Seminar Majelis Dikdasmen PDM Kota Yogyakarta: Menuju Pembelajaran ISMUBA Berkemajuan

Seminar Majelis Dikdasmen PDM Kota Yogyakarta: Menuju Pembelajaran ISMUBA Berkemajuan

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Yogyakarta menyelenggarakan kegiatan Seminar Sehari Menuju Pembelajaran ISMUBA Berkemajuan. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Rabu (18/1) bertempat di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Dan diikuti sejumlah 80 guru dari jenjang SD, SMP/MTs, SMA/MA dan SMK Muhammadiyah di Yogyakarta.

Kegiatan seminar ini diisi oleh 3 pembicara yaitu, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tajdid, Prof Dr H Syamsul Anwar, MA dengan membawakan materi seputar Manhaj Tarjih Muhammadiyah, Ketua Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, H Budi Setiawan, ST dengan materi 7 Falsafah Ajaran KH Ahmad Dahlan, dan Ketua Majelis Dikdasmen Pimpinan Wilayah Muhammadiyah D.I.Yogyakarta H Achmad Muhammad, MAg dengan materi Menuju Pembelajaran ISMUBA Berkemajuan.

Ketua PDM Kota Yogyakarta yang diwakili H Aris Madani SPdI dalam sambutannya menekankan pentingnya para guru memahami sungguh-sungguh pelajaran Ismuba dan menanamkan kepada para peserta didik bukan sekedar untuk dipahami, tapi juga diamalkan, dan menjadi karakter, atau akhlak yang melekat dalam kehidupan sehari-hari para peserta didik. Untuk itu Pelajaran ISMUBA hendaklah menjadi suatu ilmu yang amaliah, dan amal yang ilmiah.

Prof Syamsul Anwar dalam seminarnya mengatakan bahwa Tarjih dalam Muhammadiyah diartikan setiap aktifitas intelektual untuk merespons permasalahan sosial dan kemanusiaan dari sudut pandang agama Islam. Dari situ tampak bahwa bertarjih artinya sama atau hampir sama dengan melakukan ijtihad mengenai suatu permasalahan dilihat dari perspektif Islam.

Lebih eksplisitnya, Manhaj tarjih sebagai suatu sistem yang memuat seperangkat wawasan (atau semangat/perspektif), sumber (Al-Qur’an dan As-Sunnah), pendekatan bayani, burhani, dan irfani, dan prosedur-prosedur tehnis (metode) tertentu yang menjadi pegangan dalam kegiatan ketarjihan. Adapun seperangkat wawasan tarjih itu meliputi 1) wawasan paham agama, 2) wawasan tidak berafiliasi mazhab tertentu, 3) wawasan toleransi, 4) wawasan keterbukaan, dan 5) wawasan tajdid.

“Wawasan (semangat/perspektif) ini diharapkan dapat memberikan landasan pijak bagi pemikiran keislaman Muhammadiyah untuk dapat menyikapi berbagai perkembangan baru secara lebih kreatif dan inovatif. Namun penerapannya sangat ditentukan oleh sikap warga Muhammadiyah sendiri karena Muhammadiyah adalah gerakan rakyat, bukan gerakan segelintir elit, walaupun peran elit sangat penting,” katanya.

Sementara itu, Budi Setiawan mengatakan bahwa objek pemahaman ketarjihan adalah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan.

“Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) adalah keseluruhan ajaran Islam yang mencakup akidah, akhlak, ibadah dan muamalat yang bersumber kepada Al-Quran dan Sunnah Nabi saw sebagaimana dipahami dan di implementasikan oleh Muhammadiyah dalam gerakannya,” katanya.

Selain itu, Budi juga mengatakan bahwa agama sejatinya difungsikan sebagai pembawa kemaslahatan. Yaitu terwujudnya perlindungan, pemberdayaan, dan pengembangan yang meliputi religjiusits, jiwa-raga, akal, keluarga, dan Harta kekayaan (ekonomi). Kemudian yang tak kalah pentingnya bahwa dalam mewujudkan maslahat, maka pelaksanaan agama itu berdasarkan kepada Asas kemudahan (at-taisir), Asas sesuai kemampuan, Asas tidak menimbulkan mudarat, dan Asas sesuai dengan Sunnah Nabi saw. (Cris)

Exit mobile version