Kapita Selekta Putusan dan Fatwa Tarjih: Akhlak Kepada Allah
YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pengajian Tarjih Muhammadiyah yang rutin di laksanakan setiap malam kamis yang dilaksanakan secara daring/online via zoom meeting oleh H. Ali Yusuf, S.Th.I., M.Hum Anggota Divisi Fatwa dan Pengembangan Tuntunan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Rabu (28/12).
Berbicara tentang akhlak tentu saja banyak mengupas bagaimana sikap kita terhadap Allah. Jadi, jika kita bertemu dengan orang pun itu selalu diperhatikan, bagaimana cara bertemu yang baik. Dan juga bertemu dengan Allah atau bagaimana kita berinteraksi dengan Allah tentu dengan cara yang baik. Tentu cara yang baik itu adalah pengertian yang sesuai dengan aturan-aturan dan dalil-dalilnya.
Beberapa materi akhlak yang sudah dihadirkan di beberapa putusan-putusan yang sudah dikeluarkan oleh Majelis Tarjih. Walaupun secara umum dalam tanya jawab untuk akidah akhlak kalaupun ada mungkin hanya sedikit. Berinteraksi dengan KHA. Dahlan beliau banyak mendapatkan ilmu, yang mana ilmu itu disampaikan di dalam beberapa buku. Seperti di dalam falsafat ajaran KHA. Dahlan, beliau membagi ajaran itu menjadi tiga yaitu Iman, Islam, dan Ihsan.
Tiga ajaran ini diambil berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Umar Bin Khattab.
عَنْ عُمَرَ رضي الله عنه أَيضاً قَالَ: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه و سلّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌحَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي عَنِ الإِسْلاَم، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: (الإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاّللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدَاً رَسُوْلُ اللهِ، وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ البيْتَ إِنِ اِسْتَطَعتَ إِليْهِ سَبِيْلاً. قَالَ: صَدَقْتَ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ، قَالَ: أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الآَخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ قَالَ: صَدَقْتَ، قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ، قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الْمَسئُوُلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ قَالَ: فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا، قَالَ: أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا، وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِي البُنْيَانِ ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيَّاً ثُمَّ قَالَ: يَا عُمَرُ أتَدْرِي مَنِ السَّائِلُ؟ قُلْتُ: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. رَوَاهُ مُسْلِم
Artinya: “Dari Umar radhiyallahu ‘anhu pula dia berkata; pada suatu hari ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang laki-laki berpakaian sangat putih, dan rambutnya sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tidak seorang pun dari kami yang mengenalnya, kemudian ia duduk di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mendekatkan lututnya lalu meletakkan kedua tangannya di atas pahanya, seraya berkata: ‘Wahai Muhammad jelaskan kepadaku tentang Islam?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ”Islam itu adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, engkau menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji ke Baitullah Al Haram jika engkau mampu mengadakan perjalanan ke sana.” Laki-laki tersebut berkata: ‘Engkau benar.’ Maka kami pun terheran-heran padanya, dia yang bertanya dan dia sendiri yang membenarkan jawabannya.
Dia berkata lagi: “Jelaskan kepadaku tentang iman?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “(Iman itu adalah) Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir serta engkau beriman kepada takdir baik dan buruk.” Ia berkata: ‘Engkau benar.’
Kemudian laki-laki tersebut bertanya lagi: ‘Jelaskan kepadaku tentang ihsan?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “(Ihsan adalah) Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Kalaupun engkau tidak bisa melihat-Nya, sungguh Dia melihatmu.” Dia berkata: “Beritahu kepadaku kapan terjadinya kiamat?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidaklah orang yang ditanya lebih mengetahui dari yang bertanya.” Ia berkata: “Jelaskan kepadaku tanda-tandanya!” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Jika seorang budak wanita melahirkan tuannya dan jika engkau mendapati penggembala kambing yang tidak beralas kaki dan tidak pakaian saling berlomba dalam meninggikan bangunan.
