal bagi Muhammadiyah adalah seberapapun posisi bulan di atas ufuk, tidak memandang berapa derajat, apakah dapat dilihat dengan mata atau tidak, berarti sudah masuk bulan baru. Wallahu’alam.
Wollongong, 05.12.22
Penulis adalah Ketua PRIM NSW Australia / Dosen UIN Alauddin Makassar