BANTUL, Suara Muhammadiyah – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah bidang Pembinaan Kesehatan Umum, Kesejahteraan Sosial, dan Resiliensi Bencana dr H Agus Taufiqurrahman, SpS, MKes hadir sebagai pembicara dalam rangkaian Pengajian Kader yang diselenggarakan oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Tamantirto Selatan, Kasihan, Bantul, DIY, Jumat (27/1). Dalam acara tersebut, turut hadir langsung Sekretaris PP Muhammadiyah, Muhammad Sayuti, MPd., MEd., PhD.
Dalam ceramahnya, Agus menyampaikan bahwa Kiai Haji Ahmad Dahlan dengan kemajuan berpikirnya mendirikan Muhammadiyah. Sebagai salah satu gerakan atau organisasi Islam terbesar di negeri ini, dasar pendirian Muhammadiyah berlandaskan pada dua sumber primer, yakni Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Sejak awal berdirinya, fokus utama Muhammadiyah menjalankan dakwah Amar Makruf Nahi Mungkar yang sumbunya berasal dari QS Ali-Imran [3] ayat 104.
Kiai Haji Ahmad Dahlan ketika mendirikan sekolah Muhammadiyah membawa spirit al-ruju’ ila al-qur’an wa al-sunnah. Bahkan dalam konteks tadarus Al-Qur’an (mengaji) harus senantiasa membawa spirit tersebut sebagai bahan kontemplasi dan tadabbur untuk mengetahui lebih mendalam makna dan pesan agama yang terkandung di dalam kedua kita agung itu.
“Maka tentu di Muhammadiyah ngaji itu menjadi kebutuhan. Tidak mungkin kita akan kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah kalau kita tidak ngaji Al-Qur’an dan Al-Sunnah,” ujarnya.
Dalam catatan sejarah, ketika sepulang dari menunaikan ibadah haji, Kiai Haji Ahmad Dahlan langsung mendirikan pengajian yang dinamakan Pengajian Wal-‘Ashri. Pengajian ini menjadi salah satu kegiatan paling panjang dilakukan olehnya. Para jamaahnya diajarkan berupa pemahaman Al-Qur’an dan Al-Sunnah secara menghunjam dan bagaimana mempraktikkan kandungannya ke dalam kehidupan sehari-hari.
“Jadi pengajian ini diajarkan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan kurang lebih 8 bulan termasuk ketika beliau berada di luar Jogja. Sehingga ada sejarah yang mencatat Kiai Haji Ahmad Dahlan itu sering disebut sebagai Kiai Wal Asri,” katanya.
Menurut Imam Syafii yang dikutip oleh Syekh Muhammad Abduh mengatakan bahwa Surat Al-‘Ashr ini secara komprehensif sudah mewakili isi dari seluruh Al-Qur’an. Dengan membawa spirit Al-‘Ashr ini, Kiai Haji Ahmad Dahlan menekankan kepada seluruh jamaahnya agar selalu mempergunakan waktunya dengan arif. Dengan arif mempergunakan waktu, diharapkan dapat melakukan perbuatan amal salih agar tidak sirna karena pamer dan riya sebagai akhlak tercela dalam agama Islam.
Setelah itu, Kiai Haji Ahmad Dahlan mengajarkan ihwal surat Al-Ma’un. Surat ini diajarkan selama 3 bulan kepada santri-santrinya. Sampai mereka merasa bosan menerima pengajaran dari gurunya berupa surat Al-Ma’un. Bagi santrinya, tentu sudah hafal diluar kepala surat Al-Ma’un yang jumlahnya hanya ada 7 ayat. Maka Kiai Haji Ahmad Dahlan memberi pertanyaan kepada santrinya yang membuat santrinya itu tidak bisa menjawab, “Apakah kamu sudah mengamalkan seluruh isi dari surat Al-Ma’un?”
“Kalau membaca Al-Qur’an tidak dengan spirit untuk dipahami, maka tidak akan mengerti apa maksud dari ayat yang dibaca. Artinya makna membaca itu harusnya memahami apa yang dibaca,” tuturnya.
Agus mengingatkan bahwa Persyarikatan Muhammadiyah telah tampil berkeunggulan adalah manifestasi dari peran di dalam membumikan teologi Al-Ma’un dan Al-Ashr. Spiritnya dengan senantiasa beramal saleh dan saling kenal mengenal lintas keberagaman.
Muhammadiyah sekarang tentu sudah dikenal oleh banyak masyarakat sebagai gerakan Islam yang bergerak dalam satu garis edar dengan perpaduan kedua surat di atas. Spirit itulah yang menjadikan Muhammadiyah bertahan hidup dan makin besar dengan menyebarkan energi positif dan energi kebajikan untuk sesama masyarakat semesta.
“Muhammadiyah berkeunggulan ini perpaduan dari teologi Al-Ma’un dan Al-Ashr. Yakni selalu bergerak dalam beramal saleh. Dan nampaknya spirit Al-Ma’un dan Al-Ashr atau spirit memperbanyak amal sholeh dan keunggulan ini harus terus kita ajarkan di Persyarikatan,” ucapnya. (Cris)