Mengatasi Malu Yang Negatif

Mengatasi Malu Yang Negatif

Mengatasi Malu Yang Negatif

Mengatasi Malu Yang Negatif

Bismillaahirrahmaanirrahiim. Pada tulisan sebelumnya telah dibincangkan malu yang positif dan malu yang negatif. Malu yang positif adalah sifat yang perlu dan harus dipertahankan, karena malu yang positif ini merupakan ajaran agama. Dampak orang yang punya malu jenis ini akan hati-hati dalam bertindak, jika sesuatu itu larangan maka akan ditinggalkan. Jika perintah maka akan dikerjakan sekuat tenaga karena malu kepada Allah Ta’ala jika tidak mengerjakannya. Banyak sekali keutamaan malu yang positif, diantaranya adalah malu merupakan bagian ataupun cabang dari keimanan, malu akan membuahkan banyak kebaikan, malu merupakan akhlaq agama islam, dan malu menjadi salah sebab masuk surga.

Lain halnya dengan malu yang negatif. Malu jenis ini akan menghambat untuk berbuat kebaikan.

Banyak contoh malu yang negatif ini, diantaranya:

-Seorang pelajar malu bertanya kepada Bapak Ibu Guru ketika belum paham

-Seorang pelajar malu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru

-Seorang pelajar malu berbicara di depan kelas

-Seseorang yang malu bekerja dengan pekerjaan tertentu padahal pekerjaan tersebut baik dan halal sedangkan ia butuh pekerjaan untuk mencari nafkah

-Seseorang yang malu berbuat kebaikan seperti sholat berjamaah di masjid, menuntut ilmu, malu beramar makruf dan nahimunkar dan lain sebagainya.

Tentu malu yang disebutkan di atas akan sangat menghambat kemajuan dan kebaikan seseorang. Terkadang ia punya potensi yang sangat baik dan positif, namun potensi positif tidak berkembang gegara rasa malu yang negatif ini. Maka ikhtiar-ikhtiar untuk mengurangi dan menghilangkan malu yang negatif ini harus diusahakan.

Ikhtiar Mengatasi Malu yang negatif

Perasaan malu yang negatif biasanya dikarenakan tidak percaya diri, baik percaya diri dengan kepribadiannya juga tidak percaya diri dengan lingkungan sekitar. Allah Ta’ala mengingatkan kita sebagai orang yang beriman untuk tidak bersikap lemah dan bersedih hati. Sebagaimana dalam Quran surat Ali Imran ayat 139.

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَهِنُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَنتُمُ ٱلْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Artinya:” Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.

Penguatan aqidah

Aqidah merupakan asas atau pondasi dari agama. Aqidah yang kuat dan kokoh akan berbuah ketaatan baik dalam ibadah maupun akhlaq. Disamping itu, aqidah yang kokoh akan meningkatkan percaya diri, karena motivasi amalnya karena Allah Ta’ala dan dalam rangka untuk menggapai ridho-Nya. Yang dicintai dan ditakuti hanya Allah Ta’ala semata. Jika telah demikian maka insyaa Allah akan sangat membantu meningkatkan percaya diri seseorang dan terjauh dari sifat malu dalam melakukan ibadah dan hal-hal positif lain.

Banyak latihan dan bergaul

Banyak kasus orang menjadi pemalu karena belum atau jarangnya tampil di depan umum dan juga jarangnya bergaul di masyarakat. Dengan seringnya tampil di muka umum dan lebih sering bergaul maka lama-lama akan menjadi biasa dan perasaan malu akan berkurang banyak. Agar mampu berkomunikasi dengan lebih baik dan sistematis maka perlu latihan berbicara. Contohnya adalah dengan menghafal pembukaan dan penutupan ceramah dan melatihkannya untuk mengartikulasikan dengan baik.

Meningkatkan kompetensi diri

Kompetensi diri juga akan berpengaruh pada meningkatnya percaya diri. Meningkatnya percaya diri ini karena memang secara kejiwaan merasakan mempunyai kualitas diri. Kompetensi diri bisa dinaikkan dengan latihan-latihan, otodidak, maupun bisa melalui pelatihan. Misalkan bagi yang suka IT, bisa belajar IT dengan tekun sampai berkompeten sehingga bisa digunakan untuk menyelesaikan projek-projek IT. Dengan kemampuannya tersebut maka akan menaikkan kepercayaan dirinya. Bagi yang suka tata boga, belajar memasak hingga hasil masakannya layak untuk dijajakan. Ketika hasil karyanya layak dan dinikmati orang lain maka akan memunculkan kepercayaan diri.

Berpikir positif

Berpikir positif tdan mempunyai prinsip akan mengurangkan rasa malu yang negatif. Berpikir positif adalah dengan cara membiasakan diri dalam melihat sesuatu hal dengan sisi baiknya. Baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Kebiasaan memandang baik ini akan memberikan kesehatan mental. Perasaan malu biasanya dipicu memandang sesuatu hal dengan cara negatif. Contoh malu pergi ke masjid karena dipicu kawatir dikatakan sok alim. Maka cara pandangnya harus diubah. Berangkat ke masjid karena ibadah kepada Allah. Kemudian perasaan bahwa orang lain akan mengatakan sok alim dihilangkan. Jikapun ada yang mengatakan seperti itu maka sekalian saja orang lain tersebut diajak ke masjid. Begitu juga dengan amal-amal kebaikan lainnya.

Demikian tulisan singkat ini, semoga generasi kita menjadi generasi yang percaya diri sehingga tidak ada hambatan-hambatan untuk berbuat kebaikan. Bagi yang masih bermasalah dengan percaya diri dan malu untuk berbuat kebaikan, semoga dengan ikhtiar-ikhtiar di atas disertai dengan doa kepada Allah Ta’ala, akan bisa teratasi.

Wallahu a’lamu bishshowab.

Nashrun minallahi wa fathun qarib

Tito Yuwono, Dosen Jurusan Teknik Elektro-Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Sekretaris Majelis Dikdasmen PCM Ngaglik, Sleman, Ketua Joglo DakwahMu Almasykuri Yogyakarta

Exit mobile version