Selayang Pandang Beragama yang Menggembirakan
YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah menyelenggarakan kegiatan Tabligh Akbar pada Senin (5/12). Kegiatan tersebut dalam rangka menyemarakan Milad ke-104 tahun lahirnya sekolah kader Persyarikatan yang didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan pada tahun 1918. Tabligh Akbar yang digelar di Masjid Hajah Yuliana Kampus Terpadu Mu’allimin Sedayu, Bantul, Yogyakarta turut menghadirkan pembicara dari Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr H Abdul Mu’ti, MEd.
Dalam ceramahnya, Prof Mu’ti mengatakan bahwa Muhammadiyah sejak awal berdirinya di Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 telah berusaha dengan kekuatan yang ada untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Untuk menjadi yang terbaik, maka Muhammadiyah senantiasa mengembangkan prinsip gentlemen competition bukan rivalries confrontations. Yakni bersaing secara kesatria, bersaing dengan kualitas yang kita miliki, bukan dengan mengembangkan konfrontasi atau permusuhan dan rivalitas yang saling menjatuhkan.
“Inilah prinsip yang kemudian menjadi landasan mengapa Muhammadiyah itu terus maju dan Muhammadiyah itu terus berkembang,” ujarnya saat mengisi Tabligh Akbar.
Oleh karena itu, agar kehidupan bisa melangkah maju di masa depan, maka harus bisa mengaplikasikan konsep beragama yang menggembirakan. Sebuah paham beragama yang diisi oleh energi positif di mana mampu memberikan pancaran optimisme dan secercah harapan bahwa kehidupan di masa depan itu jauh lebih baik dari masa kini.
Bagi Muhammadiyah, agama diletakan sebagai fondasi utama pentingnya untuk memberikan ilham kepada umat Islam, sehingga orang yang beragama dalam menjalani kehidupan bisa merasakan dan memiliki sebuah harapan gemilang ke depannya.
Sehingga Al-Qur’an mengatakan bahwa Wa lal-ākhiratu khairul laka minal-ụlā (QS ad-Dhuha: 4). Sarinya menekankan bahwa kehidupan di hari kemudian (akhirat) harus ditransformasikan dan dikembangkan lebih baik daripada kehidupan di dunia (ad-dunya).
Sehingga umat Islam harus berusaha seoptimal mungkin selama menjalani masa-masa transit di dunia ini untuk mengembangkan seluruh daya potensi yang ada sebagai koridor membangun kehidupan di akhirat agar terwujud kehidupan akhirat yang lebih baik.
Dalam pandangan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kata ad-dunya memiliki kandungan arti. Yaitu sesuatu yang ada lebih dahulu daripada sesuatu yang belakangan. Artinya dunia diletakkan lebih awal daripada akhirat.
Pada saat bersamaan, bisa juga berarti masa depan (al-akhirat) harus lebih dari masa lalu, sebab manusia tidak bisa mengubah masa lalu. Karenanya, usaha-usaha terbaik yang bisa dilakukan hanya dengan memperbaiki diri untuk menyongsong kehidupan di masa depan lebih baik.
“Karena itu, agama mengajarkan kepada kita untuk tidak boleh berputus asa. Agama mengajarkan kita untuk optimistis,” katanya.
Dari sini, dapat ditarik benang merahnya bahwa agama yang menggembirakan sebagai konsep beragama yang mampu memberikan semangat optimisme dan perubahan bagi pemeluknya. Dan juga meyakinkan jika setiap permasalahan niscaya akan ditemukan jalan keluarnya.
Secara eksplisit, Al-Qur’an menguraikan, fa inna ma’al-‘usri yusrā dan inna ma’al-‘usri yusrā. Menurut Prof Mu’ti, diksi al-‘usri yang berarti kesulitan disebutkan dalam bentuk isim makrifat. Dan kesulitan itu jumlahnya bisa diakumulasi. Sedang diksi yusrā yang berarti kemudahan disebut dalam bentuk nakirah.
“Makna dari ayat itu, kalau ada kesulitan jangan menyerah dan jangan putus asa. Karena jalan keluar untuk berbagai persoalan itu sangat terbuka dan jalan keluar itu ada. Dan inilah bagaimana agama menggembirakan kita,” paparnya.
Kemudian, kata ad-dunya bisa berarti alam semesta (makrokosmos). Dan bisa berarti kepemilikan sesuatu yang bersifat materi di mana manusia sangat senang dengan yang dimilikinya itu.
“Dunia itu adalah hiasan, tetapi dunia itu kadang-kadang menipu. Oleh karena itu, maka Islam tidak melarang kita memiliki rumah yang megah, tidak untuk itu. Karena itu bagian dari kehidupan dunia,” tuturnya.
Lebih lanjut, kata ad-dunya bisa berarti orientasi kehidupan yang jangka pendek. Banyak orang yang tidak berpikir mendalam bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan akan melahirkan dampak panjang ke depan. Maka kehidupan di dunia itu termasuk kategori kehidupan sementara (fana), sedang kehidupan akhirat jauh lebih kekal lagi abadi.
“Kehidupan dunia adalah kehidupan yang ditandai dengan periodesasi ketika manusia lahir dari rahim ibu sampai ketika manusia meninggal dunia. Itulah yang dinamakan al-hayat ad-dunya (kehidupan dunia),” tukasnya. (Cris)