Oleh: Faiz Amanatullah
Lagi-lagi umat Islam dunia merasakan naik pitam dengan hadirnya praktik Islamophobia yang dilakukan oleh oknum yang terus menerus berupaya merusak citra Islam di mata dunia. Kali ini Islamophobia dilakoni oleh politikus ekstrem kanan, Rasmus Paludan yang membakar Al-Qur’an di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada 21 Januari lalu. Namun konyolnya aksi Paludan tersebut dijaga ketat oleh pihak kepolisian setempat. Ini membuktika bahwa ia tak kuasa untuk membakar Al-Qur’an seorang diri di hadapan publik.
Sebelum kasus ini terlalu jauh. Kita harus sama-sama memahami terlebih dahulu maksud dari Islamofobia itu sendiri. Penulis menemukan definisi yang menarik mengenai Islamofobia, yakni yang ditawarkan oleh Pusat Kajian Ras dan Gender Universitas California-Berkeley. Menurutnya Islamofobia yakni:
“Permusuhan tidak berdasar terhadap umat Islam, dan, dengan demikian ketakutan atau kebencian terhadap semua atau sebagaian besar umat Islam.”
“Islamofobia adalah suatu ketakutan atau prasangka yang direkayasa dan dipicu oleh struktur kekuasaan global saat ini yang bersifat Eropasentris dan Orientalis. Ketakutan atau prasangka ini diarahkan pada isu’ancaman orang-orang Islam’ dengan mempertahankan dan memperluas berbagai kesenjangan yang ada di dalam hubungan ekonomi, politik, sosial, dan budaya, sembari melakukan rasionalisasi bahwa Islam menggunakan kekerasan untuk membenahi peradaban.”
Dari definisi tersebut tentu kita melihat adanya rekaya sosial yang dibuat oleh beberapa pihak yang berserikat untuk menyatakan bahwa Islam menggunakan metode kekerasan dalam kerja-kerja sosialnya.
Menghadirkan Sikap Opitimis dalam Mental Seorang Muslim
Tidak jarang sebagian umat Islam merasa jenuh dan pesimis akan adanya praktik Islamofobia yang terus menerus terjadi. Misalnya saja timbul sebuah pertanyaan “apakah perbuatan yang tidak benar dan tidak adil ini dibiarkan saja oleh Allah? Mengapa Allah tidak bertindak?.”
Sikap optimis memang harus tetapi dirawat dalam setiap jiwa, khususnya dalam konteks ini adalah berprasangka baik kepada Allah Swt. bahwa Ia adalah sebaik-baik penjagaan dan pelindung.
Tadabbur Q.S. Ibrahim: 42-46
Pertanyaan diatas ternyata terjawab dalam Al-Qur’an, tepatnya pada Q.S. Ibrahim ayat 42-47. Di tengah aksi demonstran Muslim London yang merespon aksi Paludan, terdapat lantunan ayat suci Al-Qur’an yakni “Q.S Ibrahim: 42-47” yang dilantunkan oleh seorang Qori berkebangsaan Kurdstan yang Bernama Obaida Mufaq.
Makna ayat tersebut sangat menarik sebagaimana yang dipaparkan oleh Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar, yang berisikan balasan Allah Swt. terhadap orang yang melakukan kedzaliman serta melakukan amalan yang tidak diridhai Allah.
“Dan janganlah engkau kira bahwa Allah lengah dari apa yang dikerjakan oleh orang-orang zalim.,” (Pangkal ayat 42)
Rasa kecewa karena melihat orang-orang yang zalim mengerjakan pekerjaan yang tidak diridhai Allah, melanggar perintah-Nya, berbuat berbagai kemaksiatan dan kedurhakaan, bahkan terkadang orang yang beriman dan setia pun melakukan perintah Allah secara tidak sabar.
Mungkin rasanya kesewenangan orang yang zalim itu terlalu lambar rasanya dibiarkan Allah. Memang setiap perbuatan salah itu, dirasakan oleh orang yang membencinya terlalu lama. Sampai kadang timbul pertanyaan dalam hati, apakah Allah membiarkan ini semua? Mengapa Allah tidak bertindak? Allah menegaskan dalam ayat ini, jangan dikira Allah lengah. Bahkan segala gerak-gerik orang yang zalim itu tidaklah lepas dari tilikan Allah.
“Sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (ujung ayat 42).
