YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah telah menyelenggarakan pengajian rutin secara daring/online setiap Rabu (11/1) dengan tema “Hukum Percaya pada Ramalan Zodiak dan Praktik Perdukunan Digital”. Pengajian disampaikan oleh Dr Ruslan Fariadi AM selaku sekretaris divisi kaderisasi organisasi MTT PP Muhammadiyah sekaligus narasumber.
Pada kajian kali ini membahas tentang hal yang sangat umum di masyarakat, Ruslan menyampaikan pengertian ramalan itu sendiri dengan berbagai macam pengertian baik secara bahasa maupun secara sosiologis. Korban perdukunan itu sendiri dari berbagai kalangan seperti pejabat, pengusaha, kalangan professional intelektual, politisi, dan rakyat biasa, salah satu contohnya pesugihan bisnis, percintaan bahkan jabatan karier politik.
Adapun faktor-faktornya yaitu lemahnya iman (Jahalah Bid Din), malas berusaha/ikhtiar, cinta-benci yang berlebihan dan banyak lagi faktor faktor lainnya, ditambah lagi dengan media yang yang banyak mendukung jalannya praktik perdukunan ini.
Selain itu juga dikemas dengan istilah-istilah yang seakan-akan tidak menunjukkan bahwa hal tersebut perdukunan dan juga penyebutannya sendiri mengalami metamorfosa istilah perdukunan, yaitu dukun, para normal, orang pintar, bahkan menggunakan gelar yang seharusnya digunakan untuk yang positif, misal dengan panggilan “Gus”.
Bentuk perdukunan digital sangat banyak begitu juga dengan metodenya, ada yang membaca zodiak, horoskop, sio hewan, membaca abjad, permainan jaelangkung, dan sebagaimnya. Dan juga dampak buruk dari perdukunan ini termasuk dosa besar, bentuk kedurhakaan terhadap Allah swt, tidak diterima sholatnya hingga racun amal.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : « اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » . قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ ؟ قَالَ :« الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ »
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa saja itu?” Beliau menjawab, “Syirik kepada Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari peperangan, dan menuduh berzina wanita yang suci mukminah yang tidak tahu-menahu.” (HR. Bukhari-Muslim)
Pada sesi tanya jawab Ruslan mendapat pertanyaan bagaimana pandangan Muhammadiah mengnai pawang hujan. Menurut Muhammadiyah, dilihat dari proses atau ritual-ritual yang digunakan hampir atau semua itu ritual syirik, bahkan tidak banyak mereka menggunakan sesajen untuk proses pemanggilan hujan, dalam perspektif tarjih, dalam perspektif Islam yang kita fahami bahwa praktik-praktik yang sangat dilarang.
Ada juga pertanyaan mengenai animal communicator apakah termasuk perdukunan? Ruslan pun menjelaskan dengan beberapa contoh dan kontekstualisasi pada zaman Nabi Sulaiman, dan juga menjelaskan secara ilmiah dengan contoh hewan yang memiliki penciuman yang tajam, itu dapat dipertanggung jawabka secara ilmiah. Namun, hal yang tidak ada kaitannya dengan hal tersebut merupakan mitos, maka dari itu kita sebagai manusia harus bisa mengendalikan rasionalitas kita agar tidak terjerumus ke penyimpangan tersebut. dirinya juga menjelaskan banyak contoh lain penyimpangan yang serupa.
Sebagai penutup Ruslan menjawab satu pertanyaan mengenai sikap dan pandangan Majelis Tarjih mengenai penyimpangan penyimpangan tersebut. Pandangan Majelis Tarjih terhadap hal itu untuk menentukan sesuatu menyimpang atau tidak tentu ada tahapan yang harus dilewati dengan benar.
Ruslan menjelaskan tahapan-tahapan tersebut dengan beberapa contoh yaitu pemahaman dan konsep kemoterapi dan juga ruqyah, dan kesimpulannya ialah tugas kita semuanya sebagai ummat Islam yaitu harus mensterilkan dari hal-hal penyimpangan tersebut, dan meluruskan itu, amar ma’ruf nahi munkar sesuai dengan prinsip yang diajarkan. (Hasnia/Riz)