Judul : Tafsir At Tanwir Jilid 2 (Juz 2-3, Surat Al-Baqarah Ayat 142-286)
Penyusun : Tim Penyusun Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Cetakan : Oktober 2022
Tebal, ukuran : xiv + 418 hlm, 17 x 25 cm
Ribuan karya tafsir Al-Qur’an telah lahir. Mulai dari Tafsir Ibnu Abbas, Muqatil bin Sulaiman, Ibnu Katsir, Jalaluddin al-Suyuti dan al-Mahalli, Al-Thabari, Al-Qurthubi, Al-Sa’di, Al-Razi, Al-Zamakhsyari, Al-Baidhawi, Al-Tantawi, Bintu Syathi, An-Nasafi, Al-Farra, hingga Al-Farmawi, Abduh dan Rasyid Ridha. Di Indonesia, ada Tafsir Al-Sinkili, Nawawi Al-Bantani, Buya Hamka, Ash-Shiddiqey, hingga Quraish Shihab. Al-Qur’an adalah kalam ilahi, tetapi tafsir atas Al-Qur’an merupakan produk manusiawi. Penafsir mencoba memahami maksud kalam atau kehendak Tuhan melalui proses ijtihad.
Majelis Tarjih dan Tajdid menyusun sebuah tafsir baru yang diorientasikan sebagai tafsir yang mewakili spirit Persyarikatan. Diberi nama At-Tanwir, sesuai dengan semangat pencerahan yang menjadi agenda Muhammadiyah. Tafsir ini dipandang penting untuk menghadirkan kebaruan dan menjawab tantangan zaman. Di dalamnya memuat etos kemajuan, keilmuan, ibadah, hingga etos ekonomi. Tafsir ini disusun secara unik dan disajikan dengan metode tahlili cum maudu’i.
Pada Jilid 2, terdapat empat bagian. Bagian pertama, QS Al-Baqarah: 142-162, dengan tema: Kiblat dan Masyarakat Islam. Pada Al-Baqarah: 143, terdapat ayat yang cukup penting dalam pandangan Muhammadiyah, yaitu tentang umatan wasathan, litakunu syuhada’a ‘alan-nas. Dipahami oleh tafsir ini, umatan wasathan adalah masyarakat tengah, adil, dan pilihan. Mengandung spirit bahwa “umat Islam menjadi masyarakat pilihan karena berada di tengah dan adil di antara dua kecenderungan ekstrim dalam gerakan sosial-politik dan kebudayaan, misalnya gerakan kanan dan kiri dan gerakan kebudayaan materialisme dan spiritualisme.” Kualitas pilihan ini menjadi identitas masyarakat Islam ideal. Dengan identitas ini, umat pilihan memiliki tugas eksternal dan internal.
Tugas ke dalam, menjalankan ajaran Islam yang membuat mereka menjadi masyarakat pilihan. Tugas ke luar, menjadi saksi atas manusia. “Apabila mereka melihat masyarakat lain rendah dan terbelakang, maka mereka memiliki tanggung jawab untuk mengangkat dan memajukannya. Sebaliknya jika mereka melihat masyarakat lain tinggi dan maju, maka mereka pun bisa mengakui ketinggian dan kemajuan itu dengan konsekuensi bersedia mengambil pelajaran dari ketinggian dan kemajuan yang mereka saksikan,” (hlm 15).
Pada Al-Baqarah: 142-150, tafsir ini merinci 10 sifat yang menjadi kepribadian masyarakat Islam. yaitu: berjiwa besar, terkemuka, pencerah, bersih, unggul, berkearifan tinggi, berwawasan luas, religius, efektif, efisien. Ketika umat Islam kehilangan peran serta menjalankan tradisi keagamaan yang tidak sesuai kepribadiannya, mereka mengalami kritis identitas dan defisit akhlak, jauh dari idealitas Islam rahmatan lil alamin. (Muhammad Ridha Basri)
Baca juga:
Tafsir untuk Pencerahan Peradaban