Umar radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Kemudian laki-laki itu pergi, aku pun terdiam sejenak.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku: “Wahai ‘Umar, tahukah engkau siapa orang tadi?” Aku pun menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang untuk mengajarkan agama ini kepada kalian.” (HR Muslim). Dari hadist itu disimpulkan bahwa ajaran islam dibagi tiga bagian, yang pertama iman, islam, dan ihsan.
Iman juga dijabarkan menjadi ilmu tauhid atau berkaitan dengan akidah. Islam berkaitan dengan ilmu fikih. Kemudian Ihsan yang mana orang juga menyebut dengan istilah ilmu tasawuf. Di dalam rumusan Muhammadiyah ada empat ajaran islam yaitu akidah, akhlak, ibadah, dan muamallah. Dalam hal ini bagaimana seharusnya cara kita dan berkomunikasi dengan Allah. Dan bagian yang dikaji adalah bagian akhlak.
Bentuk-bentuk akhlak terhadap Allah yaitu dengan cara bertaqwa, cinta dan ridha, ikhlas, khauf dan raja yang mana khauf dan raja ini beriringan yang mana makna khauf adalah takut dan raja adalah harap, tawakal, syukur, muraqabah, dan taubat. Itulah delapan contoh yang terkait bagaimana sikap kita berakhlak terhadap Allah dengan mewujudkan beberapa aktivitas yang disebutkan tadi. Dari beberapa bentuk tadi mungkin hanya tiga yang akan diuraikan.
Pertama, Takwa : takut, memelihara diri dari siksaan Allah dengan cara mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dan ada juga yang mendefinisikan takwa dengan melakukan semua perintah-perintah Allah dan menjauhi larangannya. Diantara dalil yang berkaitan dengan takwa adalah QS. Ali-Imran :102 :
يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِه وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Artinya :” Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim”.
Dari ayat diatas dapat kita ketahui bahwa ada sebuah perintah dimana kita dituntut untuk bertakwa. Diantara buah takwa adalah mendapatkan sikap furqan QS. Al-Anfal (8): 29, mendapatkan limpahan berkah QS. Al-A’raf (7): 96, mendapatkan jalan keluar dari kesulitan QS. Ath-Thalaq (65): 2, mendapatkan rizki tanpa diduga-duga QS.Ath-Thalaq (65): 3, mendapatkan kemudahan QS. Ath-Thalaq (65): 4, mendapatkan ampunan dosa QS.Ath-Thalaq (65): 5.
Kedua, Cinta dan Ridha : kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan sepenuh hati dan rasa kasih saying. QS. Al-Baqarah (2): 165. Belum dikatakan cinta jika belum ada buktinya. Seperti jika kita cinta kepada Allah akan tetapi kita jarang melakukan shalat, tidak pernah berdoa, dan malas beribadah. Maka, kita masih belum bisa disebut kita cinta kepada Allah.
Cinta bersumber dari iman QS. Al-Anfal (8): 2, konsekuensi cinta kepada Allah adalah mengikuti Rasul-Nya QS. Ali-Imran (3): 31. Dan ridha adalah menerima dengan sepenuh hati segala macam aturan dan keputusan Allah dan Rasul-Nya tanpa penolakan sedikitpun. Tingkatan cinta dibagi menjadi tiga yaitu Al-Mahabbah al-Ula, Al-Mahabbah al-Wustha, dan Al-Mahabbah al Adna.
Ketiga, Tawakal : membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan segala keputusannya kepada Allah. Dan tawakal ini juga adalah sifat aktif. yang mana ketika kita sudah menyerahkan segala urusan kita kepada Allah kita juga harus ikut berperan sehingga kita juga berusaha walaupun kita sudah bertawakal kepada Allah.
Dalil yang berkaitan dengan takwa adalah QS. Al-Maidah (8): 23
وَعَلَى اللّٰهِ فَتَوَكَّلُوْٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ
Artinya: “Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman.”. (Hadi/Risnila)