Kearifan dalam Mengelola Alam dan Tantangan Kehidupan di Masa Depan

Kearifan dalam Mengelola Alam dan Tantangan Kehidupan di Masa Depan

KALIMANTAN TENGAH, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr KH Haedar Nashir, MSi melakukan kunjungan kerja di Wilayah Kalimantan Tengah, Senin (16/1). Adapun selama Prof Haedar mengunjungi Kampus Universitas Muhammadiyah Palangkaraya untuk mengisi kegiatan Tabligh Akbar.

Ketika mengisi kegiatan Tabligh Akbar, Prof Haedar mengatakan bahwa Persyarikatan Muhammadiyah telah hadir dan berkontribusi besar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal itu dibuktikan dengan berdirinya perguruan tinggi Muhammadiyah yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri. Atas limpahan berkah ini, Prof Haedar mengajak kepada seluruh warga Persyarikatan untuk mensyukuri setiap percikan anugerah Allah.

Sebab, dengan bersyukur akan terhindar dari kerugian. Sebagaimana dicontohkan Kaum Madyan, sebuah negeri di Mesir yang sangat subur daerahnya. Airnya begitu melimpah ruah membuat masyarakat sekitar berbangga diri. Namun, mereka berbuat ingkar dan menyimpang dari koridor agama (kufur nikmat), maka Allah menurunkan sederet bencana alam yang menghancurleburkan negeri itu.

“Nah Negeri Madyan itu adalah contoh buat kita. Alhamdulillah Indonesia ini negeri yang Allah limpahkan untuk seluruh penduduknya menjadi negeri yang mungkin nikmat terbesar dalam kehidupan kita,” ujarnya saat menyampaikan tausyiyah pada kegiatan Tabligh Akbar.

Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu menyebut bahwa Indonesia mempersembahkan keindahan dan kekayaan alam yang luar biasa. Indonesia menempati negeri terluas nomor 13 di dunia. Bahkan, Indonesia memiliki semua hal yang menyangkut dengan sumber daya alam (SDA), mulai dari batu bara, minyak bumi, laut, hutan, gas alam, daya tambang, dan masih banyak lagi.

“Jadi kurang apa sebenarnya dan negeri ini perpaduan antara pulau dan daratan antara laut dan daratan biarpun mayoritas lautan. Apa yang Allah anugerahkan ini tentu harus kita syukuri. Bentuk tasyakur kita adalah memanfaatkan nikmat ini agar alam yang Allah anugerahkan itu kita bangun dengan baik. Jangan dirusak kerena Allah memerintahkan kita membangun dan jangan merusak,” tuturnya.

Tantangan Ke Depan

Bersamaan dengan itu, Prof Haedar mengingatkan hal ihwal hasil sensus penduduk dari data Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia pada tahun 2021 menyebut bahwa jumlah penduduk Muslim di Indonesia mencapai 237,53 juta jiwa atau 86,21 persen. Dari data ini menjadikan populasi penduduk Muslim di Indonesia menempati peringkat terbesar negara muslim di kancah dunia. Bahkan menurut survei The Pew Forum on Religion & Public Life memperkirakan pada tahun 2050 mendatang, penduduk muslim bisa seimbang (mayoritas) di muka bumi.

Menurutnya, tantangan besar hari ini dan ke depan baik Indonesia maupun negara-negara Islam lainnya adalah mengenai perubahan-perubahan sosial yang diakibatkan oleh globalisasi dan modernisme abad 21. Di mana perubahan ini menimbulkan banyak dampak orientasi terhadap agama.

Saat ini muncul makin banyaknya orang-orang yang anti agama (agnotisme) dan anti Tuhan (ateisme). Ada juga gerakan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) yang main terbuka dan transparan. Kecenderungan munculnya hal tersebut berawal dari adanya nihilisme terhadap agama.

Semua itu terjadi karena agama hadir tetapi tidak bisa adaptif (shalih likulli zaman wa makan). Yakni mencoba menyesuaikan diri memahami alam pikiran masyarakat yang berkembang. Di tengah perkembangan itu, agama dan umat beragama cenderung dogmatis. Yakni bersifat mengikuti atau menjabarkan suatu ajaran tanpa kritik sama sekali.

Lalu ada orientasi berpikir keilmuan yang cenderung pada humanisme kemanusiaan yang tinggi sekali. Dengan adanya globalisasi, manusia zaman sekarang cenderung tidak ingin terdapat sekat-sekat yang dalam kehidupan agama, suku bangsa, ras, dan golongan. Sifatnya ingin cair, tetapi tidak menemukan solusi terbaik dari petunjuk agama lewat Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Belajar dari Negara Eropa yang masyarakatnya anti Tuhan dan anti agama, karena pada saat itu agama negara di Eropa Barat serba anti, yakni demokrasi dan anti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sampai Galileo Galilei seorang astronom, filsuf, dan fisikawan dihukum sampai dibunuh karena bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi dianggap sebagai ancaman terhadap agama.

Lalu ada juga anti kemanusiaan, di mana kaum perempuan dihina dan direndahkan martabatnya. Maka kemudian lahirlah feminisme di barat.

“Intinya bahwa agama saat itu itu menjadi sumber anti kehidupan. nah ini pelajaran buat kita Apakah agama itu menjadi tempat untuk kita bermusuhan baik dengan mereka yang berbeda agama termasuk yang satu agama tapi berbeda berbeda mazhab dan alirannya. Berbeda mazhab dan aliran itu sekarang kenceng sekali mulanya dari sesat menyesatkan lama-kelamaan terjadi persekusi baik persekusi yang verbal maupun nonverbal yang berbau sampai serangan fisik yang nonverbal,” pungkasnya.

Tantangan berikutnya mengenai revolusi iptek, khususnya teknologi informasi. Era sekarang media sosial menjadi wahana baru, baik digandrungi oleh anak-anak bahkan orang usia senja. Bahkan daya jangkaunya itu sudah melampaui diri manusia. Media sosial lewat perangkatnya berupa WhatsApp, Twitter, Instagram, Facebook, dan masih banyak lagi. Mulanya disebut realitas dunia maya, tetapi sekarang sebenarnya sudah dunia nyata.

“Karena apa itulah realitas yang terjadi bersama kita setiap hari sejak bangun tidur sampai tidur kembali,” ucapnya.

Seorang filosof Prancis Shin Boys menyebutnya sebagai simulagrum atau simulator orang-orang berada di dalam realitas semu tetapi akhirnya nyata. Dengan media sosial, manusia bisa menjelajah dunia mencari ilmu informasi selengkap mungkin dan secepat mungkin. Tapi, harus berhati-hati karena media sosial juga membawa impact buruk, yakni munculnya percikan pertengkaran, permusuhan, kebencian, dan penyebaran informasi hoax super bebas.

Masyarakat Indonesia dengan kemudahan mengakses media sosial, selain berbuat serampangan (keburukan) seperti di atas, membuat tingkat kesopanan sebagaimana yang dikeluarkan oleh survei Microsoft menempati tingkat terendah dari enam negara ASEAN.

“Itu tantangan kita termasuk buat generasi muda kita,” tukasnya. (Cris)

Exit mobile version