NEW YORK, Suara Muhammadiyah-PCIM Amerika Serikat mengadakan The 3rd Annual Convention of Muhammadiyah USA pada 17 Desember 2022. Dalam kesempatan tersebut, Bendahara Umum yang sekaligus Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Wakaf dan ZIS, Hilman Latief menyampaikan beberapa amanat mewakili Ketua Umum PP Muhammadiyah.
Hilman menyampaikan tentang keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta. Dia menyinggung tentang permusyawaratan tertinggi Muhammadiyah yang berjalan lancar dan mendapat banyak apresiasi dari berbagai pihak. “Kita menggunakan prinsip demokrasi dan sekaligus mengakomodasi prinsip syura,” ujarnya.
“Yang terpenting dari musyawarah organisasi adalah keputusan-keputusannya.” Dalam hal ini, Muhammadiyah telah menghasilkan beberapa keputusan penting. Utamanya tentang Risalah Islam Berkemajuan dan Isu-Isu Strategis terkait dengan persoalan keumatan, keindonesiaan, dan kemanusiaan universal.
Pertama, Risalah Islam Berkemajuan. “Risalah Islam Berkemajuan adalah dokumen penting yang merupakan penerjemahan Muhammadiyah terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah,” ujar Dirjen Penyelenggaran Haji dan Umroh Kementerian Agama RI. Menurutnya, pelaksanaan pokok pikiran Risalah Islam Berkemajuan ini membutuhkan waktu dan strategi.
Dalam isu strategisnya, Muhammadiyah antara lain mengangkat kembali isu rezimentasi agama. Ini terkait dengan relasi agama dan negara, bagaimana Muhammadiyah yang bukan negara sekuler dan bukan negara agama menempatkan agama secara tepat dalam suatu negara yang majemuk. Negara mesti tidak berpihak dan adil dalam memperlakukan semua umat beragama.
Muktamar Muhammadiyah juga menyinggung isu perdamaian dunia. Menurutnya, peran kemanusiaan global akan terus dilanjutkan oleh Muhammadiyah di masa yang akan datang. Lembaga Filantropi Muhammadiyah punya kemampuan untuk menyikapi isu-isu global tersebut.
Kedua, pentingnya kader Muhammadiyah di PCIM untuk memahami Islam sesuai dengan manhaj, dokumen resmi, pikiran, dan ideologi Muhammadiyah. Dokumen-dokumen resmi Muhammadiyah berisi pemikiran yang sangat terbuka, visioner, dan menekankan pentingnya pembaruan, Islam modern, amar makruf nahi munkar. “Di lapangan, semua prinsip-prinsip dasar itu dibutuhkan penafsiran kreatif,” ulasnya. Model penafsiran yang beredar ada yang tekstual (bayani), burhani (nalar rasional, demonstratif, ilmiah, sientific), serta irfani (pentingnya kearifan, menggunakan zauq, hati).
Hilman Latief menyebut bahwa Muhammadiyah membutuhkan ijtihad-ijtihad baru, mujtahid-mujtahid baru. “Kita membutuhkan ulama yang berani berijtihad,” katanya. Saat ini, misalnya, pihak Arab Saudi menginginkan ijtihad tentang haji yang antriannya sangat panjang. Indonesia sebagai negara yang mengirimkan jamaah haji terbesar itu membutuhkan banyak penafsiran kreatif berbasis maqasid syariah. Manhaj berkemajuan itu sangat dibutuhkan. Misalnya, tentang praktik membayar dam atau denda dalam haji tamattu, apakah boleh penyembelihannya dilakukan di Indonesia supaya nilai manfaatnya lebih besar?
Hilman juga mengingatkan tentang pentingnya melawan narasi Islamofobia dengan cara-cara yang hikmah. Para kader diaspora di PCIM perlu melawan narasi Islamofobia dengan wacana dan sekaligus perbuatan. Hilman teringat ketika suatu saat menemani Menteri Agama RI untuk bertemu Menteri Agama di Arab Saudi yang mengakui bahwa Saudi belajar banyak dari Indonesia tentang corak Islam yang moderat.
Ia melihat bahwa Islam Indonesia semestinya mampu berbuat lebih banyak dalam ranah internasional. Tawaran-tawaran Islam Indonesia masih cukup relevan. Ia mencontohkan mahasiswa-mahasiswa asing di UMY juga mengalami banyak pencerahan dan merasakan nuansa Islam yang damai. Hal ini menjadi bagian dari program Muhammadiyah yang mengedepankan dialog antaragama dan antar-peradaban.
Salah satu agenda besar di Persyarikatan Muhammadiyah sejak 2010 bahkan sejak 2005 adalah agenda internasionalisasi. “Ada kerinduan historis-ideologis-geneologis-sosiologis orang Indonesia di luar negeri. Masyarakat yang punya kerinduan tersebut diwadahi dalam PCIM. Mulanya memberi wadah itu. Kemudian dikembangkan menjadi konsep baru untuk internasionalisasi ide, gagasan, dan pikiran Muhammadiyah,” kata Hilman.
Selama ini, ungkap Hilman Latief, Muhammadiyah dan pikiran-pikirannya belum terlalu dikenal di masyarakat internasional. Warga dunia membutuhkan buku pengenalan tentang Muhammadiyah bagi non-spesialisasi, bagi masyarakat umum, bukan bagi kalangan akademik. Dalam ranah akademik, beberapa penelitian tentang Muhammadiyah sudah mulai berkembang. Ke depan, perlu lebih banyak lagi kerjasama program-program strategis internasionalisasi Muhammadiyah. (Ribas)
Baca juga: Halbana Tarmizi Taher Pimpin PCIM Amerika Serikat