Maksudnya, segala sikap dan langkah yang dimulai dengan yang salah, tidaklah pada waktu itu juga balasan yang diterimanya. Perbuatan salah itu kelak akan sampai pada puncaknya. Nanti apabila kejatuhan dan kehancuran itu dating, terbelalaklah segala mata yang melihat; karena tidak berbuat apa-apa lagi buat mencabutkan si zalim itu dari kecelakaan.
“mereka tergesa-gesa (memenuhi panggilan) dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.” (ayat 43).
Ini adalah gambaran yang amat tepat dari suasan kegugupan yang menimpa apabila saat yang tidak disangka-sangka itu dating. Yaitu karena kezaliman telah sampai kepada akibat kecelakaannya. Matanya terbelalak karena menjumpai kengerian yang tak pernah dilihatnya ketika di dunia. Dalam terburu-buru ia lompat kesana kemari, tidak terlihat mata orang lain sehingga menunduk saja yang dilakukannya.
Boleh saja ayat ini dikaitkan dengan peristiwa ketika Rasul dan para Mukminin pada perjuangan pertama di Mekkah, bilamana mereka melihat berleluasanya pemuka-pemuka musyrikin melanggar perintah Allah, memuja berhala, menghalangi Islam dan berbuat segala perbuatan yang mungkar. Allah mengatakan bahwa itu hanya sementara, tidak akan lama. Pasti akan datang waktunya mereka akan kebingungan dan kehancuran tiba-tiba. Yaitu ketika Fathu Mekkah terjadi yang membuat mereka terkejut sejadi-jadinya.
“Dan berikanlah peringatan (Muhammad) kepada manusia pada hari (ketika) azab datang kepada mereka, maka orang zalim berkata, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kesempatan (Kembali ke dunia) walaupun sebentar, niscaya kami akan mematuhi seruang Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul.” (pangkal ayat 44).
Pada ayat sebelumnya menjelaskan keadaan orang zalim dalam keadaan duniawi yang menunggu saat kehancuran, maka ayat ini melihatkan pandangan yang lebih hebat. Yakni pada hari kiamat telah tiba atau sekecil-kecilnya ketika maut datang! Sesal tiba, tapi tidak ada waktu bertaubat. Berbagai perhomonan dan segala cara dilakukan agar kembali ke dunia. Tetapi apa sambutan Allah? Bolehkah di saat demikian kita mundur ke dunia?
Allah berfirman:
“Bukankah dahulu (di dunia) kamu telah bersumpah bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?.” (ujung ayat 44).
Kala itu dengan sombong mereka selalu mengatakan tidak akan bergeser pendirian dari yang lama, ungkap mereka akan tetap bertahan pada yang batil.
Begitu gagah perkasa kamu mempertahankan kekafiran di kala itu, mengapa sekarang meminta mundur? Apakah artinya lagi permintaan mundur pada waktu sekarang? Seluas itu kesempatan yang diberikan selama ini, mengapa disia-siakan? Permintaanmu itu percuma dan tidak akan dikabulkan.
“Dan kamu telah tinggal di tempat orang yang menzalimi diri sendiri, dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan.” (ayat 45)
Sudah banyak sebetulnya diadakan perumpamaan-perumpamaan yang seharusnya menjadi perhatian semua makhluk. Telah bertubi-tubi waktu diturunkan Allah, dengan lemah-lembut dan adapun dengan keras, dengan perumpamaan dan perbandingan, dengan peringatan dan kabar gembira, tidak satupun yang disambut oleh mereka. Sekarang setelah napasmu mendaki kerongkongan dan Izrail telah hadir di pinggir pembaringanmu, kamu hendak bertaubat. Apa artinya lagi?
“Dan sesungguhnya mereka telah melakukan tipu daya. Dan sesungguhnya tipu daya mereka tidak mampu melenyapkan gunung-gunung.” (ayat 46).
Segala siasat tipu daya telah mereka atur, baik dengan cara berserikat atau apapun itu strateginya untuk menghambat jalan Islam dan untuk menghalangi jalan Allah. Sehingga manalah hasil tipu daya manusia di hadapan Allah?
Inilah counter attack dari firman Allah Swt. yang terdapat dalam Q.S. Ibrahim: 42-46 yang ditujukan bagi lakon Islamophobia bahkan bisa jadi untuk orang mukmin itu sendiri yang melanggar firman Allah Swt.