Oleh : Dr M G Bagus Kastolani, SPsi., Psi
Saudaraku, tahukah Anda darimana datangnya santan? Ya, cairan yang digunakan untuk menambah citra rasa gurih masakan seperti gule, lodeh atau yang lainnya. Betul… santan datangnya dari kelapa. Tapi tahukah kita proses perjalanan santan itu? Ketika tiba waktunya, kelapa jatuh dari tempatnya yang tinggi. “Sakit.. ya Allah. Kenapa Engkau jatuhkan aku dari tempat tinggi hingga mengenai tanah dan batu… sakit.” Begitu keluh sang kelapa. Seseorang datang membawa kapak dan menguliti kelapa. “MasyaAllah sakit.. ya Allah.. cukup sudah rasa sakit ini ya Allah.”
Kembali sang kelapa mengeluh karena rasa sakitnya. Kini tinggal batok kelapa dan isinya. Rupanya, orang ini tidak berhenti menyakiti kelapa dan membelahnya hingga keluar semua air kelapa dan tinggal potongan-potongan kelapa dengan kulit batoknya. “Ya Allah… ini betul-betul sakit.. cukup sudah penderitaan ini ya Allah.” Lanjut protes sang kelapa kepada Allah SwT.
Belum berakhir kiranya derita yang dialami sang kelapa. Di dapur, orang tersebut masih mencukil potongan daging kelapa dari kulit tempurungnya. “MasyaAllah.. ini lebih sakit ya Allah.. Aku sudah hancur berantakan kini dicukil oleh orang… cukup ya Allah.. saya sudah tidak kuat.” Keluh sang kelapa lagi. Belum cukup… kiranya orang ini membawa daging kelapa yang berserakan ini ke pasar, tepatnya ke tukang giling parut kelapa. Dimasukkanlah daging kelapa ini ke mesin parut yang bunyinya bak tank sedang menembakkan peluru.
“AllahuAkbar… saya tercabik-cabik menjadi parutan yang lembut ya Allah… saya sudah hancur luluh ya Allah.” Teriak protes sang kelapa. Belum cukup rupanya… parutan kelapa ini dibawa orang ini lagi ke dapur dan sekarang disiram dengan air panas! “Ya Allah… panas.. panas… hancur sudah aku…” Ujaran lemas dari sang kelapa yang saat ini menjadi parutan. Dagingnya yang lembut dan tersiram air panas inilah yang menjadikan ia mengeluarkan santan. Santan yang gurih… yang kemudian digunakan untuk menambah citra gurih masakan, seperti gule. Hmmm… coba bayangkan jika masakan gule ini tidak menggunakan santan maka tak akan gurih rasanya.
Cerita panjang sang santan ini kita analogikan dengan penderitaan manusia yang mungkin bertubi-tubi dan terus berlanjut. Kita menganggap bahwa Allah SwT selalu memberikan ujian kepada kita yang menyakitkan. Namun tahukah kita bahwa Allah SwT justru menguji kita terus menerus untuk mengeluarkan santan kita. Sesuatu yang berharga dan bermanfaat, tidak hanya untuk kita sendiri tetapi juga untuk orang lain. Bukankah khusnudzan kepada Allah SwT lebih menenangkan kita? •
Penulis adalah psikolog dan kader Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM Edisi 01 Tahun 2022