Mengajarkan Kemandirian Pada Masa Liburan
Tito Yuwono
Bismillaahirrahmaanirrahiim. Masa liburan adalah masa dimana anak-anak banyak mempunyai banyak waktu kebersamaan dengan keluarga. Apalagi anak yang sekolahnya model boarding atau pondok pesantren, yang kepulangannya adalah 1 semester sekali. Tentu waktu bersama dengan keluarga adalah sangat berharga sekali. Dan ini momentum bagi orang tua untuk semakin dekat dengan anak, juga antar saudara juga akan menjadi momentum lebih erat.
Kesempatan berharga ini semestinya digunakan sebaik-baiknya oleh orang tua. Salah satu memanfaatkan waktu liburan adalah untuk mengajarkan kemandirian anak. Jangan sampai terlena dengan waktu liburan hanya untuk aktivitas yang sia-sia seperti sepanjang hari untuk tiduran atau bermain gadget ataupun menghabiskan waktu untuk bermain di luar.
Pengajaran kemandirian ini sangat penting untuk menyiapkan anak melakukan kewajiban-kewajibannya dan tugasnya dengan baik. Dan jangan sampai menjadi beban orang lain untuk kedepannya.
Berikut beberapa ikhtiar pemgajaran kemandirian untuk anak.
Pertama, anak dibiasakan memanajemen waktu dengan baik.
Kemampuan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya adalah awal sifat kemandirian. Hal ini juga termasuk dari sifat tanggung jawab. Sebaliknya, kebiasaan menunda-nunda waktu dan bermalas-malasan adalah awal mula dari ketidakmandirian. Maka anak dibiasakan beraktifitas secara teratur, seperti tidur secukupnya (tidak berlebihan), berolahraga untuk menjaga kebugaran dan kesehatan, membaca quran, murajaah hafalan dan juga pekerjaan-pekerjaan rumah yang sesuai dengan umurnya.
Waktu adalah nikmat dari Allah Ta’ala yang sering dilalaikan. Sebagaimana hadis Nabi ﷺ yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori :
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
Artinya: “dua nikmat, kebanyakan manusia tertipu/ lalai denga keduanya, yaittu sehat dan waktu luang.” (HR. Imam Bukhori)
Ketika liburan dijadikan balas dendam untuk banyak tidur, maka momen-momen positif akan terlewatkan. Banyak sekali efek negatif dari terlalu banyak tidur baik bagi kesehatan maupun bagi banyak hal lain yang tidak bisa terkerjakan. Efek bagi kesehatan diantaranya adalah sakit kepala, sakit punggung, obesitas, naiknya asam lambung dan lain-lain. Disamping itu jiwa menjadi malas dan banyak hal yang semestinya bisa dikerjakan menjadi terlewatkan.
Kedua, anak dibiasakan mengerjakan pekerjaan rumah.
Pekerjaan rumah perlu dibiasakan ke anak, supaya nanti ketika dewasa mengurusi rumah tidak merasa berat. Ketika anak tidak terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah, maka kelak akan merasa sangat berat mengerjakan pekerjaan rumah yang sebenarnya sesuatu yang biasa, seperti mencuci pakaian, mensetrika pakaian, bersih-bersih rumah dan sekitarnya, mencuci piring, memasang lampu listrik, memasak, membantu belanja, membantu berladang dan lain-lain. Untuk kebersamaan dan dilakukan dengan happy maka dalam mengerjakan pekerjaan rumah didampingi dan bersama dengan saudara-saudaranya.
Ketiga, anak diberikan pandangan-pandangan dalam mencari rizki/nafkah.
Diskusi terkait bentuk-bentuk mencari nafkah/rizki atau pekerjaan perlu dilakukan, sehingga anak mempunyai pandangan yang luas terkait dengan masalah pekerjaan. Pekerjaan adalah terkait dengan kemandirian ekonomi keluarga nantinya. Sehingga anak kemudian mempunyai cita-cita dan memilih bidang profesi apa yang cocok atau disukainya. Tentu pandangan-pandangan ini bukan hanya permasalahan berapa besar pendapatan tapi juga kemanfaatan buat sesama juga harus disampaikan. Sehingga dalam jiwa anak tertanam menjadi orang yang bermanfaat.
Keempat, anak dilatih dengan keterampilan kewirausahaan.
Melatih anak mempunyai keterampilan kewirausahaan adalah sangat penting. Sehingga anak praktik dan merasakan langsung. Sebagai contoh anak diajari membuat kue yang biasa dijajakan di pasar atau di toko. Anak diajak mulai dari belanja bahan dan pembuatan kue. Kemudian disampaikan ke anak bahwa belanja bahan habis sekian kemudian nilai jual kue sekian dan seterusnya. Sehingga nilai kewirausahaan terinternalisasi secara langsung walaupun hasil pembuatannya tidak dijual tapi dinikmati keluarga. Contoh lain bagi yang punya lahan misalnya anak diajak menanam tanaman, misalnya sengon. Disampaikan ke anak bahwa tanaman sengon panennya kurang lebih 5 tahun, dengan harga per pohon sekian dan seterusnya. Sehingga kewirausahaan bidang perkebunan/pertanian akan tertanan di jiwa anak. Untuk memberikan nilai kemanfaatan kepada sesama juga disampaikan nanti sebagian hasil panen bisa diinfakkan untuk membantu panti asuhan atau diinfakkan melalui lembaga zakat dan infaq seperti lazismu.
Demikian tulisan singkat ini, semoga menumbuhkan kesadaran kita semua untuk mengajarkan kemandirian ke anak-anak kita. Momentum liburan adalah sangat baik karena anak-anak punya waktu longgar bersama keluarga. Apalagi bagi anak-anak yang belajar di pesantren yang kepulangannya tiap semester sekali. Semoga generasi kita menjadi generasi yang shalih dan mandiri. Wallahu a’lamu bishshowab.
Nashrun minallahi wa fathun qarib
Tito Yuwono
Dosen Jurusan Teknik Elektro-Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Sekretaris Majelis Dikdasmen PCM Ngaglik, Sleman
Ketua Joglo DakwahMu Almasykuri Yogyakarta