Malu Yang Positif dan Malu Yang Negatif
Oleh: Tito Yuwono
Malu Yang Positif
Bismillaahirrahmaanirrahiim. Perasaan malu adalah karunia Allah Ta’ala. Dan ini adalah fitrah manusia. Perasaan malu ini bisa menjadi alat pengereman yang baik. Sebagai pelajar malu jika menyontek saat ujian, malu jika tidak mengerjakan tugas ataupun PR, malu jika berkata kotor dan sebagainya. Malu seperti ini adalah malu yang positif atau malu yang diajarkan oleh agama. Malu dapat mencegah dari perbuatan tercela sehingga mendatangkan kebaikan bagi pemiliknya. Sebaliknya orang yang tidak punya rasa malu akan dengan mudah berbuat tercela dan terlarang. Pelajar yang monyontek, malas, mudah berkata kotor adalah pelajar yang tidak punya malu.
Malu yang positif harus terus dipertahankan. Malu yang positif ini ada tiga bentuk, yaitu malu kepada Allah Ta’ala, malu kepada diri sendiri dan malu kepada orang lain. Malu kepada Allah Ta’ala akan memberikan dampak kita untuk bertaqwa di kapanpun dan di manapun, baik dikala sendiri maupun bersama orang banyak. Meninggalkan larangan Allah Ta’ala kapanpun dan dimanapun, serta menjalankan perintah Allah Ta’ala dengan sekuat tenaga. Sedangkan malu kepada diri sendiri adalah malu kepada dirinya sendiri, malu berbuat kesalahan tatkala sendiri. Sedangkan malu kepada orang lain, adalah malu jika kesalahan-kesalahan kita diketahui orang lain sehingga kita berusaha untuk tidak melakukan perbuatan yang tercela yang membuat kita menjadi malu kepada orang lain. Kalau ketiga bentuk rasa malu tersebut ada dalam diri kita maka akan memberikan dampak yang sangat baik terutama untuk mengerem jika akan berbuat kejelekan dan memberikan semangat untuk berbuat kebaikan. Sebagai contoh adalah mencuri. Mencuri adalah perbuatan tercela sekaligus merugikan orang lain. Allah Maha Mengetahui perbuatan kita walaupun orang lain tidak mengetahui. Kita malu kepada Allah Ta’ala, Allah Ta’ala melihat perbuatan kita. Dan jika perbuatan kita tersebut diketahui orang lain maka kitapun malu kepada orang lain. Begitu juga dengan perbuatan-perbuatan tercela lainnya.
Malu dapat juga untuk motivasi berbuat kebaikan, sebagai contoh adalah Allah Ta’ala telah memberikan kenikmatan yang sangat banyak kepada kita. Maka kita malu jika tidak berterima kasih atau bersyukur dengan mengucapkan lafaz kesyukuran Alhamdulillah disertai taat kepada Allah Ta’ala.
Malu yang positif ini mempunyai banyak keutamaan diantaranya adalah malu merupakan cabang dari iman, malu akan mendatangkan kebaikan, malu adalah akhlaq Islam dan masih banyak lagi.
Banyak sekali Hadis terkait dengan keutamaan rasa malu ini, diantaranya adalah:
- Malu adalah cabang dari keimanan
Hadis Nabi ﷺ yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
الإِيمانُ بضْعٌ وسَبْعُونَ، أوْ بضْعٌ وسِتُّونَ، شُعْبَةً، فأفْضَلُها قَوْلُ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وأَدْناها إماطَةُ الأذَى عَنِ الطَّرِيقِ، والْحَياءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإيمانِ
Artinya: “Iman memiliki lebih dari 70 atau 60 cabang, cabang tertinggi adalah ucapan laa ilaaha illallah, dan cabang terendah adalah menyingkirkan duri di jalan, dan malu adalah cabang dari keimanan.” (HR Imam Muslim)
- Malu akan mendatangkan kebaikan
Hadis Nabi ﷺ yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim:
اَلْـحَيَاءُ لاَ يَأْتِيْ إِلاَّ بِخَيْـرٍ
Artinya: “Malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan” (Mutafaq ‘alaih)
Hadis Nabi ﷺ yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
اَلْـحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ
Artinya: ”Malu itu kebaikan seluruhnya” (HR Imam Muslim)
- Malu adalah akhlaq Islam
Hadis Nabi ﷺ yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah:
إِنَّ لِكُلِّ دِيْنٍ خُلُقًا وَخَلُقُ اْلإِسْلاَمِ الْـحَيَاءُ
Artinya: ”Dan sesungguhnya setiap agama memiliki akhlaq dan akhlaq Islam adalah malu” (HR Imam Ibnu Majah)
Malu Yang Negatif
Sementara itu ada sifat malu yang negatif. Malu yang negatif adalah malu untuk berbuat kebaikan. Contohnya adalah malu jadi petugas upacara, malu menjawab pertanyaan, malu berbicara di depan umum, malu ke masjid, malu menuntut ilmu dan lain-lain. Malu seperti ini harus kita lawan dan kita hilangkan dari dalam diri kita karena menghambat untuk menggapai cita-cita dan menghambat untuk berbuat baik.
Malu yang negatif ini bisa diikhitarkan untuk dihilangkan. Sebagai contoh malu ketika berbicara di muka umum, bisa dikurangkan atau dihilangkan dengan banyak berlatih dan membiasakan diri berbicara di depan umum sembari terus memperbaiki cara berbicara agar lebih sistematis dan mudah dipahami.
Malu pergi ke Masjid dapat dihilangkan dengan terus membiasakan diri berangkat ke masjid untuk ibadah sembari memperkuat tekad dan prinsip bahwa pergi ke Masjid adalah bentuk ibadah. Dan ibadah adalah sesuatu yang dicintai Allah Ta’ala. Yang kita cari adalah ridho Allah.
Demikian tulisan ringkas terkait denga rasa malu, semoga Allah Ta’ala berikan taufiq kepada kita semuanya untuk memiliki rasa malu yang positif, baik malu kepada Allah Ta’ala, diri sendiri maupun orang lain. Dengan mempunyai rasa malu yang positif, insyaa Allah akan banyak berbuah kebaikan serta dengan mudah meninggalkan larangan agama.
Adapun perasaan malu yang negatif, semoga Allah Tala hilangkan dari kita rasa malu jenis ini. Karena akan menghambat kita untuk berbuat kebaikan.
Wallahu a’lamu bishshowab. Nashrun minallahi wa fathun qarib
Tito Yuwono, Dosen Jurusan Teknik Elektro-Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Sekretaris Majelis Dikdasmen PCM Ngaglik, Sleman, Ketua Joglo DakwahMu Almasykuri Yogyakarta