Film Selendang Broadcasting SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta Borong Penghargaan Tingkat Nasional

Film Selendang Broadcasting SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta Borong Penghargaan Tingkat Nasional

Film Selendang Broadcasting SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta Borong Penghargaan Tingkat Nasional

Film Selendang Broadcasting SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta Borong Penghargaan Tingkat Nasional

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Siswa dari kelas Broadcasting SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta menunjukkan potret kepiawaiannya dalam memproduksi sebuah film. Ini juga ditopang dengan semangat dari seluruh tim yang bekerja keras untuk melahirkan film berkualitas unggul dan berkemajuan.

Kali ini, film yang di produksi diberi judul “Selendang”. Di mana film ini sukses memperoleh gelar juara 1 Short Movie dalam ajang Moehi National Competition (Monaco) 2022 tingkat SMA/SMK se-Indonesia yang diselenggarakan oleh SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta.

Pada saat bersamaan, film tersebut juga meraih kejuaraan Short Film Competition dalam ajang Communication Festival (COMMFEST) 2022 tingkat SMA/SMK se-Indonesia yang di inisiasi Universitas Mercu Buana Jakarta. Tak sampai di situ saja, film tersebut berhasil meraih dua penghargaan sekaligus, yakni sebagai FILM TERBAIK dan SINEMATOGRAFI TERBAIK.

Para pemain dihadirkan dari orang tua siswa, kru dari seluruh kelas Broadcasting dan anak-anak Sanggar Tari Srikandi Kemuning. Yang keseluruhan para pemainnya berhasil tampil dengan apik dan menjiwai peran yang dimainkannya di dalam film tersebut.

Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta, Widi Astuti, SPd, mengungkapkan rasa syukur dan kegembiraannya atas capaian karya dan prestasi yang ditorehkan dari jurusan Broadcasting. Menurutnya, karya yang dilombakan seri kedua itu berhasil meraih tiga penghargaan sekaligus di kancah nasional.

“Saya atas nama pimpinan SMK Muhammadiyah 1 YogyaKarta dan secara pribadi mengapresiasi kepada jurusan Broadcasting yang telah memberikan karya film terbaik,” ucapnya saat Screening Film Selendang di ruang Studio SMK Muhammadiyah 1 YogyaKarta, Kamis (29/12).

Widi menuturkan proses panjang dan pergumulan panjang dalam membuka jurusan Broadcasting. Sebab sekolah ini terkenal dengan sekolah jurusan IT (teknologi dan informasi). Sebelumnya, awal mula kelahiran sekolah ini bercorak sekolah bisnis manajemen.

Film Selendang Broadcasting SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta

“Ketika membuka jurusan Broadcasting ini, yang naungannya dibawah seni, memang agak tidak mudah. Tapi Alhamdulillah lewat kerja sama dengan Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY kami di dukung kaitannya dalam pembukaan jurusan Broadcasting di mana di Provinsi DIY belum ada. Harapannya jurusan ini akan menjadi pionir di Provinsi DIY,” jelasnya.

Sampai sekarang, jurusan Broadcasting masih terus eksis dalam melahirkan maha karya luar biasa. Banyak sekali project yang digarap oleh jurusan ini, sampai-sampai di hari libur sekolah, jurusan ini tidak libur dalam berkarya untuk memajukan kehidupan bangsa.

“Anak-anak telah membuktikan selama 6 bulan, Alhamdulillah membuahkan karya, produk, dan bisa dipublikasikan. Yang jelas, memang project itu dikerjakan sebagai tugas dari jurusan masing-masing,” katanya.

Widi mengharapkan agar anak-anak dapat terus belajar dan semangat dalam berkarya. Tidak stagnan ketika menjalani sekolah, tetapi bisa melalang buana dengan karya-karya hebat lainnya.

“Semoga di waktu-waktu yang akan datang anak-anak tetap bersemangat. Ini menambah ghirah kalian belajar di SMK Muhi, terutama di jurusan Broadcasting. Belajar yang banyak, hasilkan karya yang luar biasa dan hebat agar tetap berjaya dan harapannya menjadi rujukan dari sekolah-sekolah lain yang ingin belajar terkait jurusan Broadcasting,” ujarnya.

Rafarrel Van Gizza selaku Sutradara film Selendang menuturkan bahwa proses pembuatan film ini cukup lama, yakni dalam tempo 6 bulan. Selama 2 bulan, dilakukan riset film yang bertujuan untuk mengeksplorasi dan menemukan skenario film agar dapat berjalan dengan baik. Lebih-lebih secercah pesan dan kesannya dapat ditangkap oleh para penonton.

“Film ini kami buat selama 6 bulan. Nah, kami lakukan riset itu setidaknya membutuhkan waktu 2 bulan. Ini merupakan kerja keras kita agar melahirkan film yang berkualitas, tidak sekadar menyaksikan filmnya saja, tapi bagaimana para penonton setelah menyaksikan film ini dapat mengambil pesan yang didapatkan,” ujarnya.

Dirinya menambahkan film ini memvisualisasikan bagaimana seorang anak harus bisa memanfaatkan waktunya untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan talentanya tanpa adanya paksaan dari orang tua. Anak diminta agar dapat menyampaikan dan menyuarakan kepada orang tua hal ihwal kemauan dan tentu saja talenta yang selama ini terpendam di dalam jiwanya.

“Kami mengangkat film ini sebenarnya ingin anak itu tidak di kekang oleh kemauan orang tua, harus sesuai dengan harapan orang tua itu sendiri. Sementara, dunia anak-anak itu memiliki jalan tersendiri dalam memandang masa depan,” tuturnya.

“Kita (lewat film ini) ingin membangun bahwa anak-anak, lebih tepatnya menyuarakan apa yang ingin mereka sampaikan (talenta) kepada orang tuanya tanpa sekali lagi adanya unsur paksaan dari orang tua,” tambahnya.

Di samping itu, Rafarrel mengharapkan dari film tersebut dapat memberikan motivasi dan juga inspirasi bagi seluruh masyarakat, utamanya orang tua agar tidak mengekang anak dalam mengembangkan talenta. Bersamaan dengan itu dapat mendorong kepada seluruh anak-anak di Indonesia agar dapat menyuarakan isi hatinya kepada orang tua terhadap talenta yang dimiliki, sehingga dapat membawa masa depan yang lebih baik. (Cris)

Exit mobile version