Selamat! Dosen Bioteknologi dan Agribisnis UM Bandung Juara Datathon 2022
Bandung, Suara Muhammadiyah – Dosen program studi Bioteknologi dan Agribisnis Universitas Muhammadiyah Bandung (UM Bandung) Luthfia Hastiani M MSi dan Alghif Aruni Nur Rukman SP MSi meraih juara Datathon 2022.
Kegiatan Datathon 2022 tersebut berlangsung dari 16-17 November 2022, grand final 15 Desember 2022, dan diumumkan dalam acara Bandung Connecticity 2.0 di Ballroom Trans Luxury Hotel Bandung pada Jumat 16 Desember 2022.
Kompetisi tahunan sejak 2016 ini diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Bandung sebagai inisiatif dan komitmen dalam semangat keterbukaan data untuk mewujudkan Bandung Smart City.
Datathon 2022 yang bertema “Sustainable Food System for Better Tomorrow” terbagi menjadi tiga topik, yaitu supply, consumption, dan waste. Kedua dosen UM Bandung memilih topik yang berbeda sesuai dengan keahliannya.
Alghif, dosen Agribisnis UM Bandung, menjelaskan bahwa kompetisi Datathon 2022 menjadi kesempatan bagi UM Bandung untuk berkontribusi.
Pada kompetisi ini, Luthfia dan Alghif memiliki tim dari berbagai elemen dan latar belakang yang berbeda seperti akademisi, mahasiswa pascasarjana, praktisi, serta perwakilan dinas dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) terkait di Kota Bandung.
Setelah melewati proses brainstorming dan presentasi, tim Luthfia meraih juara 1 dengan mengusung aplikasi Paman Beruang.
“Apa yang kita pikirkan tentang sampah? Pastikan jijik, bau, terus males ya berurusan dengan sampah. Kita mencari inovasi yang memudahkan orang untuk memilah sampah, menciptakan experience yang menyenangkan tentang sampah sehingga memilih nama dan logo yang Fun, yaitu Paman Beruang. Paman Beruang fokus pada penanganan sampah organik. Paman Beruang juga punya akronim: Pisahkan, Manfaatkan, sehingga lingkungan bersih, dan menghasilkan uang,” ucap Luthfia mengenai nama Paman Beruang.
Luthfia mengatakan bahwa ia sebelumnya fokus melakukan penelitian limbah organik dengan pemerintah Kota Cimahi sehingga memutuskan untuk memilih topik waste.
“Saya di waste karena ya dari penelitian gitu kan saya fokus ke limbah organik ya, sampah organik. Kebetulan tim kami ada dari UPT kebersihan,” katanya.
Semua peserta melakukan setiap proses kompetisi dari mulai survei, analisis data, hingga membuat prototype aplikasi.
Hasil survei tim Luthfia memaparkan bahwa ternyata Kota Bandung secara pemerintah baru mengelola 1% sampah organik dan 60% sumbernya dari rumah. Hal itu membuat Luthfia dan kawan-kawan menargetkan segmentasi costumer-nya adalah ibu rumah tangga.
“Setelah menganalisis data, kita bikin ide kaya gini segmentasi customer-nya ibu rumah tangga,” jelasnya.
Luthfia juga memaparkan bahwa sebetulnya Kota Bandung sudah memiliki Pusat Olah Organik (POO). Namun, POO tersebut kerap kali kekurangan sampah organik untuk diolah.
“Kota Bandung itu punya pusat olah organik kebetulan tim kami ada dari UPT kebersihan juga. Nah ternyata pusat olah organik ini suka kekurangan sampah organik untuk diolah. Kendalanya dari rumah-rumah itu sampah tercampur pada akhirnya jadi numpuk. Kalau sudah tercampur susah untuk dimanfaatkan dan diolah,” paparnya.
Ia menjelaskan selain pemerintah juga ada swadaya masyarakat yang mengelola sampah organik, baik menggunakan magot, kompos, atau ekoenzim.
Munculnya hal tersebut menjadi dasar untuk Paman Beruang menyambungkan antara yang menghasilkan sampah dengan mengolah sampah melalui berbagai fitur dalam aplikasinya.
Dosen Bioteknologi ini menegaskan bahwa Paman Beruang akan memfasilitasi masyarakat melalui fitur-fitur yang tersedia. Jika masyarakat menggunakan aplikasi tersebut untuk memilah dan menyetorkan sampah organiknya, maka akan mendapat poin.
“Panggil atau jemput-antar paman, warung paman (marketplace khusus), edukasi atau ingat paman. Kita ingin menciptakan experience berkaitan dengan sampah itu enggak jijik tapi fun, seneng gitu kan. Nah melalui paman beruang, ibu rumah tangga yang milah dan nyetorin sampah organiknya nanti dapat poin rewards gitu yang bisa dibelanjakan di warung paman, misalkan dapat telur atau apa hasil dari sampah organik,” tegasnya.
Pertanian perkotaan
Sementara itu peringkat 3 yang memenangkan kompetisi ini yaitu tim Alghif dengan mengusung aplikasi mengenai sistem ketahanan pangan bernama Sihampang. Ia menerangkan ide tersebut berawal konsentrasinya ke pertanian perkotaan sehingga topik yang dipilih yaitu supply.
“Kalau saya kan memang di akhir waktu ini sering konsen ke pertanian perkotaan. Kalau pertanian perkotaan kan beda dengan urban farming. Kalau urban farming dia lebih pendekatannya hanya produksi dan teknologi, kalau pertanian perkotaan itu lebih luas lagi. Jadi, petani di kota itu bagaimana, budaya di kota bagaimana, lingkungan sosial, dan lain-lain. Jadi, kayaknya yang kemungkinan sulitnya itu di supply/pasokannya,” terangnya.
Kemudian dari survei ia menjelaskan bahwa permasalahan Kota Bandung dalam ketahanan pangan terlihat dari laju konversi lahan atau perubahan lahan.
“Masalah Kota Bandung itu karena kan dia bukan kota pertanian, istilahnya itu dipasoknya dari berbagai daerah penyambung seperti Garut, Lembang, dan lainnya. Selain itu, Kota Bandung sendiri laju konversi lahan atau perubahan lahan menjadi gedung atau apanya itu tertinggi se-Jawa Barat secara kota. Makannya secara keberlanjutan itu ketahuannya pada saat kemarin pandemi, kan repot ya logistik banyak ditahan walaupun Kota Bandung masih bertahan karena itu tadi, dekat dengan daerah penghasil,” ujarnya.
Luthfia dan Alghif menjelaskan bahwa banyak pembelajaran yang mereka dapatkan setelah mengikuti kompetisi ini. Mereka berharap kegiatan yang diikutinya dapat memotivasi para mahasiswa untuk berani mencoba atau mengikuti kompetisi lainnya.***(MPAF)